Minggu, 20 Juni 2010

DPR Tunggu TNI


21 Juni 2010, Jakarta -- Komisi II (Pemerintahan Dalam Negeri) Dewan Perwakilan Rakyat bisa saja membahas kemungkinan prajurit Tentara Nasional Indonesia ikut dalam pemilu pada pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Persyaratannya, TNI lebih dahulu melakukan pengkajian internal tentang kesiapannya untuk memiliki hak pilih. ”Saya tak melihat bahayanya dan ini adalah apresiasi kita terhadap keberhasilan reformasi dalam tubuh TNI,” kata Abdul Malik H, anggota Komisi II DPR (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) di Jakarta, Minggu (20/6).

Secara terpisah, Minggu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Agoes Poernomo, juga berpendapat, sudah saatnya hak pilih prajurit TNI pada pemilu mendatang dikembalikan. Selain untuk memenuhi konstitusi, hak pilih bagi TNI itu perlu diberikan karena profesionalitas tentara kini sudah teruji.

”Bagi PKS, tidak masalah jika TNI diperbolehkan menggunakan hak pilihnya,” katanya.

Sebelumnya, Jumat di Istana Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan, hak politik prajurit TNI tak boleh dikebiri. Namun, keputusan apakah anggota TNI bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 atau tidak akan ditentukan dalam pembahasan revisi UU Pemilu oleh DPR bersama pemerintah. Presiden memahami adanya kekhawatiran pada masa lalu apabila anggota TNI turut memilih akan terjadi perpecahan di antara tentara yang bersenjata.

Belum ada inisiatif

Sebaliknya, Minggu di Jakarta, anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, mengakui, ia belum melihat adanya inisiatif dalam DPR untuk membahas pemberian hak pilih kepada prajurit TNI. Dari wacana yang ada, seharusnya hal ini ditanyakan dahulu kepada TNI. ”Apakah TNI siap? Kalau mereka ada jawaban, baru kita tanyakan kepada rakyat, dalam hal ini dibahas di DPR,” katanya.

Menurut Ganjar, TNI sebaiknya lebih dahulu mempertahankan soliditasnya. Kalau dalam tubuh TNI belum siap menerima perbedaan, dikhawatirkan muncul persoalan sebab dalam satu korps ada individu yang memilih partai berbeda. Di sisi lain, partai politik memiliki intensi untuk menarik TNI masuk dalam politik praktis.

Abdul Malik menuturkan, TNI saat ini berbeda dengan saat Orde Baru berkuasa. TNI saat ini lebih berkonsentrasi pada ranah profesional sehingga bisa dikembalikan lagi hak pilihnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Syaifuddin menuturkan, memberikan hak pilih kepada TNI dan Polri pada Pemilu 2014 lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar