Rabu, 17 November 2010

Blok Timur Pernah Bikin Indonesia Disegani

MiG-17 Fresco AURI. (Kredit foto: Kuwadhial, Jateng)

18 November 2010 -- Pada awal dekade 1960-an Perang Dingin sedang memanas. Di tengah kekacauan tersebut, Indonesia bisa mempertahankan posisi netral. Bahkan Blok Barat dan Timur berlomba-lomba memasok senjata kepada pemerintahan Soekarno demi mendapat simpati.

Ketika itu Indonesia sedang menghadapi kampanye dekolonisasi untuk merebut Irian Barat dari Belanda. AS dan Uni Soviet berlomba-lomba merebut hati Indonesia. Walhasil TNI pun memiliki pasokan senjata canggih pada zamannya dan menjadi salah satu kekuatan utama di bumi selatan.

Misalnya, ada kapal selam dari Rusia, kapal penjelajah KRI Irian, pesawat strato-bomber TU-16, Ilyushin, hingga pesawat tempur Mig 21. AS memasok pesawat-pesawat transportasi seperti C-130 Hercules. Inggris pun memasok pesawat intai Gannet yang membuat Belanda murka. Sebagai sesama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Belanda merasa dikhianati oleh Inggris.

Singkatnya, negara tetangga, termasuk Australia, pun enggan berurusan dalam konflik terbuka dengan Indonesia. Pada satu kesempatan satuan bomber TNI AU pernah mengedrop sampah-sampah dengan merek barang buatan Indonesia di atas Benua Australia sebagai penangkal agar Australia tidak ikut campur mendukung Belanda dalam persoalan Papua. ”Itu sebagai peringatan. Sampah saja kita bisa drop, apalagi bom,” kata seorang purnawirawan TNI-AU dalam satu kesempatan.

Saat bersikap netral, postur pertahanan Republik Indonesia pun menjadi kuat.

Kemunduran Orde Baru

Situasi berubah drastis seiring dengan munculnya rezim Orde Baru. Indonesia secara tak resmi menjadi bagian dari Blok Barat. Praktis semua kebutuhan persenjataan pun mengandalkan pasokan AS, Inggris, dan sekutu.

Pesawat-pesawat asal Blok Timur pun tak bisa dipakai karena pasokan suku cadang dan senjata baru terhenti pada awal tahun 1970-an.

Indonesia melengkapi diri dengan arsenal buatan Blok Barat. Namun, Indonesia tak memiliki keleluasaan dalam menggunakan peralatan senjata itu. Saat rangkaian operasi militer di Timor Timur berlangsung, AS langsung menjatuhkan embargo atas sejumlah peralatan TNI.

Laksamana Pertama (Purn) Hussein Ibrahim, yang aktif di Departemen Pertahanan semasa kepemimpinan Jenderal Edi Sudrajat (almarhum), mengisahkan, pembelian senjata dari Blok Timur tidak mengenakan persyaratan yang memberatkan.

”Sebagian senjata selalu ditawarkan agar dapat dibuat dengan lisensi lokal di Indonesia. Mereka juga tidak melarang jika senjata tersebut digunakan dalam konflik melawan kepentingan Blok Timur,” kata Hussein.

Pada awal tahun 1990-an, setelah Perang Dingin berakhir, barulah TNI kembali membeli persenjataan dari Rusia. Salah satu arsenal yang dibeli adalah varian tank-tank BTR yang kini digunakan Marinir TNI AL.

Kondisi itu sungguh kontras jika kita bandingkan dengan penggunaan tank-tank Scorpion buatan Inggris dalam Darurat Militer di Aceh tahun 2003. Ketika itu Inggris memprotes penggunaan tank-tank Scorpion.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro seusai seminar ASEAN Defense Minister Meeting (ADMM) di Kementerian Pertahanan, Senin (15/11), menegaskan, strategi pertahanan Indonesia berpegang pada prinsip bebas dan aktif.

”Kita sedang menyiapkan pembangunan kapal selam dan kapal perang dengan mitra asing. Demikian pula rencana kerja sama pasukan khusus dengan pasukan China. Prinsip bebas dan aktif kini kita kedepankan,” kata Purnomo menjelaskan rencana pembuatan kapal selam dan kapal perang dengan salah satu negara Blok Timur.

Bersikap netral dan didekati negara-negara kuat memang menjadi solusi bijak strategi pertahanan Indonesia, tetapi independensi harus dijaga.

Aero Expo ITB 2010: Open Hangar MiG-21, Menilik Kembali Warisan Dirgantara Indonesia

Open Hangar MiG-21 turut memeriahkan Aero Expo ITB 2010. Beberapa orang mungkin masih asing mengenai MiG-21. Namun dengan adanya acara Open Hangar MiG-21, pengunjung yang datang bisa tahu sejarah kepemilikan pesawat buatan Rusia ini. Open Hangar MiG-21 berlangsung selama Aero Expo ITB 2010 pada Jumat-Sabtu (29-30/10/10).

Pada Open Hangar ini pengunjung yang datang akan memperoleh penjelasan mengenai sejarah pesawat MiG-21, cara menerbangkan pesawat, dan komponen-komponen dalam pesawat ini. "Selain itu, pengunjung bisa juga duduk di kokpit pesawat MiG-21 untuk merasakan bagaimana menjadi pilot sehari," ujar Dea panitia Aero Expo 2010.

Ketua Aero Expo 2010 Saladin Siregar berharap, "Open Hangar dapat menumbuhkan cinta bangsa Indonesia terhadap dunia penerbangan sehingga bisa terus maju." Selain itu, agar masyarakat khususnya generasi muda mengetahui pada masa Presiden Soekarno, Indonesia pernah memiliki pesawat yang canggih pada masa itu, tambahnya.

Sekilas Sejarah Pesawat MiG-21

Fatwa, panitia Open Hangar ITB, menuturkan, "Pesawat MiG-21 meruapakan pesawat buatan Rusia tahun 1959. Pada tahun 1962 Indonesia mampu membeli 20 unit pesawat tempur jenis ini." Saat itu pesawat ini sangat diminati. Penjualannya bahkan menembus angka 15.000 unit di seluruh dunia, ungkapnya.

MiG-21 di ITB kini jadi alat peraga untuk perkuliahan sistem dasar pesawat udara. Dari pesawat itu mahasiswa teknik penerbangan ITB dapat mempelajari sistem kendali hydro-mekanikal, sistem elektrik, sistem roda pendarat, sistem propulsi, dan sistem avionika. Saat ini pesawat karya duo Mikoyan-Gurevich ini hanya tersisa tiga unit di Indonesia, yakni terdapat di Museum Dirgantara Jakarta, Museum Dirgantara Bandung, dan di ITB.

KOMPAS/ITB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar