Menko Polhukam Djoko Suyanto (kiri) berbincang dengan Menterl Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad sebelum sidang kabinet paripurna di kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/6). Sidang kabinet paripurna tersebut membahas hubungan Indonesia dan Malaysia pasca insiden penahanan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dan sejumlah nelayan Malaysia pekan lalu dan masalah ketahanan pangan nasional . (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/hp/10)
24 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengakui, kesepakatan garis batas laut Indonesia dan Malaysia akan sulit mencapai kesepakatan karena kedua negara masih mengacu pada peta wilayah yang dimiliki masing-masing negara.
Perundingan garis batas laut kedua negara tersebut sudah dilakukan sejak 1979, sedangkan perundingan terakhir pada Oktober 2009.
"Benar di wilayah Selat Malaka dan antara Selat Johor dan Bintan, di daerah Natuna dan Selat Selatan, perjanjian laut antara malaysia dan Indonesia belum selesai. Sejak 1979 perundingan kedua negara terus dilakukan," kata Djoko usai Rakor Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (23/8).
Menurut Djoko, perundingan perbatasan wilayah laut lebih sulit dibandingkan wilayah darat. Berbeda dengan wilayah utara Tanjung Berakit dan di sekitar Tanjung obor yang telah memiliki mercu suar sehingga memudahkan legalisasi batas maritim Indonesia. "Daerah itu memang ada dua klaim Malaysia dan Indonesia di mana ada perbedaan cukup besar antara kedua negara," katanya
Menurut dia, baik Indonesia atau Malaysia masih bertahan kepada klaim masing-masing sehingga penyelesaian wilayah tersebut sampai sekarang masih dalam proses perundingan.
Secara terpisah, mantan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengaku pernah mengancam Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang dulu menjabat Menhan dan Deputi PM, terkait sering terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia. "Saya pernah mengatakan kepada Najib agar Malaysia tidak melakukan provokasi baik di Selat Malaka maupun Ambalat. Saya minta Najib mengendalikan anak buah di lapangan," katanya.
Seringnya terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh polisi dan aparat Malaysia di wilayah perbatasan tak lain karena mereka mengetahui kekuatan yang dimiliki petugas dan angkatan laut Indonesia. "Mereka mengetahui kekuatan kita, makanya mereka sering melakukan aksi yang berlebihan, over acting dan nakal," katanya.
Juwono mengatakan, ketika itu Najib berjanji untuk memberitahu kepada bawahannya. Najib juga menyesalkan seringnya terjadi perselisihan di wilayah laut kedua negara. "Najib berjanji dan menyesalkan tindakan anak buahnya," kata Juwono.
Namun, kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Inggris Raya itu, perintah dari Najib tidak sampai ke lapangan. "Perintah dari Kuala Lumpur tidak sampai ke petugas yang di lapangan," ujar Juwono.
Kewibawaan negara
Sementara itu, DPR mendesak Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dan menekan Malaysia. Negeri jiran itu dinilai telah bertindak semena-mena terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja maupun tersandung kasus hukum di Malaysia.
Menurut Ketua DPR Marzuki Alie, DPR mendesak pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri meningkatkan diplomasi kepada pemerintah Malaysia setelah sekitar 345 Warga Negara Indonesia (WNI) terancam hukuman mati di negeri Jiran tersebut karena didakwa mulai dari perampokan, narkotika, hingga pembunuhan.
Ia menjelaskan, proses diplomasi harus dikedepankan dan ditingkatkan karena pemerintah Indonesia juga harus menghargai hukum di negara lain. Selain itu, Marzuki menilai jika ke-345 WNI tersebut belum dieksekusi karena pertimbangan persahabatan antara Indonesia dan Malaysia.
Suara Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar