(Foto: Berita HanKam)
26 Agustus 2010 -- Mengamati perkembangan yang sering terjadi di rantau Asia Tenggara akhir-akhir ini,tampak sangat jelas terdapat perubahan-perubahan dalam paham kebangsaan dan geopolitik yang dianut oleh Malaysia.
Di satu sisi kerja sama antarnegara makin meningkat, baik di tingkat regional maupun internasional. Tetapi, di sisi lain terdapat kecenderungan negara Malaysia dengan berbagai bentuk dan pola baru ingin terus memengaruhi dan ingin memainkan peran yang lebih besar di kawasan ini. Bahkan, tidak sedikit menimbulkan gesekan dengan negara-negara jirannya. Menghadapi fenomena seperti ini tentu saja mengusik kita untuk menanyakan apakah yang Malaysia inginkan dan apakah sesungguhnya Malaysia memiliki kemampuan di maksud. Dalam tulisan ini akan diuraikan perkembangan paham kekuasaan dan geopolitik baru yang di anut Malaysia saat ini.
Geopolitik Malaysia
Cara pandang Malaysia dalam memandang diri dan lingkungannya sangat kuat dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Paham kekuasaan Malaysia ini bersandar pada kemantapan sistem politik yang berakar pada kebudayaan politik dan feodalisme bangsa. Eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi ekonomi yang maju, angkatan perang yang kuat, tetapi juga faktor subjektif dan psikologis bangsa. Dalam konsep ini letak ruang untuk hidup sebagai negara bangsa bagi Malaysia perlu dilindungi dan dipertahankan dengan segala cara bukan hanya dengan pendekatan kesejahteraan rakyat saja yang didahulukan tetapi juga tujuan dan sasaran kepentingan nasional yang lebih diutamakan.
Dalam hal ini, bagi Malaysia yang terletak di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara,persepsi tentang ruang untuk mempertahankan hidup itu sudah berubah. Malaysia ingin memainkan peran sebagai kekuatan utama yang memengaruhi, bukan lagi sebagai objek seperti dulu lagi. Kombinasi antara paham kekuasaan dengan geopolitik yang dimiliki bisa menjadikan Malaysia sebagai negara yang cenderung berkarakter protektif ekspansif.
Implikasi strategis
Setidaknya ada tiga implikasi sebagai konsekuensi negara dengan ciri dan berkarakter demikian. Pertama, di bidang kebudayaan. Untuk menguatkan jati diri dan identitas nasional, Malaysia perlu memiliki kekuatan budaya yang menjadi ciri khas bangsa. Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) merupakan wadah untuk mempersatukan kembali puak Melayu di serantau Asia Tenggara dan dunia dengan tujuan menghimpun kembali kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan yang memiliki ciri yang khas.
Di situ Malaysia berperan sebagai negara konseptor dan berdiri paling depan untuk perhimpunan bangsa-bangsa Melayu tersebut. Masalah terbatasnya khasanah kebudayaan yang dimiliki, menjadikan Malaysia sebagai negara yang paling getol menggali kembali kebudayaan lama Nusantara untuk mereka miliki dan munculkan sebagai kebudayaan nasionalnya. Klaim-klaim budaya Nusantara yang selalu terjadi menjadi contoh bagaimana Malaysia begitu kuat untuk memproteksi hasil budaya tersebut.Sementaraitu,Malaysiajuga begitu ekspansif terhadap klaim budaya milik bangsa Indonesia. Kedua, di bidang ekonomi.
Malaysia sudah menjadi negara makmur dengan kekuatan ekonomi yang lebih dominan dibandingkan dengan Indonesia.Tentu saja hal tersebut menjadi faktor penarik (pull factor). Sementara itu, masalah peluang dan kesempatan kerja yang terbatas di Tanah Air menjadi faktor pendorong (push factor) bagi ribuan tenaga kerja Indonesia untuk ke sana. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi tersebut, di samping memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, Malaysia juga memerlukan sumber daya alam yang tidak sedikit. Oleh karena terbatasnya sumber daya alam yang mereka miliki, tentu mereka akan menjaga semaksimal mungkin dan berusaha untuk mengklaim sumber daya alam yang masih berada di wilayah yang belum jelas statusnya meski berisiko bersengketa dengan negara jirannya.
Ketiga, di bidang politik dan militer.Perubahan doktrin militer, anggaran belanja militer yang besar,dan pilihan teknologi militer tinggi yang dilakukan tentu ada tujuan dan maksud yang diinginkan. Malaysia berada dalam lingkungan yang sangat strategis yang berada di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara. Malaysia menjadi pusat perputaran (concentric circle) dengan berbagai macam kepentingan yang ada di dalamnya tentu hal tersebut memiliki potensi konflik yang sangat tinggi dengan negara jirannya.
Malaysia telah memodernisasi peralatan perang yang memiliki kemampuan sangat kuat, baik sebagai kekuatan untuk memproteksi kepentingan ekonomi dan industrinya maupun sebagai faktor pencegah (detterent factor) bagi negara lain untuk menyerang Malaysia, atau bahkan kemampuan yang dapat melakukan ofensif terhadap negara lain dalam mendukung klaim teritorialnya. Tidak heran umpamanya,pemikiran ini yang membenarkan Malaysia selalu berani dan tidak segansegan menggunakan kekerasan dan kekuatan senjata dalam setiap persengketaan dengan Indonesia.
Umpan balik
Tentu saja Malaysia sudah mengukur kemampuan dan kekuatan yang kita miliki.Tetapi terus menerus diberlakukan tidak berdaya seperti itu bukanlah pembelajaran yang baik guna membangun nasionalisme bagi generasi muda. Perang bukanlah pilihan yang paling bijak untuk mengatasi setiap masalah yang ada tetapi sekali- sekali memberi pelajaran secara tegas juga perlu. Menang perang dengan Malaysia tentu tidak membuat Indonesia terlihat hebat, tetapi apabila kalah perang Indonesia menjadi malu. Bukankah sedhumuk bathuk senyaring bhumi harus tetap ada dalam sanubari kita dalam mempertahankan Tanah Air kita tercinta ini.
Tahniah Encik,selamat merayakan hari kemerdekaan yang ke-53, berkhidmat untuk bangsa,berkhidmat untuk jiran yang lebih baik. (AR Saliman, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UII Yogyakarta)
SINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar