KRI Cakra salah satu dari dua kapal selam yang dimiliki TNI AL. (Foto: Sinar Harapan)
16 Januari 2010, Jakarta -- Pengadaan kapal selam oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dikaji dari awal lagi. Alasannya, selain adanya prioritas anggaran pada kesejahteraan prajurit, juga ada beberapa perubahan dalam spesifikasi teknis yang diajukan TNI AL.
Demikian disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Agus Suhartono dan Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Eris Herryanto di Jakarta, Jumat (15/1), seusai peluncuran buku Mission Accomplished-Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa karya Atmadji Sumarkidjo.
”Kapal selam tetap diadakan, tahun 2014 diharapkan sudah selesai,” kata Agus Suhartono.
Ia menyampaikan, kapal selam adalah senjata strategis yang memberikan dampak politis dan penangkalan. Sebagaimana rencana sebelumnya, pada 2014 diharapkan akan ada dua kapal selam baru. Dengan demikian, pada 2010 ini kontrak direncanakan untuk ditandatangani dan pembangunan yang memakan waktu tiga tahun bisa dimulai tahun 2011.
”Kita proses lagi pengadaannya dari awal mulai dari kebutuhan operasi dan spesifikasinya kita tata ulang,” kata Agus.
Menyelam lebih lama
Menurut Agus, salah satu spesifikasi yang diinginkan adalah kemampuan menyelam yang lebih lama, yaitu minimal 2 minggu. Kemampuan ini belum dimiliki oleh kapal selam yang kita miliki saat ini.
Beberapa pilihan yang sempat dibuat beberapa waktu lalu juga dianggap kurang memikirkan hal itu. Padahal, menurut Agus, ini merupakan salah satu hal yang paling penting. ”Itu kemampuan yang paling utama. Kalau kapal selam muncul setiap hari, ya ketahuan, dong,” katanya.
Oleh karena perkembangan tersebut, TNI AL ingin meluaskan pilihan dari yang selama ini pernah disebut-sebut.
Berdasarkan catatan Kompas, Indonesia memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.
Beberapa waktu lalu, sempat disebut-sebut kapal selam Jerman kelas U 214/U-212/U209 yang dibuat Korea Selatan dan Kelas Kilo buatan Rusia sebagai calon kuat yang akan dibeli Pemerintah Indonesia.
”Kita meluaskan pilihan dari itu. Akan tetapi, mbahnya kapal selam kan sekitar Jerman dan Rusia atau Korea yang punya kemampuan dengan lisensi Jerman saja,” kata Agus.
Eris Herryanto mengakui adanya proses pengkajian dari awal ini. Menurut dia, saat pembukaan seminar revitalisasi industri pertahanan Desember 2009, Presiden Yudhoyono menekankan anggaran pada kesejahteraan prajurit dulu.
”Itu salah satu faktor yang membuat adanya pengkajian kembali,” kata Eris.
Penyebab lain adalah berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan TNI AL. Adanya perkembangan teknologi membuat TNI AL beberapa kali melakukan perubahan kebijakan.
Hal lain, juga ada kebijakan baru dari pemerintah untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak tersedia di dalam negeri dan harus dibeli dari luar harus mengikutsertakan industri dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk proses transfer teknologi.
Eris membantah adanya beberapa pilihan sebelumnya. Menurut dia, pilihan-pilihan masih terbuka dan semuanya masih dalam proses. Dana yang dianggarkan untuk pembelian dua kapal selam ini adalah 700 juta dollar AS.
”Belum tentu tahun ini kontrak ditandatangani,” katanya.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar