Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang mempunyai bentang alam karst yang sangat menawan. Namun sayangnya, beberapa kawasan telah hancur akibat aktivitas manusia seperti penambangan kapur, penambangan fosfat dan bahkan pariwisata.
Kawasan karst Padalarang dengan Gua Pawon yang dikenal karena peninggalan fosil manusia Bandung telah terusik oleh aktivitas penambangan yang sangat masif. Sementara, karst Cibinong telah dikeruk dua raksasa pabrik semen di Indonesia. Kemudian di satu bukit kecil yang masih tersisa di Ciampea juga sudah terjamah kerakusan manusia. Selain itu, kawasan di pesisir utara seperti Karst Karawang juga sudah carut marut akibat dieksploitasi kapurnya.
Inilah gambaran kawasan karst yang ada di Jawa Barat, gambaran kerusakan akibat aktivitas manusia yang telah secara berlebihan memanfaatkan karst. Namun, diantara kehancuran itu masih ada harapan di kawasan yang belum banyak terganggu seperti di Sukabumi Selatan, Tasikmalaya-Ciamis dan beberapa kawasan lain yang terlepas dari jangkauan manusia.
Menawan
Sebagian kawasan karst yang tersisa, masih tersimpan keindahan gua yang mengagumkan. Di seputaran Bogor, ada komplek gua wisata Gua Gudawang yang menyimpan keindahan sungai bawah tanah yang sangat berbahaya di musim hujan. Kemudian gua-gua vertikal yang tersimpan di Ciampea juga menawarkan potensi olah raga menantang yang menawan. Sementara di daerah Cibinong, diantara bopeng bentang alam karst masih tersimpan segelintir keindahan gua seperti Gua Garunggang, Gua Cikaray dan gua-gua vertikal lain yang tidak kalah menantang.
Sementara di bagian selatan Sukabumi, keindahan Gua Buniayu sudah tidak diragukan lagi. Potensi wisata yang sudah dikelola disana sudah menjadi bagian tidak terpisahkan pengembangan wisata gua. Selain untuk wisata umum, Gua Buniayu juga menawarkan potensi wisata bagi orang-orang yang mempunyai nyali untuk menyusuri gua bersungai melalui mulut gua vertikal. Itulah potensi gua yang perlu dikembangkan agar mendapatkan manfaat ekonomi yang berkelanjutan.
Gua-gua di Tasikmalaya dan Ciamis juga perlu dipoles selain potensi Green Canyon yang telah dikembangkan saat ini. Sementara di Pelabuhan Ratu, potensi wisata keanekaragaman hayati di Gua Lalay perlu sentuhan dan pengelolaan yang lebih profesional lagi.
Potensi gua-gua di Jawa Barat sungguh mengagumkan, begitu juga potensi keanekaragaman hayati yang ditemukan di dalamnya. Namun sayangnya, belum banyak yang menyadari betapa potensi keanekaragaman hayati di dalamnya sangat besar.
Merah jambu
Gua-gua di Jawa Barat sangat berbeda jika dibandingkan dengan gua-gua yang ada di Jawa bagian lain. Kehidupan fauna guanya pun berbeda dengan adanya beberapa kelompok fauna yang tidak ditemukan di gua-gua di Jawa di bagian tengah dan timur.
Ketika di pertengahan tahun 2004, saya menyusuri gua kecil di Cibinong dimana saya harus merayap dalam lorong kecil yang berlumpur. Ketika merayap, mata saya tertegun pada genangan air di antara lantai gua yang berlumpur. Dalam genangan tersebut, saya melihat ada dua ekor hewan yang bergerak kesana kemari. Hewan yang sangat menarik buat saya, karena saya belum pernah menemukan itu sebelumnya di gua-gua Jawa. Kemudian saya teringat ketika saya menemukan hewan yang sama di beberapa gua di Kalimantan Tengah.
Hewan yang berwaran merah jambu ini, merupakan salah satu hewan gua yang sebelumnya pernah ditemukan di Kalimantan, Sumatra dan beberapa gua di Thailand dan Kamboja. Di Jawa, jenis ini belum pernah ditemukan, pada tahun 2006 jenis ini dikenal dengan nama Stenasellus javanicus. Jenis ini kemudian menjadi jenis yang pertama dari kelompok suku Stenasellidae (Isopoda) yang sangat khas hidup di kolam-kolam kecil di dalam gua.
Tiga tahun kemudian, ketika saya berkesempatan keliling Jawa untuk mengungkap kehidupan gua di dalamnya, saya kembali terpesona dengan temuan yang sama di Gua Buniayu. Gua yang terletak di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut ini semakin menambah kehausan saya akan berbagai keunikan hewan-hewan gua.
Saya meyakini, jenis dari Gua Buniayu ini berbeda dengan yang saya temukan di Gua Cikaray, Cibinong. Mengingat, ketinggian gua di Cibinong hanya berkisar antara 100-150 meter diatas permukaan laut. Saya berasumsi, jenis yang konon mempunyai nenek moyang dari lautan ini telah ada lebih dulu di Sukabumi dibandingkan di Cibinong. Selain itu, umur batuan di Sukabumi yang lebih tua dibandingkan di Cibinong dapat diperkirakan ketika Sukabumi sudah menjadi daratan, Cibinong masih menjadi dasar lautan.
Selama saya berkeliling Jawa, kelompok udang merah jambu ini tidak pernah saya temukan di gua-gua di bagian timur pulau Jawa. Jenis ini hanya ditemukan di Jawa Barat khususnya Sukabumi dan Cibinong. Dari sini saya beranggapan, komposisi hewan-hewan gua di Jawa bagian barat berbeda dengan Jawa bagian timur. Saya meyakini, sejarah geologi tanah Jawa berperan penting dengan fenomena ini. Beberapa penulis meyakini, secara geologi Jawa bagian barat berumur lebih tua diperkirakn Cretaceous dibandingkan bagian timur yang lebih muda.
Kaki delapan
Selain hewan merah jambu, gua-gua di Jawa Barat juga dihuni oleh berbagai hewan berkaki delapan seperti laba-laba (Araneae), kalacuka (Uropygi) dan kalacemeti (Amblypygi). Salah satu kalacemeti yang pertama dikenal adalah Sarax javensis, yang pertama kali ditemukan tahun 1915 di daerah Bogor. Jenis ini kemudian ditemukan di gua-gua di daerah Sukabumi seperti Gua Siluman. Setelah itu, sekitar tahun 1928 jenis kalacemeti kedua ditemukan dari gua-gua di Cibinong yaitu Lulut dan Panumbangan Djampang. Jenis kalacemeti ini diberi nama Stygophrynus dammermani yang dideskripsi oleh C. F. Roewer dan diterbitkan di salah satu jurnal Treubia.
Kalacemeti Dammerman ditemukan di gua-gua di Banten, Jawa, Barat sampai Pulau Nusakambangan dan kawasan Menoreh di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jenis ini khas dengan sepasang kaki paling depan yang telah termodifikasi menjadi sungut yang beruas-ruas. Sungut ini berguna untuk mengenali lingkungannya seperti untuk mendeteksi keberadaan mangsa atau bahkan untuk mengenal pasangangannya saat kawin.Kalacemeti sangat gemar memakan jangkrik yang banyak ditemukan di dalam gua.
Selain kalacemeti, di gua-gua Jawa Barat juga banyak ditemukan kalacuka yang menyemburkan cairan yang berbau menyengat ketika mereka merasa tergganggu. Kalacuka merupakan kelompok kerabat dari kalacemeti mereka sama sama mempunyai sepasang kaki depan yang berubah jadi sungut. Kalacuka lebih banyak ditemukan di lantai gua, tinggal di bawah batuan berbeda dengan kalacemeti yang lebih senang hidup di dinding gua.
Selain itu, laba-laba pemburu dari marga Heteropoda juga banyak ditemukan di beberapa gua di Jawa Barat seperti yang ditemukan di Gua Buniayu. Laba-laba ini salah satu pemangsa yang sangat agresif. Meskipun tidak beracun, laba-laba ini sukup sakit kalau menggigit dan alat mulutnya sangat tajam untuk menyobek kulit kita. Betina laba-laba Heteropoda, meletakkan telurnya di bawah perutnya dalam kantong telur berwarna putih yang berukuran lebih besar dari perut atau bahkan badannya.
Beberapa jenis laba-laba yang membuat sarang, juga ditemukan di ceruk-ceruk di dinding Gua Buniayu. Mereka menunggu mangsanya terperangkap dalam jaringnya nya kokoh. Sementara, laba-laba pemburu, Heteropoda, sedang membawa telur di dalam kantong telur yang berwarna putih tersimpan di bawah perutnya. Laba-laba pemburu ini sedang mencari mangsa seperti jangkrik yang terkadang berkeliaran di dinding gua.
Hewan-hewan lain seperti jangkrik, ngengat kecil, dan hewan berkaki enam lainnya juga menambah kekayaan keanekargaman hayati di gua-gua di Jawa Barat. Sementara, hewan berukuran mini yang sulit diamati dengan mata telanjang menghuni lantai gua yang dipenuhi oleh kotoron kelelawar (guano).
Inilah sebagian kehiduapan hewan gua yang ditemukan di Jawa Barat, masih banyak hewan-hewan seperti kelelawar dan ikan gua yang masih bisa diceritakan yang tentu saja semakin menambah daya tarik kekayaan karst Jawa Barat.
Namun, sekelumit gambaran kekayaan hewan gua ini telah membuka wacana begitu kaya dan menariknya gua-gua di Jawa Barat. Selain itu, kondisi ancaman terhadap kelestarian gua-gua dan karst tentu saja memerlukan perhatian karena berimbas pada kelangsungan dan kelestarian hewan-hewan gua yang hidup di dalamnya.
Untuk itu, sudah semestinya berbagai pihak dari pemegang kebijakan, akademisi, peneliti dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian kepada kelestarian karst dan gua di Jawa Barat yang tentu saja akan memberikan keuntungan baik langsung maupun tidak bagi kesejahteraan masyarakat. Mari kita lindungi karst dan gua dari kerusakan. (Cahyo Rahmadi, staf peneliti di Pusat Biologi LIPI Cibinong, /Pikiran Rakyat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar