Rabu, 10 Juni 2009

Anggaran Pertahanan Minim Bukan Alasan Tunggal

Pesawat C-130 Hercules Alpha 1325 jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, Rabu (20/5). Memakan korban 101 orang tewas, terdiri 99 penumpang dan dua warga Desa Geplak.

10 Juni 2009, Jakarta -- Anggota Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi, Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, meminta berbagai pihak tak menjadikan isu kurangnya anggaran pertahanan sebagai satu-satunya penyebab kecelakaan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) belakangan ini.

"Jangan cengenglah, ada apa-apa (kecelakaan), anggaran yang kurang disebut-sebut," kata Agus saat dihubungi Jurnal Nasional di Jakarta, Selasa (09/06).

Menurut Agus, banyak hal yang bisa mendorong terjadinya kecelakaan khususnya di bidang transportasi baik sipil maupun militer. Misalnya, human error, machine error yang mungkin karena usia sudah tidak layak digunakan atau karena pengaruh cuaca buruk.

Untuk itu, tidak bisa menggeneralisasikan seluruh kecelakaan pada minimnya anggaran pertahanan dari pemerintah. "Anggaran walaupun ditambah, namun penempatan prioritasnya tidak tepat, ya juga tidak ada gunanya," ujarnya.

Menurutnya, perlu ada rencana induk yang mengarahkan anggaran alat utama sisten senjata diprioritaskan untuk digunakan, sehingga tidak ada penambahan anggaran yang tidak tepat guna.

Agus meminta TNI tegas dan terbuka kepada publik terkait penyebab kecelakaan alat persenjataan agar masalah ini tidak dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu hingga merugikan pihak lain. "Ini penting agar kita tidak terjebak pada sikap saling tuduh yang tidak didasari pada fakta."

Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodyawardhani, mengatakan anggaran bukan satu-satunya variabel permasalahan pertahanan.

"Masih ada beberapa variabel lain, seperti manajemen pertahanan, sumber alutsista, sumber pendanaan alutsista, keterampilan dan kemampuan prajurit, serta optimalisasi BUMN industri strategis," kata Jaleswari dalam diskusi "Mengupas Kebijakan Pertahanan Kita" di Jakarta, Selasa (9/6).

Anggaran pertahanan Indonesia saat ini berada di posisi ketiga dengan nilai sekitar Rp33,6 triliun, setelah anggaran pendidikan dan infrastruktur. Namun bila dilihat dari fungsi pertahanan, kata Jaleswari, berada di peringkat ke tujuh. Karena itu, diperlukan manajemen anggaran yang benar-benar efektif dan efisien, berapa pun nilainya.

Anggota DPR dari Fraksi PKS, Soeripto, menekankan pentingnya prioritas alokasi anggaran. "Apalagi, minimum essential forces kita baru 30 persen dari yang dibutuhkan. Jadi prioritas alokasi anggaran itu harus jelas," ujarnya.

Masalah anggaran pertahanan yang bersaing ketat dengan anggaran bidang kesejahteraan menjadi persoalan di banyak negara. Ibaratnya guns versus butter alias senjata versus nasi. Negara dalam kondisi bukan perang, tentunya lebih mendahulukan anggaran kesejahteraan.

Menurut pengamat ekonomi UI, Umar Juoro, semestinya ekonomi dan pertahanan berjalan seiring. "Bila pembangunan ekonomi berkembang pesat akibat peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dan nonpajak, tentunya akan berdampak pada peningkatan anggaran pertahanan."

Di sisi lain, perkembangan ekonomi juga membutuhkan dukungan sektor pertahanan. Ia mencontohkan China yang membutuhkan kekuatan pertahanan demi kelancaran distribusi produk ekonomi mereka di lautan.

Jaleswari maupun Umar Juoro sepakat bahwa besaran anggaran pertahanan harus di atas satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara.

Sekjen Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin pernah mengatakan, anggaran pertahanan idealnya sekitar 2-3 persen dari PDB.

(Jurnal Nasional)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar