Rabu, 17 November 2010

Kisah Nabi Muhammad saw.

Kelahiran Nabi Muhammad saw.
Dikala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, bapaknya yang bernama Abdullah meninggal ± 7 bulan sebelum dia lahir. Kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muththalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki ka’bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad pada tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M.

Adapun sebab dinamakan tahun kelahiran Nabi itu dengan tahun Gajah, karena pada tahun itu, kota Mekah diserang oleh suatu pasukan tentara orang Nasrani yang kuat di bawah pimpinan Abrahah, gubernur dari kerajaan Nasrani Abessinia, yang memerintah di Yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan Ka’bah. Pada waktu itu Abrahah berkendaraan gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh Allah SWT dengan mengirimkan burung ababil. Oleh karena pasukan itu mempergunakan gajah, maka orang Arab menamakan bala tentara itu pasukan bergajah, sedang tahun terjadinya peristiwa ini disebut Tahun Gajah.

Nabi Muhammad SAW adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang telah berhasil menggulingkan kekuasaan Khuza’ah atas kota Mekah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdulmanaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab Banu Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdulmanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah.

Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada orang-orang yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikianlah halnya Nabi Muhammad saw. Beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad saw. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun.

Kematian Ibu dan Kakeknya
Sesudah berusia lima tahun, Muhammad saw. diantarkannya ke Mekah kembali kepada ibunya, Sitti Aminah. Setahun kemudian yaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun, beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk memperkenalkan ia kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi makam ayahnya. Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya, tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di situ juga. ( Abwa’ ialah nama sebuah desa yang terletak antara Madinah dan Junfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah selatan kota Madinah). Betapa sedih hati Muhammad, dari kecil tak mengenal ayahnya kini harus pula berpisah dengan ibunya.

Setelah selesai pemakaman ibunya , Nabi Muhammad saw. segera meninggalkan kampung Abwa’ itu kembali ke Mekah dan tinggal bersama-sama dengan kakeknya Abdul Muththalib.
Di sini Nabi Muhammad SAW diasuh sendiri oleh kakeknya dengan penuh kecintaa. Usia Abdul Muththalib pada waktu itu mendekati 80 tahun.

Disebabkan kasih sayang kakeknya, Abdul Muththalib, Muhammad saw. dapat hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasibnya karena kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini tidak lama berjalan, sebab baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan kakeknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula, dalam usia delapan puluh tahun.

Sesuai dengan wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad saw. diasuh pamannya Abu Thalib. Kesungguhan ia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan kepada keponakannya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikan kepada anaknya sendiri. Selama dalam asuhan kakek dan paman, Nabi Muhammad menunjukan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.

Pengalaman Penting Nabi Muhamad saw.
Ketika berusia 12 tahun, Nabi Muhammad saw. mengikuti pamannya Abu Thalib membawa dagangannya ke Syam. Sebelum mencapai kota Syam, baru sampai di Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, “Buhaira” namanya. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad saw. Maka dinasehatinya Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu pulang ke Mekah, sebab dia khawatir kalau-kalau Muhammad saw. ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan menganiayanya (dalam riwayat lain Yahudi akan membunuhnya) Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.

Nabi Muhammad saw. sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali ke pekerjaannya mengembala kambing, kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah yang lain yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan mengembala kambing ini membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, karena pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta keterampilan dalam tindakan.

Di waktu Nabi Muhammad saw. berumur +15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Mekah, yaitu kejadian peperangan antara suku Quraisy dan Kinanah di satu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad saw. ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan peperangan.

Peperangan ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa ini adalah pelanggaran pada kesucian, karena melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi berperang menumpahkan darah. Oleh karena demikian, perang tersebut dinamakan Harbul Fijar yang artinya perang yang memecahkan kesucian.

Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad saw. mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Karena dia dikenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Sitti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam ini, beliau ditemani oleh seorang pembantu Sitti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, merekapun kembali ke Mekah.

Sesudah Nabi Muhammad pulan dari perjalanan ke syam itu, datanglah lamaran dari pihak Sitti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat pernikahanpun dilangsungkan, pada waktu itu Nabi berumur + 25 tahun sedang Sitti Khadijah ± 40 tahun.
Nama Nabi Muhaamad saw. tambah populer di kalangan penduduk Mekah, sesudah beliau mendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbaharui bentuk Ka’bah. Pada permulaannya mereka nampak bersatu dan bergotong-royong mengerjakan pembaharuan Ka’bah. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam (Al Hajarul Aswad) ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke tempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang akan menjada hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang keritis ini, datanglah Nabi Muhammad saw. yang disambut dan segera disetujui mereka, maka dimintanyalah sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al-Hajarul Aswad diletakannya di tengah-tengah kain itu. Kemidian disuruhnya tiap-tiap pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat tepi kain ke tempat asal Hajarul Aswad itu. Ketika sampai di tempatnya, maka batu suci itu diletakan dengan tangannya sendiri ke tempatnya. Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal dengan nama “Al-Amin” yang sangat dipercaya.

Ahlak NabiI Muhammad saw.
Dalam perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur, dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tak ada satu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada umumnya yang gemar berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya dalan perkataan dan perbuatan, maka beliau dijujuki “Al-Amin”, artinya: orang yang dapat dipercaya.

Ahli sejarah menuturkan, bahwa Muhammad saw. sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti lazimnya orang Arab jahiliyah pada waktu itu. Ia sangat benci pada berhala itu dan menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan pada berhala itu.

Untuk menutupi keperluannya sehari-hari, dia berusaha sendiri mencari nafkah, karena orang tuanya tidak meninggalkan harta warisan yang cukup. Sesudah dia menikah dengan Sitti Khadijah, dia berdagang bersama dengan istrinya dan kadang-kadang berserikat pula dengan orang lain.

Sebagai manusia yang berakal menjadi pembimbing umat manusia, Muhammad saw. memiliki bakat-bakat dan kemampuan jiwa besar kecerdasan pikirannya, kekuatan ingatannya, kecepatan tanggapannya, kekerasan kemaunnya. Segala pengalaman hidupnya, mendapat pengolahan yang sempurna dalam jiwanya. Dia mengetahui babak-babak sejarah negerinya, kesedihan masyarakat dan keruntuhan agama bangsanya. Pemandangan itu tidak dapat hilang dari pikirannya.

Ia mulai “menyiapkan dirinya” (bertahannuts) untuk mendapatkan pemusatan jiwa yang sempurna. Untuk bertahannuts ini dipilihnya tempat sebuah gua kecil yang bernama “Hira” yang terdapat pada sebuah bukit yang bernama Jabal Nur” (Bukit Cahaya) yang terletak kira-kira dua atau tiga mil sebelah utara kota Mekah.

Muhammad Menjadi Rasul
Ketika menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad saw. lebih banyak mengerjakan tahannuts daripada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan dibawanya perbekalan lebih banyak dari biadanya, karena akan ber-tahannuts lebih lama daripada waktu-waku sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar. (‘Arru’ yaa ashshaadiqiah).

Pada malan 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 agustus tahun 610 Masehi,di waktu Nabi Muhammadsaw. sedang bertahannuts di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril sa. membawa tulisan dan menyuruh Muhammad saw. untuk membacanya, katanya: “Bacalah”. Dengan terperanjat Muhammad saw. menjawab: “Aku tidak dapat membaca”. Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh Malaikat Jibril sa., sehingga napasnya sesak, lalu silepaskan olehnya seraya disuruh membaca sekali lagi: “Aku tidak dapat membaca”. Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad saw.W berkata: “Apa yang kubaca”. Kata Jibril:
Artinya: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (tulis baca). Mengerjakan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Surat (96) Al’Alaq ayat 1-5).
Inilah wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah SWT kepada Muhammad saw. Dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasul, atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan risalah-Nya.

Tugas Nabi Muhammad saw.
Menurut riwayat, selama lebih kurang dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu yang kedua. Dikala menunggu-nunggu kedatangan wahyu kedua itu, Rasulullah diliputi perasaan cemas, dan khawatir kalau-kalau wahyu itu putus malahan hampir saja beliau berputus asa, akan tetapi ditetapkannya hatinya dan beliau terus bertahannuts sebagaimana biasa di gua Hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, beliau menengadah, tampatlah Malaikat Jibril as. sehingga beliao menggigil ketakutan dan segera pulang ke rumahnya, kemudian minta kepada Sitti Khadijah supaya menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itu, datanglah Jibril as. menyampaikan wahyu Allah yang kedua kepada beliau yang berbunyi:
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah dan berilah peringatan! Besarkanlah (nama) Tuhanmu, bersihaklah pakaianmu, jauhilah perbuatan maksiat, janganlah kamu memberi, karena hendak memperoleh yang lebih banyak. Dan hendaklah kamu bersabar untuk memenuhi perintah Tuhanmu.”
(Surat (74) Muddatstsir 1-7).

Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi
Sesudah Rasulullah saw. menerima wahyu yang kedua ini yang menjelaskan tugas atas dirinya, mulailah beliau secara sembunyi-senbunyi menyeru keluarganya yang tinggal dalan satu rumah dan sahabat-sahabat beliau yang terdekat, seorang demi seorang, agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah Yang Maha Esa. Maka yang mula-mula iman kepadanya istri beliau sendiri Sitti Khadijah, disusul oleh putra pamannya yang masih amat muda Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Naritsah, budak beliau yang kemudian menjadi anak angkat beliau.

Setelah itu beliau menyeru Abu Bakar Siddiq, seorang sahabat karib yang telah lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan memeluk agama Islam.
Dengan perantara Abu Bakar, banyak orang-orang yang memeluk agama Islam, antara lain: Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu ‘Ubaidillah bin Jahrrah, Arqam, Fatimah binti Khaththab adik Umar bin Khaththab r.a) beserta suaminya Said bin Zaid, Al ‘Adawi dan beberapa orang penduduk Mekah lainnya dari kabilah Quraisy, mereka diberi gelar “Ass Saabiquunal awwanuun” Artinya: Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk agama Islam.
Mereka ini dapat gemlengan dan pelajaran tentang agama Islam oleh Rasul sendiri di tempat yang tersembunyi di rumah Arqam bin Abil Arkam dalam kota Mekah.

Menyiarkan Agama Islam Secara terang-terangan
Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan da’watul afrad ini yaitu: ajakan masuk Islam seorang demi seorang secara diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah yang lain.
Kemudian sesudah ini, turunlah firman Allah durat (15) al Hijr ayat 94 yang artinya:
Maka jalankanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Ayat ini memerintahkan kepada Rasul agar menyiarkan Islam dengan terang-terangan dan meninggalkan sembunyi-sembunyi itu. Maka mulailah Nabi Muhammad saw. menyeru kaumnya sedara umum di tempat-tempat terbuka untuk menyembah Allah SWT dan mengesakan-Nya.pertama kali seruan (da’wah) ynag bersifat umum ini beliau tunjukan kepada kerabatnya sendiri, lalu kepada penduduk Mekah pada umumnya yang terdiri dari bermacam-macam lapisan masyarakat, baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamaba sahaya, kemudian kepada Kabilah-kabilah Arab dari pelbagai daerah yang datang ke Mekah untuk mengerjakan Haji.

Reaksi Orang-orang Quraisy
Kerika orang-orang Quraisy melihat gerakan islam serta mendengar bahwa mereka dengan nenek moyang mereka dibodoh-bodohkan dan berhala-berhala mereka dihina-hina, bangkitlah kemarahan mereka dan mulailah mereka melancarkan permusuhan terhadap Nabi dan pengikut-pengikutnya. Banyaklah pengikut Nabi yang kena siksa di luar prikemanusiaan, terutama sekali pengikut Nabi dari golongan rendah. Terhadap Nabi sendiri, mereka tidak berani melakukan ganguan badan, karena beliau dilindungi paman beliau Abu Thalib dan di samping itu beliau adalah keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dalam pandangan masyarakat Quraisy sehingga beliau disegani.

Pada suatu ketika, datanglah beberapa pemuka Quraisy menemui Abu Thalib meminte agar ia menghentikan degala kegiatan Nabi Muhammad saw. dalam menyiarkan Islam, dan jangan mengecam agama mereka serta menghina nenek moyang mereka. Tuntutan mereka ini ditolak decara baik oleh Abu Ahalib. Setelah mereka melihat perutusanitu tidak memberikan hasil, datanglah mereka kembali kepada Abu Thalib untuk menyatakan bahwa mereka tidak dapat membiarkan tingkah laku Nabi Muhammad saw. dan ia berkata: “Wahai anaku! Sesungguhnya aku dijumpai oleh pemimpin-pemimpin kaummu. Mereka mengatakan kepadaku supaya aku mencegah kamu melakukan penyiaran Islam dan tidak mencela agama mereka, maka jagalah diriku dan dirimu, janganlah aku dibebani dengan perkara di luar kesanggupanku”.

Mendengar ucapan itu Nabi Muhammad saw. mengira pamannya tidak bersedia lagi melimdunginya. Beliau berkata dengan tegas.
“Demi Allah wahai paman, sekiranya mereka letakan matahari di sebelah kananku, dan bulan di subelah kiriku, dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agamaAllah) sehingga ia tersiar (di muka bumi ini) atau aku akan binasa arenanya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini.”
Sesudah mengucapkan kata-kata itu Nabi Muhammad saw. berpaling seraya menangis. Ketika berpaling hendak pergi itu Abu Thalib memanggil: “Menghadaplah kemari hai anakku!” Nabipun kembali menghadap. Dan berkatalah pamannya: “Pergilah dan katakanlah apa yang kamu kehendaki, demi Allah aku tidak akan menyerahkan kamu karena satu alasan apapun selama-lamanya.”

Ada beberapa faktor yang mendorong orang Quraisy menentang Islam dan kaum Muslimin. Antara lain ialah

Hijrah ke Habsyah (Ethopia)
Setelah orang-orang Quraisy merasa bahwa usaha-usaha mereka untuk melunakan Abu Thalib tidak berhasil, maka mereka melancarkan bermacam-macam gangguan dan penghinaan kepada Nabi dan memperhebat siksaan-siksaan di luar perikemanusiaan terhadap pengikut-pengikut beliau. Akhirnya Nabi tidak tahan melihat penderitaan sahabat-sahabatnya lalu menganjurkan agar mereka hijrah ke Habsyah (Abisina) yang rakyatnya menganut agama Kristen dan Rasul mengetehui bahwa raja Habsyah yaitu Najasyi dikenal adil. Maka berangkatlah rombongan pertama terdiri dari sepuluh orang laki-laki dan empat orang perempuan. Kemudian disusul oleh rombongan-rombongan yang lain hingga mencapai hampir seratus orang. Diantaranya Utsman bin Affan beserta istri bekiau Rukayyah (puteri Nabi), Zuber bin Awwan, Abdurrahman bin ‘Auf, Dja’far bin Abu Thalib dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun kelima sesudah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul (615).

Setibanya di negeri Habsyah mereka mendapat penerimaan dan perlindungan yang baik dari rajanya. Sikap baik yang ditunjukan raja Najasyi membawa kegelisahan orang Quraisy, karenanya mereka mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabiah yang meminta agar mengembalikan orang-orang Mekah yang hijrah itu namun permintaannya ditolak raja.

Sementara itu Rasulullah, tetap tinggal di Mekah, menyeru kaumnya ke dalam Islam walaupun gangguan bertambah sengit. Seorang demi seorang pengikut bertambah. Berkat rahmat Allah masuklah ke dalam agama Islam pada masa ini dua orang pemimpin Qiraisy yang sangat perkasa yakni: Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khathtab. Kedua orang ini pada mulanya penentang Islam yang amat keras. Kehadiran mereka dalam barisan Islam menghidupkan semangat kaum Muslimin, karena mereka akhirnya menjadi benteng Islam. Masuknya Umar ke dalam Islam itu menimbulkan kejengkelan dan reaksi yang kuat dipihak Quraisy. Oleh sebab itu mereka memperhebat usaha-usaha mereka untuk melumpuhkan gerakan Nabi Muhammad saw.

Pemboikotan Terhadap Bani Hasyim dan Bani Maththalib
Sesudah orang Quraisy melihat, bahwa segala jalan yang mereka tempuh untuk memadamkan Da’wah Nabi Muhammad SAW tidak memberi hasil, karena Bani Muththalib dua keluarga besar Nabi Muhammad saw., baik yang sudah Islam maupun yang belum tetap melindungi beliau, maka mereka mencari taktik baru untuk melumpuhkan kekuatan Islam itu. Mereka mengadakan pertemuan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib ialah dengan jalan memutuskan segala perhubungan: hubungan perkawinan, jual beli, ziarah menjiarahi dan lain-lain. Keputusan mereka itu ditulis diatas kertas dan digantungkan di Ka’bah.

Dengan adanya pemboikotan umum ini, maka Nabi Muhammad saw. dan orang-orang Islam serta keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib, terpaksa menyingkir dan menyelamatkan diri ke puar kota Mekah. Selama tiga tahun lamanya menderita kemiskinan dan kesengsaraan. Banyak juga diantara kaum Quraisy yang merasa sedih akan nasib yang dialami keluarga Nabi itu. Dengan sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari, mereka mengirim makanan dan keperluan lainnya kepada kaum kerabat mereka yang terasing di luar kota. Seperti yang dilakukan Hidyam bin Amr. Akhirnya bangkitlah beberapa pemuka-pemuka Quraisy menghentikan pemboikotan itu dan merobek-robek kertas pengumuman di atas Ka’bah itu. Dengan itu pulihlah kembali hubungan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan orang Quraisy. Akan tetapi nasib pengikut Nabi bukanlah menjadi baik bahkan orang-orang Quraisy lebih meningkatkan sikap permusuhan mereka.

Nabi Mengalami Tahun Kesedihan
Belum lagi sembuh kesedihan yang dirasakan Nabi Muhammad saw. akibat pemboikotan umum itu, tibalah pula musibah yang besar menimpa dirinya, yaitu wafatnya paman beliau Abu Thalib. Tidak berapa lama kemudian disusul oleh isterinya Sitti Khadijah. Kedua macam musibah terjadi pada tahun ke 10 dari masa Kenabian. Tahun ini disebut “Amul huzni” (tahun kesedihan), di saat permusuhan Quraisy terhadap beliau sedang menjadi-jadi. Mereka mulai berani menyakiti badan Nabi. Akan tetapi segala macam musibah dan penganiyaan itu tidaklah mengendorkan demangat perjuangan mereka.

Sesudah beliau melihat mereka bahwa, Mekah tidak lagi sesuai menjadi pusat da’wah Islam, maka beliau berda’wah ke luar kota Mekah. Negeri yang dituju ialah Thaif daerah kabilah Tsaqif. Beliau menjumpai pemuka-pemuka kabilah itu dan diajaknya mereka kepada Islam. Ajaran Nabi ditolak mereka dengan kasar. Nabi diusir, disorski dan dikejar-kejar sambil dilempari dengan batu sampai berlindung di kebun Urba dan Syaida (anak rabi’a). Nabi terpaksa kembali ke Mekah menuju Baitullah. Disitu beliau tawaf dan sujud berdoa, semogaAllah SWT mengampuni kaumnya dan memberi kekuatan padanya untuk melanjutkan risalah Tuhannya.

Nabi Muhammad saw. Menjalani Isra’ dan Mi’raj
Disaat-saat menghadapi ujian yang sangat besar dan tingkat perjuangan sudah pada puncaknya ini, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan yang dialami beliau dengan pengikut-pengikut beliau semakin hebat, maka Nabi Muhammad saw. diperintahkan oleh Allah SWT menjalani Isra’ dan Mi’raj dari Mekah ke Baitul Maqdis di Palestina, terus naik ke langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha. Di stulah beliau menerima perintah langsung dari Allah tentang shalat lima waktu. Hikmah Allah memerintahkan Isra’ dan Mi’raj kepada Nabi dalam perjalanan satu malam itu, adalah untuk lebih menambah kekuatan iman dan keyakinan beliau sebagai Rasul, yang diutus Allah ke tengah-tengah umat manusia, untuk membawa risalah-Nya. Dengan demikian akan bertambahlah kekuatan batin sewaktu menerima cobaan dan musibah serta siksaan yang bagaimanapun juga besarnya, dalam memperjuangkan cita-cita luhur, mengajak seluruh umat manusia kepada agama Islam.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke 11 sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Kejadian Isra’ Mi’raj ini, di samping memberikan kekuatan batin kepada Nabi Muhammad SAW dalam perjuangan menegakan agama Allah, juga menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri, apakah mereka beriman dan percaya kepada kejadian yang menta’jubkan dan di luar akal manusia itu, yaitu perjalanan yang beratus-ratus mil serta menembus tujuh lapis langit dan hanya ditempuh dalam satu malam saja.

Orang Yatsrib Masuk Islam
Pada waktu musim haji tiba, datanglah ke Mekah kabilah-kabilah Arah dari segala penjuru tanah Arab. Diantara mereka itu, jemaah Khazraj dari Yatsrib. Sebagaimana biasanya setiap musim haji, Nabi Muhammad saw. menyampaikan seruan Islam kepada kabilah-kabilah yang sedang melakukan haji. Kali ini beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka sudah mempunyai pengertian tentang agama ketuhanan, dan kerap kali mendengar dari orang Yahudi di negeri mereka, tentang akan lahirnya seorang Nabi pada waktu dekat.

Segeralah mereka mencurahkan perhatian kepada da’wah yang disampaikan Nabi kepada Mereka itu. Pada itu juga mereka langsung beriman setelah mereka yakin bahwa Muhammad saw. itu yang dinanti-nantikan. Peristiwa ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah Muhammad saw. Orang Khazraj yang masuk Islam ini tidak lebih dari enam orang tapi merekalah yang membuka lembaran baru sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw.

Setibanya mereka di Yastrib dari Mekah, mulailah mereka menyiarkan kepada kaum kerabat mereka, tentang kebangkitan Nabi akhir zaman, Muhammad SAW yang berada di Mekah. Berkat kegiatan mereka, hampir setiap rumah di Madinah, sudah mendengar dan membicarakan tentang Nabi Muhammad saw.

Pada tahun kedua belas sesudah kenabian, datanglah ke Mekah di musim haji 12 orang laki-laki dan seorang wanita penduduk Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah secara rahasia di Aqabah. Di tempat inilah mereka mengadakan bai’at (perjanjian) atas dasar Islam dengan Nabi. Bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berzina, membunuh anak-anak, fitnah memfitnah dan tidak akan mendurhakai Muhammad saw. Perjanjian ini dalam sejarah dinamakan Bai’aitul Aqabatil Ula (Perjanjian Aqabah yang pertama), karena dilangsungkan di ‘Aqabah untuk pertama kalinya. Dinamakan pula Bai atun Nisaa’ (Perjanjian Wanita) karena dalam bai’at itu ikut seorang wanita bernama ‘Afra binti ‘Abid bin Tsa’labah.

Sesudah selesai pembai’atan ini, Rasulullah mengirim Mush’ab bin Umair bersama mereka ke Yatsrib untuk mengajarkan Al Qur’an dan agama Islam. Maka, agama Islam pun tersebar kesetiap rumah dan keluarga penduduk Yatsrib, kecuali beberapa keluarga kecil orang Aus.

Pada tahun ketiga belas dari kenabian, berangkatlah serombongan kaum Muslimin dari Yatsrib ke Mekah untuk mengerjakan haji. Orang-orang Islam itu mengundang Rasul agar mengadakan pertemuan dengan mereka di ‘Aqabah pada hari tasyriq. Sesudah selesai melakukan upacara haji, keluarlah orang-orang Islam dari perkemahan mereka menuju ‘Aqabah secara sembunyi-sembunyi pada waktu tengah malam. Di tempat itulah mereka berkumpul manunggu Nabi. Jumlah mereka 73 orang laki-laki dan 2 orang wanita, Rasulullah pun datang didampingi oleh Abbas, paman beliau, yang di masa itu madih belum menganut agama Islam.

Hijrah ke Yatsrib
Tatkala Nabi Muhammad saw. melihat tanda-tanda baik pada perkembangan Islam di Yatsrib itu, disuruhnyalah para sahabat-sahabatnya berpindah ke sana. Berkata Rasul kepada sahabat-sahabatnya itu : “Sesungguhnya Allah Azza Wajzalla telah menjadikan orang-orang Yatsrib sebagai saudara-saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat yang aman bagimu”.

Orang-orang Quraisy sangat terperanjat setelah mengetahui perkembangan Islam di Yatsrib itu. Mereka merasa khawatir jika Nabi Muhammad saw. berkuasa di Yatsrib itu. Maka bersidanglah pemuka-pemuka Quraisy di Daarum Nadwah untuk merencanakan tindakan apakah yang akan diambil terhadap Nabi, akhirnya mereka memutuskan bahwa Nabi Muhammad saw. harus dibunuh, demi keselamatan masa depan mereka. Untuk melaksanakan pembunuhan ini, setiap suku Quraisy mengirimkan seorang pemuda pilihan. Dengan demikian, bilamana Nabi Muhammad saw. berhasil dibunuh, keluarganya tidak akan mampu menuntut bela kepada seluruh suku.

Rencana keji kaum Quraisy ini telah diketahui oleh Nabi Muhammad saw. dan beliau diperintahkan oleh Allah SWT, agar segera pindah ke Yatsrib. Hal ini, beliau beritahukan kepada sahabatnya Abu Bakar. Abu Bakar minta kepada Nabi supaya diizinkan menemani beliau dalam perjalanan yang bersejarah ini. Nabi setuju, lalu Abu Bakar menyediakan persiapan untuk perjalanan ini.

Pada malam hari waktu pemuda-pemuda Quraisy sedang mengepung rumah Nabi dan siap akan membunuh beliau. Rasulullah berkemas-kemas untuk meninggalkan rumah. Ali bin Abi Thalib, disuruh menempati tempat tidur beliau supaya orang-orang Quraisy mengira beliau masih tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau kepada pemiliknya masing-masing. Kemudian dengan diam-diam beliau keluar dari rumah. Dilihatnya pemuda-pemuda yang mengepung rumah beliau sedamg tertidur, tak sadarkan diri. “Alangkah kejinya mukamu” kata Rasulullah SAW seraya meletakan pasir di atas kepala mereka. Dengan sembunyi-sembunyi beliau pergi menuju rumah Abu Bakar. Kemudian mereka berdua keluar dari pintu kecil dibelakang rumah, dengan menaiki untu yang sudah disiapkan oleh Abu Bakar, menuju sebuah gua di bukit Tsuur sebelah selatan kota Mekah, lalu mereka bersembunyi dalam gua itu.

Setelah algojo-algojo itu mengetahui, bahwa Nabi tidak ada di rumah dan terlepas dari kepungan mereka, maka mereka menjelajahi seluruh kota untuk mencari Nabi, tetapi tidak juga bertemu. Akhirnya mereka sampai juga di gua Tsuur, tempat Nabi dan Abu Bakar bersembunyi. Tetapi dengan perlindungan Allah, di muka gua itu terdapat sarang labah-labah berlapis-berlapis, seolah-olah terjadinya telah lama sebelum Nabi dan Abu Bakar masuk ke dalamnya. Melihat keadaan yang demikian, pemuda Quraisy itu sedikitpun tidak menaruh curiga. Setelah tiga hari lamanya mereka bersembunyi dalam gua itu dan keadaan sudah dirasakan aman, maka Nabi dan Abu Bakar (dengan petunjuk jalan Abdullah bin Uraiqit) barulah meneruskan perjalanan menyusur pantai Laut Merah, dan Ali bin Abi Thalib menyusul kemudian.

Yatsrib menjadi Madinatun Nabiy
Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan amat panas, akhirnya pada hari Senin tanggal 8 Rabi’ulawal tahun 1 Hijrah, tibalah Nabi Muhammad SAW di Quba, sebuah tempat kira-kira sepuluh kilo meter jauhnya dari Yatsrib. Selama empat hari beristirahat. Nabi mendirikan sebuah Mesjid, yaitu Mesjid Quba’. Inilah mesjid yang pertama kali didirikan dalam sejarah Islam.

Pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ulawal tahun 1 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 24 September tahun 622 M. Nabi, Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib memasuki kota Yatsrib, dengan mendapat sambutan yang hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat dari penduduknya. Pada hari itu juga, Nabi mengadakan shalat Jum’at yang pertama kali dalam sejarah Islam, dan beliaupun berkhutbah di hadapan kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar). Sejak ini Yatsrib beroleh namanya menjadi Madinatun Nabiy artinya “Kota Nabi” selanjutnya disebut Madinah.

Setelah menetap di Madinah, barulah Nabi memulai rencana mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan tekanan, mempertalikan hubungan kekeluargaan antara Anshar dan Muhajirin dengan orang-orang yang bukan Islam, dan menyusun siasat, ekonomi, sosial serta dasar-dasar Daulah Islamiyah.

Dalam usaha membentuk masyarakat Islam di Madinah ini, sekaligus beliau berjuang pula memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam yang dibina itu dari rongrongan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Dengan demikian gerak perjuangan Nabi di Madinah ini bersifat dua segi. Pertama, membina masyarakat Islam. Kedua, memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam itu. Terbukti kemudian dari Madinah inilah Islam memperoleh kemenangan di seluruh jazirah Arab.

Tugas Nabi Muhammad saw. Selesai
Ketika para utusan kabilah-kabilah Arab datang menghadap Nabi untuk menjadi pemeluk agama Islam kemudian disusul dengan turunnya surat (110) An Nashr yang menggambarkan kedatangan utusan-utusan itu serta menyuruh Nabi memohonkan ampun untuk mereka, maka terasalah oleh beliau bahwa tugasnya hampir selesai. Karena merasa pekerjaannya telah hampir pada akhirnya, beliau berniat untuk melakukan Haji wada’ (Haji penghabisan) ke Mekah.

Pada tanggal 2 Zulqaedah tahun ke 10 H, Rasulullah meninggalkan Madinah menuju Mekah dengan kaum Muslimin yang ikut mengerjakan haji kira-kira 100.000 orang.
Sebelum menyelesaikan upacara haji, Rasulullah saw. mengucapkan sebuah pidato amanat yang bernilai dihadapan kaum Muslimin dibukit ‘Arafah pada tanggal 8 Zulhijah 10 H, bersamaan dengan 7 Maret 632 Masehi. Setelah selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi pun kembali ke Madinah.

Kira-kira tiga bulan sesudah mengerjakan haji wada’ itu, Nabi menderita demam beberapa hari, sehingga tak dapat mengimami shalat jamaah, maka disuruhnyalah Abu Bakar menggantikan beliau menjadi imam.
Pada tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun 11 Hijriyah bertepatan dengan 9 Juni 632 Masehi. Nabi Muhammad saw. kembali ke hadirat Allah SWT, dalam usia 63 tahun. Inna lillahi wainna ilaihi raaji’un. Dua puluh tiga tahun lamanya, sejak beliau diangkat menjadi Rasul Allah, berjuang tak mengenal lelah dan derita untuk menegakan agama Islam.

Nabi Muhammad saw. telah wafat, telah meninggalkan umatnya; tak ada harta benda yang berarti yang akan diwariskan kepada anak isterinya, tetapi beliau meninggalkan dua buah pusakayang diwariskannya kepada seluruh umatnya, Sabdanya :
“Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka), taklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”.
Demikianlah selintas kisah manusia pilihan yang termasuk tokoh nomor satu di antara seratus tokoh dunia paling berpengaruh.

Kharismanya hingga detik ini tetap berkibar. Jutaan dan miliaran orang setiap hari dengan tak’zim bersalawat kepada beliau dalam setiap do’a dan shalat mereka.

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala ali wa ashabihi ajma’in.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar