Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memotong rangkaian bunga tanda resminya penyerahan 33 unit panser. (Foto: detikFoto/Angga Aliya ZRF)
13 Januari 2010, Bandung -- PT Pindad (Persero) termasuk salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini mampu menyumbangkan keuntungan bagi negara. BUMN yang memproduksi alat utama sistem persenjataan (alustsista) itu menargetkan keuntungan bersih Rp 1 triliun.
Direktur Utama PT Pindad (Persero), Adik Avianto Soedarsono, Rabu (13/1/2010) di Bandung, mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya itu terus untung dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2008, Pindad meraup untung Rp 6 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 20 miliar pada tahun 2009.
"Penjualan alutsista juga meningkat dari tahun 2008 ke tahun 2009. Pada tahun 2008, dari penjualan alutsista saja kami meraih Rp 590 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 900 miliar pada tahun 2009," katanya di sela-sela penyerahan 33 unit panser APS (6x6) kepada Departemen Pertahanan.
Enggartiasto Lukito Usulkan Pindad di Bawah Kemenhan
Anggota Komisi I DPR Enggartiasto Lukito mengusulkan keberadaan BUMN produsen senjata seperti Pindad, PAL dan PT Dirgantara Indonesia secara operasional berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
“Ke depan, pertahanan kita akan lebih banyak menggunakan produksi dalam negeri karena keterbatasan anggaran. Jadi sebaiknya BUMN produsen senjata tersebut berada di bawah Kemenhan agar memudahkan koordinasi,” ucap Enggar kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, contoh serupa terjadi antara Pertamina dengan Kementerian ESDM. Pertamina tidak di bawah Meneg BUMN secara operasional tetapi di bawah ESDM. Demikian juga dengan sejumlah BUMN lain seperti Wijaya Karya atau Hutama Karya. Keduanya secara operasional berada di bawah Kementerian PU, bukan di bawah Meneg BUMN.
Enggar membantah jika Pindad, PAL dan PT DI berada di bawah Kemenhan akan membuka peluang terjadi KKN. Menurut dia, BPK dan BPKP bisa diterjunkan untuk mengaudit keuangan BUMN tersebut.
“Yang susah auditnya adalah jika pemerintah membeli senjata dari luar negeri, BPK sulit memeriksa,” kata mantan Ketua Umum REI dari Fraksi Golkar ini.
Ia menambahkan, jika pemerintah lebih banyak membeli senjata produksi dalam negeri berarti ada uang berputar di sini. Sebaliknya jika membeli senjata produksi luar malah terjadi pelarian modal (capital flight).
KOMPAS.com/POS KOTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar