Australia akan membeli 100 F-35
8 Mei 2009, Jakarta -- Pengembangan dan peremajaan peralatan militer di kawasan Asia Pasifik jangan dianggap ancaman bagi TNI. "Cukup diwaspadai seperlunya," kata pengamat militer Universitas Indonesia Andi Widjajanto di Jakarta, Kamis (7/5).
Andi menanggapi rencana Australia mengembangkan kekuatan militernya dua dasawarsa ke depan dengan anggaran US$72 miliar atau Rp720 triliun lebih. Anggaran itu antara lain akan digunakan untuk membeli 100 pesawat tempur, 12 kapal selam, delapan kapal perang, dan 24 helikopter.
Dia mengatakan, Buku Putih Pertahanan RI menyatakan Indonesia tidak memiliki ancaman eksternal. Jadi seharusnya Departemen Pertahanan (Dephan) dan TNI menyambut baik rencana Australia tersebut. Termasuk loncatan teknologi militer yang sedang dikembangkan China dan India.
Australia membeli 2 LHD Canberra dari Spanyol
"Malah bisa membantu menciptakan stabilitas kawasan," kata dia. Asia Pasifik, kata dia, akan memiliki posisi tawar yang cukup berpengaruh di tengah perubahan yang terjadi di kawasan global. "TNI jangan merasa memiliki musuh yang kuat, tapi teman yang kuat," kata dia.
Dia mencontohkan, Inggris tidak akan pernah khawatir meski Amerika Serikat jor-joran mengucurkan miliaran dolar guna memperkuat armada militernya. "Karena ujung-ujungnya memperkuat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)," kata Andi.
Seringnya konflik dengan negara serumpun, Malaysia dan Singapura juga jangan terlalu dibesar-besarnya. "Selesaikan lewat diplomasi," katanya. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksma Iskandar Sitompul mengatakan, angkatan bersenjata yang kuat dan modern mutlak dimiliki TNI.
"Tantangan ke depan semakin kompleks," kata dia. Dia berharap, pemerintah lebih memerhatikan pertahanan, di samping mementingkan kesejahteraan rakyat dan pendidikan. Anggaran militer saat ini sangat minim. "Jangankan pengembangkan senjata, untuk operasional saja sulit," kata Iskandar.
Data Departemen Keuangan menyebutkan, dana pengamanan daerah rawan, perbatasan, dan pulau terluar sejak tahun 2006 selalu di atas Rp800 miliar. Tahun 2006 sebesar Rp850 miliar, 2007 Rp839 miliar, dan 2008 Rp867 miliar. Baru tahun 2009 diturunkan menjadi hanya Rp586,93 miliar. Itu pun setelah DPR menyetujui tambahan dana operasional sebesar Rp200 miliar, pekan lalu.
(Jurnal Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar