Jumat, 17 Desember 2010

Pengawasan Perbatasan Perlu Didukung Teknologi Terpadu


18 Desember 2010, Entikong -- Kawasan perbatasan Entikong, Kalimantan Barat (Indonesia) dengan Serawak (Malaysia), masih perlu didukung teknologi canggih dan terpadu sebagai sinergi pengawasan pengamanan batas kedaulatan dan kekayaan alam Indonesia.

Teknologi pengawasan pengamanan yang dimiliki tiga matra TNI, Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Laut (AL) belum terintegrasi dan masih mengandalkan ketelatenan personel.

Informasi dan data yang diperoleh Suara Karya di Pontianak dan Entikong, Selasa-Kamis (14-16/12) dari beberapa personel TNI tiga matra yang pernah maupun sedang bertugas di perbatasan negara menyebutkan, efektivitas patroli pengamanan perbatasan negara dan menyelamatkan kekayaan alam Indonesia di Entikong masih terbentur keterbatasan armada dan beratnya medan yang harus dilalui.

Misalnya, untuk mengawasi garis perbatasan sepanjang 10 kilometer membutuhkan waktu 6 hari. Tiga hari untuk keeberangkatan dan tiga hari waktu diperlukan untuk sampai di pos awal. Medan yang dilalui merupakan hutan belantara dan semak belukar.

Komandan Bataliyon 461/Beruang yang juga Komandan Satgas Operasi Perbatasan Entikong-Serawak, Letkol TNI Tri Sakti mengaku, untuk mengawasai garis perbatasan darat yang menjadi wilayah kedaulatan Indonesia masih tertolong oleh GPS sebagai pengindentifikasi titik kordinat geografi.

Namun, persoalan muncul pada pengawasan untuk mengamankan kekayaan alam Indonesia maupun infiltrasi. TNI hanya mengandalkan kesungguhan dan ketelatenan prajurit agar intensif melaksanakan patrol.

"Untuk mengawasi panjang gariis perbatasan sepanjang 5 kilometer membutuhkan waktu perjalanan enam hari," ujar perwira menengah TNI AD yang pernah bertugas di perbatasan Entikong-Serawak, Kapten TNI Umar.

Ia menjelaskan, medan perbatasan yang harus dilalui sangat berat dan relatif belum tersentuh tanaga manusia. Patroli perbatasan hanya dilalui dengan berjalan kaki menembus semak belukar dan hutan belantara.

Jalan Tikus

Tri Sakti mengaku, pihaknya tak jarang menemukan batangan pohon yang diduga hasil karya penebangan liar. "Kita belum dapat memastikan, apakah penebangan itu dilakukan oleh kelompok pencuri kayu skala besar ataupun dilakukan penduduk setempat yang akan membuka areal perkebunan yang baru," ujarnya.

Selain itu, TNI juga menemukan jalan-jalan setapak sebagai akses keluar masuk Entikong-Serawak. Dalam beberapa kasus, ia mengatakan, TNI berhasil menggagalkan penyeludupan manusia. "TNI berhasil menggagalkan imigran illegal dari Irak yang hendak masuk Indonesia melalui Serawak," ujarnya.

Paling dikhawatirkan adalah pencurian kayu yang diangkut melalui jalur udara. Pangdam XII/Tanjungpura, Mayjen TNI Geerhan Lantara memberi prioritas untuk mengamankan kawasan udara Entikong-Serawak.

"Pencurian kayu diduga diangkut menggunakan helikopter, selain dengan cara menghanyutkan melalui sungai," ujarnya.

Sementara, radar pemantau udara buatan perancis Ground Control Intercept (GCI) milik TNI AU yang terpasang di TPI dan Ranai punya keterbatasan untuk mengidentifikasi pesawat ataupun helikopter yang sedang terbang rendah di atas hutan Kalimantan.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar