Kamis, 16 April 2009

Bertumbuh Dalam Keterbatasan


16 April 2009, Jakarta -- Mirip burung alap-alap ketika mengejar pipit. Pesawat dengan panjang 21,935 meter dan bentang sayap 14,7 meter itu dengan lincah meliuk-liuk di angkasa. Ia melesat cepat hingga dua kali kecepatan suara, tetapi mampu stabil dengan kecepatan rendah, 160 knot.

Pesawat tempur terbaru milik TNI Angkatan Udara itu tiba-tiba dipacu cepat dan menanjak tajam dengan sudut 60 derajat, berputar, lalu menukik tajam, dan melaju dengan kecepatan tinggi dalam posisi terbalik. Suguhan menakjubkan itu terjadi dalam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-63 TNI Angkatan Udara yang digelar, Rabu (15/4) di Halim Perdanakusuma, Jakarta. Sebagai pesawat tempur yang dirancang untuk berbagai misi, seperti penyergapan, pengeboman hingga superioritas udara, Sukhoi 30 MK2 itu memang layak dibanggakan.

Keberadaan Sukhoi 30 MK2 yang dipiloti Letnan Kolonel (Pnb) Widyargo ”Redbee” Ikoputro dan Mayor (Pnb) M Tonny ”Racoon” Haryono menempatkan TNI AU sebagai salah satu pengguna pesawat tempur generasi kelima di Asia. Kehadirannya mengundang perhatian banyak pihak, setidaknya, media massa Australia, yang suka menanyakan rencana Indonesia untuk menambah kekuatan penempur itu.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono beberapa waktu lalu mengakui keinginan Indonesia untuk menambahkan armada Sukhoi hingga lengkap menjadi satu skuadron. Tentu saja itu dapat diartikan, Indonesia tidak memproyeksikan penguatan armada Sukhoinya hingga menjadi sebuah kekuatan ofensif.

Namun, pertanyaan beberapa wartawan Australia, yang datang September lalu, menunjukkan perhatian negara tetangga itu atas penguatan peralatan utama sistem pertahanan TNI AU. Tidak dapat dimungkiri, Sukhoi 30 MK2 adalah pesawat yang dirancang untuk meraih keunggulan udara. Pesawat ini mampu menjadi pesaing ketat F-15 Strike Eagle hingga F-22 Raptor dari Amerika Serikat.

Tentu, jika TNI AU terus memperkuat armada Sukhoinya, bahkan melengkapi dengan persenjataan lengkap, bukan tidak mungkin kehadirannya mampu menandingi armada F-18 Super Hornet milik Australia.

Namun, toh itu baru impian. Dana untuk menambah kemampuan terbatas. Bahkan, harus jujur diakui, Indonesia dihadapkan pada persoalan uzurnya usia peralatan tempur strategis. Terakhir, sebuah pesawat angkut milik TNI AU buatan Fokker, Belanda, jatuh di Bandung. Kejadian itu seolah mempertegas posisi dan kekuatan armada udara Indonesia menyusul pensiunnya beberapa jenis pesawat, seperti penempur ringan OV-10 Bronco dan Twin Pack.

Kepala Staf TNI AU Marsekal Subandrio mengatakan, kecelakaan yang terjadi di Bandung jangan membuat TNI AU larut dalam kesedihan. Meski dengan dana terbatas, ia mengatakan, TNI AU akan semaksimal mungkin mengoptimalkan kesiapan dan kemampuannya, baik armada maupun personel.

Namun, tak bisa dimungkiri, upaya itu bukan perkara mudah. Saat peringatan HUT Ke-63, sejumlah alutsista yang dipajang sudah berusia lanjut.
(KOMPAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar