Selasa, 07 April 2009

Penundaan Peremajaan Alutsista Harus Dievaluasi

0V-10 Bronco sudah digrounded TNI AU karena faktor usia, pesawat pengganti realisasinya terkatung-katung alasan dana

7 April 2009, Jakarta -- Selama ini anggaran untuk perejamaan alutsista terpaksa diminimalkan karena terbentur kondisi ekonomi negara. Namun, dengan kejadian jatuhnya pesawat Fokker 27 milik TNI-AU menuntut untuk introspeksi mengenai prioritas anggaran militer.

Demikianlah diungkapkan oleh Anggota komisi I dari FPKS Suryama kepada Media Indonesia di Jakarta, Selasa (7/4). "Kita juga tidak mau semua aset terbaik bangsa menjadi korban karena rentannya kondisi sarana pertahanan militer kita," tandasnya.

Apabila kondisi seperti ini terus dilanjutkan, kata Suryama, akan menjadi bumerang bagi kelangsungan prajurit kita. Bukan hanya mengenai titik rawan pertahanan, juga kerugian akibat kelihangan aset prajurit adalah perhatian utamanya.

Memang, dalam setiap rapat kerja dengan panglima TNI dan Menteri pertahanan selalu ada pembahasan mengenai peremajaan alusista. "Enam bulan yang lalu kami sudah memulai audit kondisi alutsista (alat utama sistem pertahanan). Perkembangannya terus kami pantau dalam setiap Raker dengan Menhan atau panglima," ujarnya.

Namun, sampai sekarang hasil laporan audit tersebut belum selesai. "Untuk laporan komprehensif semacam itu membutuhkan waktu lama. Tetapi, secara umum telah kami terima bahwa kondisi alutsista kita memang memprihatinkan," kata Suryama.

Mengenai hasil investigasi sementara kecelakaan pesawat Fokker 27 tersebut akibat cuaca buruk, namun faktor usia 34 tahun tidak bisa dikesampingkan.

Sementara itu, anggota dewan pakar Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Wawan Purwanto menyatakan bahwa harus ada langkah strategis pemerintah untuk memperbaiki kondisi alutsista. "Memang anggaran dana tidak cukup, untuk itu harus dicari jalan keluar efisiensinya," tukasnya.

Dikatakannya, pengaktifan kembali industri pesawat terbang dalam negeri akan menjadi jalan keluar yang efisien. Selain lebih ekonomis, tentunya kita tidak akan tergantung pada importir. "Apalagi jika kita terkena embargo, maka tambah repot lagi," pungkasnya.

Sebenarnya kita mampu, ucap Wawan, kemarin PT Pindad berhasil membuat 150 tank. Dengan produksi dalam negeri, akan banyak keuntungan finansial dan teknologi yang didapat. "Hal ini bisa diwujudkan, tergantung political will pemerintah," tukasnya.

Sedangkan Direktur Jendral Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Eris Eriyanto menyampaikan, meskipun anggaran TNI terbatas, namun soal perawatan menjadi fokus utama. "Pesawat Fokker 27 tersebut dalam kondisi bagus, kami melakukan perawatan rutin. Tidak mungkin kami mengorbankan keamanan," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa selama ini Dephan terus menerus melakukan pengajuan anggaran dana untuk memenuhi kebutuhan militer. "Namun kita menyadari kondisi ekonomi negara yang sedang ditimpa krisis. Jadi kami sendiri yang melakukan pengaturan prioritas anggarannya," tandasnya. (Media Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar