(Foto: bentara online.com)
3 Juli 2009, Kupang -- 524 dari 566 pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) belum berpenghuni, dan 320 pulau diantaranya belum diberi nama, kata Kepala Bagian Pengembangan Daerah dan Politik, Biro Tata Pemerintahan Provinsi NTT, Silvester Banfatin di Kupang, Jumat.
Menurut Silvester, belum diberi nama karena masih menunggu hasil verifikasi pemerintah pusat sejak 2008 silam, karena ada sebagian pulau yang akan dibekukan oleh pemerintah pusat.
Sebenarnya pulau-pulau tersebut sudah bisa diberi nama oleh pemerintah daerah sesuai karakterisitik dan keberadaan pulau tersebut, namun aturannya belum ada.
"Ada beberapa pulau yang tidak memenuhi syarat sehingga harus dibekukan. Kemungkinan keputusan itu baru akan dikeluarkan pada 2009 ini," katanya.
Pulau-pulau yang bakal dibekukan adalah pulau yang hanya berupa bongkahan batu, demikian Silvester.
Pulau-pulau yang belum memiliki nama atau sudah memiliki nama akan ddepositkan pada daftar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga pulau-pulau itu tidak diklaim negara lain.
"Jika ada klaim negara luar bahwa pulau itu milik mereka, maka kita kembalikan ke PBB untuk melihat kembali deposit pulau tadi, berada di negara mana," katanya.
Indonesia Harus Ikut Kelola Laut Timor
Kapal patroli AL Australia Armidale 56 m. (Foto: austal.com)
Indonesia harus ikut mengelola kawasan Laut Timor dengan skema pengelolaan bersama Indonesia dan Australia karena merupakan daerah berklaim tumpang tindih yang tidak bisa dikelola secara sepihak oleh Australia.
"RI-Australia perlu membentuk zona perikanan bersama di Laut Timor agar nelayan tradisional kita jangan lagi menjadi korban penangkapan pihak keamanan laut Australia seperti yang terjadi selama ini," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni di Kupang, Jumat.
Mantan agen imigrasi Australia dan penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" ini mengemukakan pandangannya menyusul rencana nelayan tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) membentuk aliansi untuk membela kepentingan mereka jika bermasalah dengan Australia di Laut Timor.
"Ketika kami ditangkap dan dihukum serta perahu-perahu kami dibakar oleh keamanan laut Australia, tak ada pejabat satu pun di negeri ini (Indonesia) yang membela kami," Mustafa, nelayan asal Oesapa Kupang, mengungkapkan salah satu alasan dibentuknya aliansi nelayan.
Australia sendiri melarang nelayan tradisional Indonesia mencari ikan dan biota laut lain di perairan Laut Timor dan Pulau Pasir karena Negeri Benua itu berkepentingan di Laut Timor.
"Ladang-ladang minyak dan gas bumi (Migas) di Laut Timor itu sudah dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak raksasa Australia dan AS dengan memasang jaringan pipa raksasa bawah laut dari sumber minyak di Laut Timor menuju Darwin di Australia utara sejauh sekitar 532 km," katanya.
Kondisi ini membuat khawatir Australia karena tindakan nelayan Indonesia dikhawatirkan menimbulkan kebocoran atau kerusakan pada jaringan pipa migas bawah laut sehingga bukan ikan yang ditangkap nelayan tradisional Indonesia yang dipermasalahkan Australia, sambungnya.
"Berapa sih harga ikan di Laut Timor sampai Australia harus melarang nelayan kita beroperasi di sana? Semuanya itu terjadi karena kepentingan Australia atas Migas di Laut Timor. Nelayan kita hanya sasaran antara saja, bukan target utama," kata Tanoni.
Dia menilai, penataan kembali perbatasan kedua negara itu tidak hanya terbatas pada masalah nelayan tradisional, tetapi juga penataan kembali batas landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Timor yang dibuat sangat terburu-buru sehingga tidak konsisten penerapannya dan bertentangan dengan fakta geomorfologi Laut Timor.
"Sudah sepatutnya MOU Box 1974 yang diredefinisi pada tahun 1989 dibatalkan dan tidak perlu dipedomani lagi karena juga bertentangan dengan Perjanjian RI-Australian tentang ZEE dan Batas-batas Dasar Laut Tertentu tahun 1997 yang hingga kini belum diratifikasi parlemen kedua negara," katanya.
Lalu, dalam mengidentifikasi nelayan tradisional di Laut Timor seharusnya tidak terbatas pada nelayan Pulau Rote saja, akan tetapi juga seluruh nelayan tradisional Indonesia.
ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar