Jumat, 25 Juni 2010

TNI, Butuh Naik Gaji atau Hak Pilih?


25 Juni 2010, Jakarta -- Wacana pemulihan hak pilih bagi anggota TNI yang dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus dikritik. Pengamat tata negara, Irman Putra Sidin, berpandangan, lontaran wacana itu tak menunjukkan sensitivitas atas kebutuhan TNI sendiri.

Menurutnya, apa yang dibutuhkan para prajurit TNI bukanlah pengembalian hak pilihnya. Lebih penting dari itu, para prajurit butuh perbaikan kesejahteraan.

"Wacana ini kan wacana berulang. Negara ini tidak berpikir apa kebutuhan tentara. Tentara tidak butuh hak pilih, tapi gajinya dinaikin. Daripada pegawai pajak saja yang gajinya dinaikin. Tentara itu tidak pusing dengan hak pilih. Kalau ditanya ke prajurit, pasti mereka milih naik gaji, uang lauk-pauk," kata Irman saat mengisi diskusi "Menyoal Hak Pilih TNI" di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/6/2010).

Irman mengatakan, TNI baru bisa dilibatkan secara aktif dalam ranah politik praktis setelah negara benar-benar menerapkan politik konstitusional.

"Kalau politik kita masuk ke dalam politik konstitusi, baru tentara bisa masuk. Tapi kehidupan politik kita masih kehidupan politik prostitusi. Biarkan saja TNI memperbaiki dirinya. Mengubah sistem harus karena ada kebutuhan. Jangan mengubah sistem untuk memanfaatkan kekuatan," katanya.

Selama 10 tahun pasca-Reformasi, TNI dinilai sebagai institusi yang berhasil melakukan reformasi di tubuh lembaganya. Ia berharap stabilitas dan independensi yang dibangun TNI saat ini tidak dirusak dan dipecah belah dengan menariknya ke dunia politik.

KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar