(Oleh: H.Usep Romli H.M., Pikiran Rakyat)
Tiga orang bersahabat melakukan perjalanan. Tiba-tiba turun hujan lebat. Kebetulan di dekat mereka ada sebuah gua. Masuklah mereka ke gua untuk berteduh sambil menunggu hujan surut.
Tanpa diduga-duga, satu batu besar meluncur dari tebing jatuh ke bawah, persis menutup lubang gua yang membuat mereka terperangkap. Upaya menggeser batu sia-sia, karena sangat berat.
“Kita tak akan bisa keluar. Akan tetapi, barang kali ada sedikit kebaikan kita masing-masing yang dapat dijadikan wasilah (perantara) untuk mendapat pertolongan Allah,” ujar salah seorang di antara mereka menyarankan. Mereka sepakat, lalu mereka bergiliran mengungkapkan kebaikan yang pernah mereka perbuat.
Yang paling tua memulai mengungkapkannya.
“Ya Allah, dulu hamba mempunyai ayah dan ibu yang sudah amat tua renta. Setiap hari, hamba memberi mereka minum segelas susu, sebelum mereka tertibur. Susu sisa minuman mereka baru hamba bagikan kepada istri dan anak-anak hamba.
Pada suatu hari, hamba pulang terlalu larut sehingga mereka telah telap tertidur sebelum mendapat minuman susu. Dengan segelas susu di tangan, hamba menunggu mereka hingga bangun. Anak-anak semua merengek-rengek ingin minum susu, tidak hamba perdulikan, karena ayah dan ibu hamba yang harus minum terlebih dahulu.
Menjelang pagi, baru mereka berdua bangun. Hamba segera memberikan susu segelas itu, dan sisanya baru diberikan kepada anak-anak yang belun berhenti merengek. Ya Allah, jika menurut-Mu itu merupakan kebaikan dan kebajikan seorang anak kepada orang tuanya, jadikan jalan pertolongan bagi hamba selamat dari gua ini.”
Batu di pintu gua, bergeser sedikit. Namun belum cukup untuk dimasuki badan manusia.
Yang kedua mulai mengungkapkan kisahnya.
“Hamba dulu pernah mencintai seorang gadis cantik yang masih sanak saudara juga. Berkali-kali hamba membujuknya untuk berbuat maksiat, tetapi ia selalu menolak. Hingga suatu saat nafsu hamba memuncak. Hamba beri iming-iming segenggam perhiasan indah dan mahal. Rupanya ia luluh juga. Bersedia melayani hamba. Namun, begitu peristiwa dosa akan berlangsung, ia sadar. Berteriak keras, menyuruh hamba takut kepada-MU, ya Allah, sambil mengingatka jangan sekali-kali lagi membujuk rayu untuk melanggar batas susila di luar hak. Hamba pun sadar. Segera pergi menghindar setelah merelakan perhiasan itu tampa imbalan apapun.
Ya Allah, seandainya perbuatan hamba termasuk sebentuk keimanan kepada-Mu dan amal soleh kepada sesama manusia, jadikan jalan keselamatan bagi hamba terlepas dari lubang gua ini.”
Batu bergeser lagi sedikit, tetapi msih tetap sempit.
Giliran orang ketiga berkisah.
“Ya Allah, hamba dulu memiliki peternakan domba. Memiliki banyak pekerja upahan. Salah sorang dari pekerja hamba menghilang tak ada kabar berita. Sebelum menerima upah-upahnya. Maka hamba jadikan upah itu sebagai investasi di peternakan sehingga menghasilkan beberapa ekor domba yang terus berkembang biak, hingga mencapai ratusan ekor.
Ketika ia datang menagih upah, hamba tunjukan barisan domba yang memenuhi lembah bukit. Ia sangat gembira dan menawarkan imbalan tetapi hamba tolak.
Ya Allah, sekiranya perbuatan hamba merupakan amal saleh, perwujudan sikap amanah terhadap hak milik orang lain, jadikanlah pembebasanku dari becana ini.
Bergeserlah batu penutup lubang gua sehingga memberi ruang cukup untuk dilewati ketiga orang itu. Mereka selamat berkat amal kebajikan yang telah mereka perbuat. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, sumber kitab Riyadush Shalihin Iman Yahya an Nawawi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar