Prajurit TNI bersiaga di Ambalat. (Foto: tarakankota)
29 Mei 2009, Jakarta -- Mabes TNI minta krisis di perairan Ambalat tidak terlalu diperuncing. Militer RI-Malaysia telah menyusun prosedur bersama pengamanan perbatasan laut kedua negara, sejak awal tahun ini. "Termasuk di Ambalat," kata Panglima TNI Jenderal, Djoko Santoso di kantor Departemen Pertahanan, Jakarta, Kamis (28/5).
Jika terjadi pelanggaran, masing-masing pihak menjalankan tugasnya sesuai prosedur yang telah disepakati. Dimulai dari komunikasi awal sebagai peringatan, hingga tahap pengusiran kapal-kapal yang dianggap melanggar wilayah. "Sehingga masalah bisa selesai dengan baik," katanya.
Konflik di Ambalat kembali meningkat, sejak akhir pekan lalu. Hampir setiap hari pesawat dan kapal perang Malaysia melanggar wilayah dengan masuk ke zona yang diyakini kaya minyak itu. Berdasarkan data TNI AL, pelanggaran laut dan udara yang dilakukan militer maupun polisi Malaysia periode Januari sampai April 2009, tercatat sembilan kali.
Djoko mengakui adanya pelanggaran itu. Ini terjadi karena kedua pihak punya peta yang berbeda dan saling klaim wilayah yang diduga kaya minyak itu. Djoko meminta semua pihak menunggu perundingan yang terus dilakukan Departemen Luar Negeri (Deplu).
Sambil menunggu perundingan, TNI tetap melakukan pengamanan di Ambalat sesuai standar operasional. "Tidak ada penambahan kapal," kata lulusan Akademi Militer tahun 1975 itu. TNI hanya mengerahkan satu pesawat Boeing-737 intai maritim untuk melaksanakan patroli dan pengamatan udara di perairan Ambalat dan sekitarnya, kemarin.
"Hasilnya tidak ditemukan kapal negara tetangga," kata Kepala Penerangan Komando Operasi TNI AU (Koopsau) II Mayor Sonaji Wibowo. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi meminta militer terus pegang aturan pelibatan yang ada. Posisi Indonesia di Ambalat lebih kuat karena lebih dahulu melakukan okupasi aktif. Kondisi ini berbeda dengan kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan.
(Jurnal Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar