Senin, 29 Juni 2009

Patroli Perbatasan Laut Diperketat

Kapal Pengawas (KP) Hiu Macan 001 milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sedang berpatroli di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. (Foto: detikFoto/Mubarok)

27 Juni 2009, Palembang -- Pencurian kekayaan laut dan perburuan harta karun oleh nelayan asing di perairan Kepulauan Bangka Belitung terus meningkat. Karena itu, jajaran Polisi Air dan TNI AL Babel akan meningkatkan koordinasi dan patroli rutin agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Menurut Direktur Polisi Air (Polair) Polda Bangka Belitung (Babel) Ajun Komisaris Besar Purwoko yang dihubungi dari Palembang, Jumat (26/6), 29 nelayan China dan Vietnam yang ditangkap di bawa ke Markas Polair Polda Babel untuk pemeriksaan.
Barang bukti yang disita polisi berupa GPS, jarring peta, kompas, baju selam, dan radio panggil.

Kepada polisi, nelayan mengaku sudah berkali-kali masuk ke perairan Indonesia secara ilegal. Mereka tidak hanya mencuri ikan, terumbu karang, dan akar bahar, tetapi juga berburu harta karun dari kapal-kapal karam.

Purwoko meminta pemerintah, khususnya balai arkeologi, untuk memetakan lokasi perairan yang diperkirakan banyak terdapat kapal karam. Dengan demikian, jajaran Polair bias memperketat penjagaan.

Komandan Pangkalan TNI AL Babel Kolonel Gregorius Agung WD mengakui , perairan Babel rawan terhadap pelanggaran batas territorial serta pencurian dan perburuan harta karun dasar laut.

Hal itu terkait dengan posisi geografis wilayah yang termasuk dalam perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang sering menjadi tempat perlindungan kapal internasional.
Di sisi lain, jumlah peralatan apung dan patroli milik TNI AL belum memadai.

Hal senada dikemukakan kepala Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belawan Slamet, di Medan.

Dana Terbatas

Menurut Slamet, pemerintah hanya menyediakan anggaran operasi satu kapal patroli selama 180 hari dalam setahun. Hal ini menyulitkan pengamanan kekayaan laut di enam provinsi Indonesia bagian barat. “Dana tidak cukup untuk bahan bakar dan logistik kapal patroli,” katanya.

Satu-satunya kapal patroli di Stasiun Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belawan adalah Kapal Hiu bernomor lambung 08. Kapal ini satu dari 24 kapal patroli yang dimiliki Indonesia. Saat ini kapal sepanjang 38 meter itu tidak beroperasi.

Kapal ini seharusnya bertugas di wilayah Indonesia bagian barat, meliputi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung. Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan Belawan juga mempunyai empat kapal cepat di Belawan, Tanjung Balai, Sibolga (Sumut), dan Padang (Sumbar). Biaya operasional kapal cepat lebih pendek dari kapal patroli yaitu 60 hari dalam setahun.

Slamet khawatir adanya pencurian ikan besar-besaran saat tidak ada patroli, terutama di daerah rawan pencurian. Daerah rawan itu adalah perairan Sabang, perairan barat Aceh (NAD), perairan antara Pulau Nias dan Kabupaten Tapanuli Tengah, perairan di sekitar Pulau Berhala, serta Kabupaten Serdang Bedagai (Sumut).

Selama 2009 petugas menangkap kapal ikan dari Malaysia dan Thailand. Saat ini kasus kapal Thailand yang tertangkap masih disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.

Harian Kompas, Sabtu 27 Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar