Pulau Nipah hasil reklamasi di foto dari udara oleh pesawat Casa TNI AL. Pulau Nipah nyaris tenggelam karena penambang pasir untuk proyek reklamasi pantai Singapura. Ekspor pasir laut dihentikan oleh pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. (Foto: puspenerbal)
14 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Djoko Santoso menyatakan, uang lauk pauk (ULP) Rp 23.000 yang diterima prajurit TNI penjaga pulau-pulau terdepan di Sumatera Utara, atas kesepakatan para prajurit itu sendiri sambil menunggu realisasi keutuhan ULP dari pemerintah.
Sebab itu, Purnomo maupun Djoko menepis tudingan adanya penyimpangan ULP prajurit TNI, seperti yang dipublikasi oleh Komisi I DPR.
Pernyataan itu disampaikan Purnomo dan Djoko dalam jumpa pers usai penyerahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49/2010, dan Peratura Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 10/2010 di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Jakarta, Jumat (13/8).
Penyerahan perpres dan permenhan diserahkan langsung oleh Purnomo kepada Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso sekaligus penyerahan Bendera Merah-Putih kepada perwakilan daerah perbatasan.
Turut menyaksikan, Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Manoarfa, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta, KSAL Laksamana TNI Agus Suhartono, KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat dan Wakil Ketua Komisi I DPR Hayono Isman.
Menhan menjelaskan, temuan Komisi I tentang dugaan pemotongan ULP yang diterima prajurit yang bertugas di Pulau Nipah Sumatera Utara, bukan pemotongan. Pengurangan ULP terjadi karena ada kesepakatan antarprajurit yang sedang bertugas di pulau itu.
Ia menjelaskan, data awal terkait jumlah prajurit yang bertugas di Pulau Nipah sebanyak 34 orang. Namun, kini jumlah prajurit yang bertugas di pulau itu sebayak 90 orang.
"Ada peningkatan jumlah prajurit. Karena itu, jatah yang seharusnya untuk 34 orang harus dibagi-bagikan menjadi 90 orang. Misalnya, rotinya untuk 35 orang kemudian dibagi menjadi 90 orang. Ya jelas berkurang," ujar Purnomo.
Menhan mengakui adanya keterlambatan proses pengajuan dari TNI tentang penambahan jumlah prajurit yang bertugas di Pulau Nipah.
"Karena apa, proses berjalan tapi pengajuan tambahan belum. Kalau dioperasi lapangan mendadak. Misalnya ada penambahan pasukan," ujarnya.
Paket operasi
Sementara itu, Panglima TNI menegaskan, pengurangan ULP prajurit Marinir TNI AL di Pulau Nipah berkurang bukan karena kebijakan pemotongan,
"Ini masalah paket operasi terkait penguatan pasukan, yang semula 34 orang jadi 90 orang. Jadi dana operasi yang biasanya untuk 34 orang dibagi ke 90 orang," katanya.
Keputusan penambahan jumlah pasukan dari 34 menjadi 90 orang, berlangsung pada Januari 2010. Namun cepatnya pengiriman pasukan Marinir tambahan ke Pulau Nipah, Sumut, itu tidak diiringi dengan penambahan paket dana operasional di mana ULP merupakan salah satu komponennya.
"Dana operasionalnya waktu itu belum ada. Jadi itu (pengurangan jatah UPL-Red) merupakan kesepakatan antar prajurit di lapangan," ujar Djoko.
Ihwal berkurangnya ULP, tutur Djoko, berawal dari kunjungan kerja Komisi I DPR ke Pulau Nipah pekan lalu. Berdasar hasil dialog mereka dengan prajurit, diketahui bahwa nilai UPL yang diterima hanya Rp 23 ribu dari yang semestinya Rp 35 ribu per prajurit per hari.
Sementara itu, Hayono Isman menyayangkan tidak adanya penjelasan lebih detail tentang penyebab keterlambatan penambahan dana operasi. Terlebih keterlambatan itu berlangsung sampi 8 bulan lamanya. "Kita harap TNI segera menyelesaikan masalah itu. Dana UPL yang belum dibayar harus segera diganti sekaligus," ujarnya.
Sementara itu, prajurit Marinir yang tak mau disebutkan namanya yang pernah bertugas di kawasan perbatasan Kalimantan Barat mengakui, pengurangan uang tunjangan prajurit bukan kejadian baru. Pemotongan tunjangan operasi bisa mencapai Rp 5.000-Rp 10.000 dari uang tunjangan perhari.
Suara Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar