Kapal Kargo 18500 DWT, dipesan oleh Sider Navegacao, Portugal, sedang dikerjakan oleh pekerja PT. PAL. (Foto: thejakartapost)
27 Mei 2009, Jakarta -- Kondisi PT PAL Indonesia yang kembang kempis mengundang perhatian pemerintah pusat. Restrukturisasi PT PAL Indonesia kini terus dimonitoring oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, saat ini pihaknya terus memonitor proses restrukturisasi yang dijalankan Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
''Proses ini memang harus dilakukan secara cermat, tidak boleh tergesa-gesa. Untuk itu, sembari menunggu program restrukturisasi dari PPA, manajemen PAL harus menjalankan efisiensi internal erseroan," ujarnya di Kantor Kementerian BUMN kemarin (26/5). Menurut Said, proses efisiensi harus dijalankan untuk mengurangi beban perseroan, juga sebagai itikad baik bahwa perseroan benar-benar ingin sehat.
Apakah efisiensi berupa rasionalisasi jumlah karyawan? "Efisiensi bisa dilakukan melalui banyak cara. Misalnya, tunjangan-tunjangan untuk eksekutif dikurangi. Demikian juga dengan rasionalisasi jumlah karyawan. Jika memang berdampak signifikan, maka harus dilakukan. Inilah yang harus dimatangkan oleh manajemen," katanya.
Said mengakui, suntikan dana PPA untuk PAL memang mendesak untuk dilakukan guna menyokong kegiatan operasional perseroan. Meski demikian, dia juga memaklumi jika hingga sekarang PPA belum mengucurkan dana tersebut. "Suntikan dana ini harus dilakukan dengan sangat cermat, kajiannya harus matang. Sebab, jika sembarangan, bisa-bisa dana yang disuntikkan justru habis karena struktur bisnisnya belum dibenahi," terangnya.
Usai resmi masuk dalam program restrukturisasi di bawah PPA, manajemen PAL telah mengajukan pinjaman lunak (soft loan) kepada pemerintah melalui PPA, nilainya sekitar USD 55 - 60 juta. Namun hingga, saat ini, dana tersebut belum kunjung cair karena PPA masih menyelesaikan kajian program restrukturisasi PAL.
Saat dimintai konfirmasi terkait program efisiensi perseroan, Dirut PT PAL Harsusanto belum memberikan tanggapan. Hingga berita ini ditulis, pesan singkat maupun telepon dari Jawa Pos belum dijawab.
Sebelumnya, saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN baru-baru ini, Harsusanto mengatakan, sembari menunggu cairnya suntikan dana dari PPA, manajemen PT PAL Indonesia berupaya melakukan negosiasi dengan para pemesan kapal.
Menurut Harsusanto, negosiasi pembayaran dengan pemesan kapal merupakan strategi agar proyek-proyek kapal tetap bisa dikerjakan dan di-delivery tepat waktu. ''Nego ini untuk term of payment (jangka waktu pembayaran)," ujarnya.
Dia mengatakan, upaya negosiasi tersebut cukup membuahkan hasil. Terbukti dari kesepakatan dengan pemesan sembilan kapal yang bersedia memajukan term of payment. "Jadi, sebagian uang dibayar di depan," katanya.
Hingga saat ini, lanjut dia, ada sembilan proyek kapal yang menggunakan skema term of payment di depan, yakni empat unit escort tug boat atau kapal pendorong dengan spesifikasi panjang keseluruhan 32 meter dan draft maksimum operasional 5,23 meter, yang dipesan oleh CGJ Corporation untuk proyek gas Tangguh, Papua. "Masing-masing kapal melakukan pembayaran di depan sebesar USD 500 ribu," terangnya.
Harsusanto mengatakan, operasional PAL memang hanya terbatas pada proyek kapal yang pemesannya bersedia melakukaan pembayaran di depan. Dengan demikian, PAL punya dana untuk membayar biaya-biaya operasional seperti sub kontraktor, mengeluarkan barang dari custom, dan lain-lain. "Tapi kalau untuk proyek lain dan operasional perseroan, kami tetap menunggu dana dari PPA," katanya.
(Jawa Pos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar