Korsel berusaha menjual T-50 ke Indonesia, sebagai pengganti jet latih Hawk. Bila terwujud kontrak pembelian, Indonesia negara pertama pembeli T-50. (Foto: KAI)
10 Desember 2010 -- Korea Selatan dan Indonesia setuju meningkatkan kerjasama bilateral dalam bidang kelistrikan, baja, energi, teknologi informasi dan industri pertahanan, saat pembicaraan kedua kepala negara di forum demokrasi regional, Denpasar, Bali, Kamis (9/12), ungkap pejabat kantor Kepresidenan Korsel Cheong Wa Dae kutip kantor berita Yonhap.
Presiden Korsel Lee Myung-bak dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pembicaraan mendalam mengenai promosi perdagangan dan investasi serta meningkatkan kerjasama dalam bidang energi dan sumber daya alam.
Nilai perdagangan kedua negara diproyeksikan mencapai 20 milyar dolar tahun ini, meningkat dari 15 milyar dolar pada 2009.
Pada bidang industri pertahanan, belum dapat dikorfimasi apakah kedua pimpinan pemerintahan mendiskusikan usaha Seoul menjual jet latih T-50 Golden Eagle, kapal selam dan kendaraan ranpur ke Jakarta.
Kementrian Pertahanan Indonesia tengah mencari pengganti jet latih Hawk buatan Inggris serta menambah armada kapal selam.
Pada 2004, KASAL saat itu Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh mengatakan di Bandung, Indonesia akan membeli dua kapal selam kelas 209/1200 Chang Bogo dari Korsel senilai 300 juta dolar menggunakan sistim imbal beli (Tempo interaktif 24/5/2004). Korsel membeli 8 pesawat patroli laut buatan PT DI CN-235-200 senilai 160 miliar won sedangkan Indonesia membeli 2 kapal selam berbobot 1200 ton (Chosun Ilbo 2/7/2008). Hingga diserahterimakan pesawat CN-235-220 ke pemerintah Korea Selatan oleh PT. DI proses pembelian KS belum jelas kelanjutannya.
Daewoo International Corp. dan Kementrian Pertahanan Indonesia meneken kontrak pembelian 22 ranpur IFV K-21 berkemampuan amfibi senilai 70 juta dolar untuk TNI AD. Pembiayaan berasal dari Bank Exim Korsel dan ranpur mulai diproduksi mulai November 2010, penyerahan direncanakan hingga akhir 2013.
Ranpur K21 dikembangkan oleh Agency for Defense Development (ADD) dan 11 perusahaan lokal dipimpin Doosan DST menelan investasi sekitar 90 milyar won (78 juta dolar).
Doosan DST mulai memproduksi massal K-21 awal 2009 dan menyerahkan pertama kali ke AD Korsel akhir November. Ranpur K-21 telah dua kali mengalami insiden fatal pada Desember 2009 dan Juli 2010, menewaskan satu prajurit.
Tim terdiri dari militer dan ahli sipil menyimpulkan penyebab insiden karena cacat rancangan, kurangnya kemampuan mengapung ranpur, tidak berkerjanya wave plate karena kurang tinggi dan masalah pada pompa penyedot air, diumumkan Kemhan Korsel (30/11), diberitakan laman Defense News, Rabu (1/12).
Ranpur K-21 akan dimodifikasi dan diperbaiki serta segera diuji coba pada Februari 2011, menurut Menhan Korsel.
Doosan K-21 sebanding dengan M2A3 Bradley buatan BAE Systems Land and Armaments dan BMP-3 dibuat oleh Kurganmashzavod.
Yonhap/Berita HanKam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar