Selasa, 07 April 2009
Kasau: Fokker Masih Layak Terbang Meski Tua
7 April 2009, Jakarta -- Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Subandrio menegaskan, meski tergolong alat utama sistem senjata (alutsista) tua namun pesawat Fokker-27 milik TNI AU masih layak terbang.
"Jangan dilihat dari tua mudanya pesawat, tetapi masa pakainya," katanya, di Jakarta, Selasa, usai memimpin upacara pelepasan keenam jenazah awak pesawat Fokker 27 TS yang naas di Hanggar Skadron Udara 17 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Subandrio mengemukakan, berdasar hasil tim penilaian kelaikan alutsista TNI AU berusia 30 tahun ke atas, Fokker 27 TS yang bergabung dengan TNI AU pada 1976, masih layak diterbangkan.
"Jika pesawat tidak layak, saya suruh terbang, berarti saya membunuh anak buah saya. Tidak mungkin saya menerbangkan pesawat yang tidak layak," katanya.
Jadi, jangan dilihat dari usia pembuatannya, tetapi usia pakainya mengingat setelah mengalami peremajaan usia pakai pesawat dapat diperpanjang sepuluh hingga 15 tahun. "Pesawat Raptor Amerika Serikat yang tergolong baru saja bisa jatuh," ucapnya.
Tentang ketersediaan suku cadang, mengingat pesawat jenis tersebut tidak diproduksi lagi, Kasau mengatakan, di Skadron 2 Angkut Ringan, mengoperasikan dua jenis pesawat yakni CN-235 dan Fokker 27/28 yang menggunakan tipe mesin dan beberapa komponen yang mirip.
"Jadi, bisa saling menggantikan. Dan lagi masih banyak pesawat yang menggunakan tipe mesin yang sama, sehingga masih ada di pasaran," ungkap Subandrio.
Markas Besar TNI AU telah mengajukan penggantian sejumlah pesawat tempur yang telah berusia di atas 15 tahun kepada Dephan. Beberapa jenis pesawat tempur yang akan diganti itu adalah OV-10 Bronco, F-5 Tiger, Hawk MK-53, pesawat angkut Fokker-27, dan Helikopter Sikorsky. Pesawat tempur jenis OV-10 Bronco dibuat pada 1976 dan mulai digunakan TNI AU sejak 1979. Dari sembilan unit pesawat tersebut, hanya empat yang dinyatakan siap terbang.
Sedangkan untuk Fokker 27 dari tujuh yang ada hanya lima yang dikategorikan siap. Pabrik pesawat tersebut sudah tutup, namun masih bertanggung jawab untuk memproduksi suku cadang hingga 15 tahun.
Sejumlah pesawat jenis lain milik TNI AU juga sudah tak diproduksi, antara lain F-16 Fighting Falcon varian A/B dan OV-10 Bronco. "Untuk saat ini TNI AU baru menghanggarkan OV-10 Bronco, menyusul Hawk MK-53," ungkap Kasau.
Fokker-27 TS dengan "tile number" A-2703 pertama kali bergabung dengan TNI AU pada 26 September 1976. Pesawat angkut ringan tersebut, memiliki dimensi rentang sayap 29 meter, panjang badan 23,56 meter, dan tinggi 8,5 meter.
Pesawat bermesin berupa dua unit "turboprop" rolls Royce Dart RDa Mk 536-7R, merupakan pesawat turboprop terlaris yang banyak digunakan baik untuk militer maupun komersial.
Pesawat Fokker-27 memiliki beberapa keunggulan yakni sayap utama berkonfigurasi High Wing menyebabkan pesawat ini dapat mendarat pada landasan pangkalan udara yang minim fasilitas, bahkan pesawat ini bisa mendarat dan tinggal landas pada landasan pendek.
Kapasitas pesawat ini mampu mengangkut pasukan payung bersenjata lengkap (paratroop) berjumlagh 40 orang dalam misi penerjunan statik dan `free fall`.
Selain itu, pesawat ini mampu mengangkut kargo sipil maupun militer, evakuasi medis, SAR, maupun komando pengendalian pada operasi militer strategis.
Kasau mengatakan, penyebab kecelakaan pesawat Fokker 27 TS di Bandara Hussein Sastranegara, diduga kuat karena cuaca buruk. "Saya kemarin ke Bandung menggunakan jalan darat, karena memang cuacanya sangat buruk apalagi ketika berada di Bandung," ungkapnya.
Namun, Mabes AU tetap menurunkan Tim Penyelidik Kecelakaan Pesawat Terbang yang diketuai oleh Kepala Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja (Lambangja). (ANTARA)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar