Sejumlah anggota Kopassus menyisir desa Srunen yang hanya berjarak sekitar 4Km dari puncak Gunung Merapi, Sleman, Minggu (14/11). Desa Srunen merupakan salah satu desa yang terparah akibat letusann Gunung Merapi, dimana puluhan rumah hancur tak bersisa. (Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/ss/NZ/10)
16 Nopember 2010, Jakarta -- Indonesia mengusulkan kerja sama pertahanan dan militer antarnegara ASEAN hendaknya difokuskan pada operasi militer selain perang (OMSP), dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang.
"Tantangan yang akan dihadapi pada lima tahun mendatang, memang seperti itu lebih banyak pada operasi militer selain perang (OMSP)," kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono usai menjadi pembicara dalam seminar bertajuk Militer ASEAN Menuju Terwujudnya Political-Security Community ASEAN, di Jakarta, Senin (15/11).
Ia menegaskan, beberapa isu yang patut menjadi perhatian ASEAN dalam lima tahun mendatang adalah pemberantasan terorisme, keamanan maritim, operasi kemanusiaan dan penanganan bencana (humantarian assistance and disaster relief/HADR), operasi pemeliharaan perdamaian, kesehatan militer (military medicine), infeksi penyakit, ketahanan pangan dan pemanasan global.
Terkait itu, tutur Panglima TNI, prioritas kerja sama "military to military" antarnegara ASEAN dalam lima tahun mendatang, juga akan dikembangkan untuk mendukung kegiatan OMSP tersebut.
Agus menilai TNI memiliki peluang cukup signifikan bagi ASEAN, dan masih disegani negara-negara kawasan meski dari sisi teknologi, alat utama sistem senjata dan kualitas sumber daya manusia, masih kalah dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Tentang kesiapan Indonesia dalam beragam operasi militer selain perang tersebut, Panglima TNI mengatakan, secara umum ASEAN telah memiliki cetak biru terhadap OMSP tersebut, Indonesia kemudian menjabarkan cetak biru itu dalam berbagai bentuk sesuai tingkat ancaman yang dihadapi.
"Semisal pemberantasan terorisme, negara-negara ASEAN telah membuat berbagai program dan inisiatif untuk memperkuat kemampuan menghadapi aksi teroris. salah satu yang dilakukan Indonesia adalah dengan meningkatkan patroli bersama, pengontrolan pos-pos untuk memonitor dan mencegah pergerakan teroris," katanya.
Tidak itu saja, Indonesia juga memiliki sekolah antiterorisme untuk negara-negara ASEAN yang dikelola oleh Polri, kata Agus menambahkan.
Perang bawah laut
Sementara itu, Dewan Pengarah Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Dorodjatun Kuntjoro Jakti mengingatkan, militer ASEAN harus mewaspadai bahaya perang dunia maya dan perang bawah laut di masa mendatang.
Berbicara pada seminar yang sama, ia mengatakan, masalah-masalah pertahanan di masa datang akan lebih dipengaruhi oleh transformasi lingkungan yang dipacu perkembangan teknologi informasi.
"Dulu kita boleh berbicara kekuatan militer dunia tidak akan jalan jika tidak didukung kekuatan udara. Sekarang tidak perlu kekuatan udara, tidak bisa jika tidak dukung cyber space. Saat cyber space-nya diacak, kekuatan udara itu tidak akan ada artinya, ratusan pesawat terbang tidak akan mengudara," katanya.
Mantan duta besar RI untuk Amerika Serikat itu mengemukakan, saat ini lingkungan pertahanan bergerak cepat menjadi lima domain yakni darat, laut, udara, ruang angkasa dan dunia maya.
Suara Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar