Minggu, 07 Juni 2009

Pesawat Tempur Asing Menyusup

MiG-29 TUDM. (Foto: skuadron17)

7 Juni 2009, Jakarta -- Tak hanya kapal perang Malaysia, pesawat tempur asing juga menyusup ke Ambalat, Kaltim. Satuan radar TNI AU mencatat telah terjadi empat kali penyusupan pesawat tempur asing di blok yang kini akan dicaplok Malaysia tersebut. "Memang ada laporan seperti itu, tapi sudah ditindaklanjuti sesuai prosedur," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Bambang Sulistyo, kemarin (6/6).

Laporan itu disampaikan oleh Satuan Radar 225 Tarakan TNI AU. Pesawat militer asing tersebut terdeteksi memasuki wilayah udara Ambalat sejak Desember 2008 hingga Februari 2009. Pesawat biasanya terbang rendah dengan ketinggian 7.000 kaki dengan kecepatan 300 km/jam, pesawat bergerak dari dari Tawau, Malaysia.

Namun demikian, TNI AU belum bisa memastikan apakah pesawat tersebut merupakan pesawat tempur Malaysia atau negara lain. "Pelanggaran wilayah udara oleh pesawat militer asing itu terdeteksi oleh radar kita. Belum diketahui milik siapa, tapi sudah kami laporkan ke Kosekhudnas (Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional) di Lanud Makassar," kata Komandan Satuan Radar 225 Tarakan TNI AU Mayor Elektronika Hadi Siswoyo.

TNI AU memang masih kekurangan radar militer. Dari kebutuhan 32 radar militer, baru 17 Radio Detection and Ranging (Radar) Militer yang dipasang di berbagai daerah untuk memantau yuridiksi Indonesia. "Kemampuan radar TNI AU belum sepenuhnya mendukung tugas TNI, karena keterbatasan radar," ujar Bambang Sulistyo.

Dia berharap, kebutuhan radar militer ini bisa diselesaikan. Kondisi pertahanan udara terutama tadar belum menenuhi kebutuhan minimum essential force TNI. "Pengadaanya tergantung dari anggaran yang diberikan pemerintah yang pengadaanya akan dilakukan secara bertahap karena harganya yang mahal, TNI hanya sebagai pemakai," ungkapnya.

Selama ini untuk menunjang kemampuan radar militer, TNI AU mengintegrasikan radar sipil untuk memperoleh informasi kondisi udara wilayah Indonesia. Namun, beberapa radar sipil seperti di Banda Aceh dan Papua belum terintegrasi dengan baik. "Ini yang terus diupayakan, tapi untuk terintegrasipun sangat sulit mengingat sistim sarana komado, kendali, komunikasi komputerisasi dan intelijen belum seluruhnya berbasis komputer dan terintegrasi dengan baik," akunya.

TNI AU menargetkan sampai tahun 2014 jumlah radar militer yang dimiliki mencapai 24 radar, dimana pada tahun 2011 direncanakan bertambah tiga satuan radar militer baru. TNI saat ini memiliki beberapa tipe radar berjenis Thomson TRS 2230, Plessey AWS 2, Plessey AR 325, Pleessey AR 15 dan Thales Master T.

Selain itu sedikitnya ada 14 radar sipil dan puluhan radar milik Badan Meteorologi dan Geofisika. Beberapa radar militer yang dimiliki TNI AU sendiri usianya sudah relatif tua dengan tahun produksi 1960. Daya jangkaunya sudah tidak maksimal, dengan jarak jangkau yang hanya 100 hingga 120 nutical miles atau sekitar 120 kilometer. Padahal, jarak jangkau radar yang baik mencapai 470 kilometer.

Pasang Radar


Dari Nunukan, Kaltim dilaporkan, selama dua hari terakhir, tidak ada armada kapal perang Malaysia yang melakukan manuver di perairan Tawau-Sebatik. Hal ini dikatakan Dan Pos AL di Sei Pancang Lettu Masripin mendampingi Danlanal Nunukan Letkol Laut (P) Djatmoko. “Biasanya mereka rutin melakukan manuver-manuver saat melintas di sekitar perairan antara Sebatik dengan Tawau.

Tapi dua hari terakhir ini tidak satupun terlihat,” terang Masripin. Namun apakah ‘libur’ selama dua hari ini terkait dengan ketatnya pengawasan KRI di perairan tersebut serta kesiapaan antisipasi-antisipasi pasukan di daratan, Masripin tidak bisa memastikan.

Pihak TNI, selain menempatkan sejumlah armada KRI di perairan blok Ambalat, saat ini di Pulau Sebatik sebagai wilayah terdekat dengan Malaysia juga sudah dilengkapi dengan radar pemantau perairan. Danlanal Nunukan Djatmoko memastikan, keberadaan radar tersebut akan memberi informasi lebih cepat dan akurat pada pasukan keamanan yang berada di daratan Pulau Sebatik.

“Yang pasti, pengawasan terhadap keamanan laut dapat dilakukan lebih baik. Terutama pengawasan perbatasan dengan negara tetangga yang selalu harus diwaspadai,” tegas Djatmoko. Dirincikan Danlanal, radar ini mampu memonitor wilayah perairan hingga sejauh 20 mil.

Radar dilengkapi kamera yang dapat merekam objek yang diinginkan serta menghasilkan catatan titik koordinat keberadaan objek. “Dengan demikian jika ada armada kapal perang Malaysia yang terekam memasuki perairan Indonesia, kita memiliki bukti-bukti kuat yang dapat dijadikan dasar bersikap tegas terhadap tetangga tersebut,” tegasnya.

Radar yang sudah diuji coba ini diperkirakan sudah bisa dioperasikan pada Juli mendatang. Penggunaannya tinggal menunggu pembangunan mess pasukan yang mengawaki peralatan canggih tersebut.

Tanpa keberadaan KRI yang memang dilengkapi dengan radar, pasukan keamanan di Pulau Sebatik cukup sulit memastikan apakah armada kapal perang Malaysia yang melakukan manuver di Ambalat melakukan pelanggaran atau tidak. Pasalnya, selama ini deteksi hanya melalui pandangan mata.

(Kaltim Post)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar