Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kedua kiri), dan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso (kedua kanan), menghadiri rapat kerja dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/6). Rapat tersebut antara lain membahas sejumlah masalah aktual terkait dengan tugas dan wewenang Menhan dan Panglima TNI. (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/ed/10)
15 Juni 2010, Jakarta -- Komisi I DPR mendukung prinsip kerjasama di bidang pertahanan antara Republik Indonesia dengan negara lain, termasuk dengan Amerika Serikat, sepanjang searah dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia dengan diiringi prinsip kesetaraan, kepentingan bersama kedua negara, dan saling menghormati.
Demikian salah satu butir kesimpulan rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI yang dipimpin Kemal Azis Stamboel (F-PKS), didampingi Agus Gumiwang Kartasasmita (F-PG), Hayono Isman (F-PD), dan TB. Hasanuddin (F-PDIP) di Nusantara II, Senin (14/6).
Tjahjo Kumolo (F-PDIP) pada kesempatan itu, mendorong pemerintah untuk segera mempersiapkan pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional, dalam rangka meletakkan dasar-dasar bagi penyelenggaraan keamanan dan penyelenggaraan pertahanan nasional.
Lebih lanjut, Ramadhan Pohan (F-PD) menanyakan perkembangan masalah revitalisasi industri pertahanan, khususnya kerja sama kita dengan China. Ia pun meminta agak pihak DPR dilibatkan dalam kerjasama pertahanan.
Sementara itu dalam upaya memerangi tindak terorisme, Tri Tamtomo (F-PDIP) minta pemerintah untuk segera mempersiapkan payung hukum bagi sinergi dan perlibatan berbagai satuan anti terror yang terdapat di jajaran TNI dan POLRI. Hal ini ditujukan agar tercipta efisiensi dan koordinasi yang baik dalam menghadapi aksi terorisme.
Menanggapi pernyataan anggota, Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mewakili Kementerian Pertahanan menyambut baik, permintaan agar revitalisasi kerja sama militer dengan China segera dilaksanakan.
Namun, untuk mempercepat revitalisasi kerja sama militer dengan negeri tirai bambu tersebut, diperlukan ratifikasi Defence Cooperation Agreement (DCA). “Jadi DCA-nya ratifikasi, DCA dengan China bisa dipercepat juga,” ujar Purnomo.
Dalam hal kerjasama pertahanan dan militer, Pemerintah Indonesia menyatakan tidak akan mengemis pada Amerika Serikat, khususnya pemulihan kerja sama pasukan khusus kedua negara. Kementerian Pertahanan RI dan TNI menegaskan tidak mau mengiba-iba agar kerja sama (pasukan khusus) itu dibuka kembali oleh pihak AS.
"Latihan (Kopassus) itu tidak ada urgensinya. Sebenarnya kerja sama antarmiliter Indonesia-AS terus berjalan sejak 2001 saat embargo ke kita diangkat," ujar Purnomo.
Melalui forum itu, kata dia, hubungan antarkedua negara sebetulnya tidak pernah bermasalah. Meski hubungan militer RI-AS telah berjalan normal secara umum, Indonesia tidak ingin mengukuhkan bentuk kerja sama itu melalui payung hukum "Defence Cooperation Agreement" (DCA). Menhan Purnomo tidak ingin menandatangani DCA jika Indonesia tidak diposisikan setara dengan AS.
"Enggak pernah ada yang mempersoalkan kok, saya sering ketemu militer dan perwakilan pemerintah AS, mereka tidak pernah menyoalkan Kopassus. Kalau pun Kopassus tidak bisa latihan dengan pasukan khusus militer AS, kan tetap bisa latihan dengan pasukan khusus Australia, kemarin kita baru latihan bersama di Perth," katanya mengungkapkan.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan kerja sama militer antarkedua negara semakin kerap dilakukan setelah 2008. Namun memang diakui untuk Kopassus, kerja sama latihan masih belum terealisasi meski sejumlah petinggi militer dan pemerintahan AS menunjukkan keinginan mereka membuka kembali kerja sama dengan Kopassus. "Mudah-mudahan berhasil. Memang masih ada hambatan di kongres sana. Namun, kami tidak mau mengemis-ngemis," kata Djoko menandaskan.
DPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar