Sabtu, 06 Maret 2010

TNI tidak Punya lagi Pesawat Penghalau

Pembelian Super Tucano dipermasalahkan oleh DPR. (Foto: Embraer)

05 Maret 2010, Jakarta -- Satu skuadron pesawat jenis OV-10 yang digunakan TNI AU untuk menghalau kekacauan (counter insurgency) telah habis masa pakainya sejak dua tahun lalu. Pemerintah mau tak mau harus mengadakan pengganti pesawat tersebut untuk mengisi kekosongan.

Hal ini disampaikan oleh Dirjen Ranahan Laksda Gunadi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/3).

"Kredit ekspor ini kejelekannya memakan waktu lama, 31 bulan baru selesai. OV-10 ini sudah dipakai sejak perang Vietnam. Jadi, dari tahun 60-an sudah dipakai. Sekarang sudah dikandangkan semua. Sudah dari dua tahun yang lalu, meski secara berangsur-angsur. Sekarang tidak ada lagi," ujar Gunadi.

Pesawat OV-10 Bronco mampu melaksanakan manuver dengan kecepatan tinggi dan rendah serta dapat take off dan landing pada landasan yang pendek. Perannya sementara hanya digantikan jenis pesawat patroli jenis CN 235, CN 212, dan Boeing yang tidak mampu menggantikan posisi OV10 sepenuhnya. Pasalnya, pesawat patroli maritim tak bisa digunakan untuk penyerangan darat (ground attack).

"Kita masih punya pesawat patroli seperti boeing jenis maritime patrol. Ada juga CN 235, CN 212. Tapi, itu beda dengan OV-10 yang counter insurgency. Mereka tidak ada senjata, sementara OV-10 bisa ground attack," jelasnya.

Ia mengaku kaget jika DPR sudah mengumumkan penolakan atas pengadaan pesawat pengganti OV-10 yang disebut-sebut akan diganti dengan Super Tucano buatan Brazil. Pasalnya, proses pengadaan sedang pemrosesan di TNI AU setelah sebelumnya ditetapkan dalam tahap pembahasan di tingkat dewan kebijakan penentuan alut dan alutsista TNI di Mabes TNI, belum sampai ke Kementerian Pertahanan. Wanjaktu juga menetapkan alokasi pinjaman pemerintah sebesar US$ 142 juta.

TNI AU sendiri telah menilai pada beberapa alternatif pesawat serupa yaitu L159A (ceko), M346 (Italia), K8P (China), EMB-314 (Brazil) dan KO-1B (Korea).

"Yang tahu persis spektek yang dibutuhkan itu adalah pengguna. Kami sendiri tidak berani mengubah yang diusulkan angkatan. Nanti Mabes TNI yang mensinkronkan apa bisa diterapkan di angkatan. Proses pemilihannya tergantung mana yang diberi nilai tertinggi," tukasnya.

MEDIA INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar