16 Desember 2010, Batam -- Sejumlah nelayan Vietnam yang ditangkap Ditpolair Mabes Polri saat melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (16/12). Selain nelayan, Polisi juga mengamankan 16 kapal penangkap ikan yang digunakan oleh mereka pada Minggu, 12 Desember 2010. (Foto: ANTARA/Slamet Widodo/ed/ama/10)
21 Desember 2010, Batam -- Pemerintah pusat diminta segera berunding dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk membahas tapal batas wilayah perairan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Hal ini untuk mengantisipasi kasus pencurian ikan di perairan tersebut yang kian marak. Gubernur Kepri, HM Sani mengatakan, tapal batas wilayah perairan Indonesia di laut Cina selatan yang masuk dalam Kabupaten Natuna Provinsi Kepri sampai saat ini masih belum jelas, padahal terdapat 19 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura, Vietnam dan Malaysia.
“Diharapkan pemerintah menuntaskan wilayah perbatasan perairan di Natuna karena ada 19 pulau yang berbatasan dengan negara tetangga dan sebagian pulau tidak berpenghuni,” katanya, Senin (20/12). Ke-19 pulau terluar di Natuna itu, kata Sani berpotensi menimbulkan konflik dengan Singapura, Vietnam dan Malaysia karena sebagian pulau belum berpenghuni.
Selain itu, pulau-pulau tersebut juga memiliki kekayaan sumber daya alam berupa gas sehingga dikhawatirkan bisa memancing pihak Singapura, Malaysia dan Vietnam untuk mengklaim pulau tersebut sebagai daerah mereka. Selain berpotensi menimbulkan konfl ik kepemilikan, ketidakjelasan batas wilayah perairan Indonesia dan negara tetangga juga menyebabkan maraknya aksi pencurian ikan di perairan Natuna yang kaya dengan sumber daya ikan berkualitas tinggi.
Menurutnya kasus pencurian ikan oleh nelayan asing hampir tiap hari terjadi di wilayah perairan Kepri khususnya Natuna, seperti yang terjadi pada minggu lalu dimana 16 kapal nelayan Vietnam ditangkap karena mencuri ikan di perairan Natuna.
Adakan Perundingan
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Agus Suhartono mendesak pemerintah pusat untuk segera berunding dengan pemerintah Cina untuk membahas ZEE (Zone Ekonomi Ekslusif) di laut Cina Selatan, terkait maraknya nelayan Cina yang mencuri ikan di wilayah perairan tersebut.
Pihak TNI AL, katanya tidak dapat berbuat maksimal untuk mengamankan potensi perikanan di wilayah perairan Indonesia itu karena tidak ada batas yang jelas antara perairan Indonesia dan Cina. Terlebih nelayan Cina yang melakukan aksi pencurian ikan sering dikawal langsung oleh Dinas Kelautan Cina, sehingga dikhawatirkan bisa terjadi bentrokan dengan aparat Indonesia.
“Kami mendorong Pemerintah untuk segera membahas soal ZEE di Natuna itu secepatnya dengan Pemerintah Cina, agar tidak terjadi lagi tumpang tindih penguasaan di perairan itu, sebab sejak 1982 Pemerintah Cina sudah membuat klaim sendiri atas wilayah perairan tersebut,” katanya.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI mencatat pencurian ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia selama ini telah merugikan negara sekitar 30 triliun rupiah setiap tahunnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri yang juga ketua BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan) Gamawan Fauzi mengatakan, kasus tapal batas di pulau terluar Indonesia saat ini cukup banyak selain itu, wilayah perbatasan atau pulau terluar juga memiliki kasus perekonomian yang masih belum tumbuh atau tertinggal.
Menurutnya, pemerintah mencatat ada beberapa persoalan utama terkait masalah perbatasan dengan negara lain. Yaitu, penetapan perbatasan dengan negara lain yang masih belum tuntas. Persepsi yang berkembang masih menempatkan perbatasan sebagai halaman belakang. Ketiga yang dicatat BNPP adalah minimnya sarana dan pra sarana dasar di perbatasan.
Keempat, masih miskinnya penduduk di wilayah perbatasan dan masih minimnya infrastruktur dasar. Meski demikian untuk perbatasan dengan Papua Nugini atau Timor Leste, sarana dan prasarana milik Indonesia masih lebih baik.
Pemerintah kata dia akan menuntaskan permasalahan tersebut satu per satu dengan sasaran utama menekan pelanggaran hukum dan mendongkrak perekonomian di 46 kabupaten di 12 provinsi yang berbatasan dengan wilayah negara lain.
Koran Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar