KRI Diponegoro. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)
23 November 2009, Jakarta -- Ada banyak cerita tentang KRI Diponegoro 365, kapal perang berusia dua tahun atau termuda dengan teknologi canggih Sigma Class Corvettes yang baru saja menuntaskan misi perdamaian PBB di Lebanon.
Cerita mengalir tentang foto bersama gadis-gadis Lebanon yang cantik dan modis hingga 14 awak kapal yang harus berenang mengelilingi KRI Diponegoro di Laut Mediterania sebagai inisiasi atas kenaikan pangkat. ”Gadis-gadis Lebanon itu mungkin yang tercantik di dunia, kalau pria-prianya, yah mari kita cintai produk dalam negeri,” seloroh seorang awak, beberapa saat setelah KRI Diponegoro bersandar di Komando Lintas Laut Militer, Jakarta, Kamis (19/11).
Namun, di balik candaan itu, justru cerita tentang surat dari berbagai angkatan laut dari negara-negara lain yang paling menorehkan tinta emas pada sejarah Angkatan Laut kita. ”... the cooperation with your crew was outstanding and very professional, in some aspects better than with our NATO partners,” begitu surat dari komandan satgas Jerman.
Di tengah kemurungan akan minimnya anggaran untuk alat utama sistem persenjataan, KRI Diponegoro adalah kapal pertama TNI AL yang mendapat kepercayaan untuk ikut misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perdamaian di Lebanon, United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Bahkan, KRI Diponegoro adalah kapal perang pertama dari Asia Tenggara yang diundang untuk masuk dalam Maritime Task Force UNIFIL. KRI Diponegoro yang diawaki 100 orang ini bertugas tanggal 18 April-18 Oktober 2009.
”Awalnya, mereka sempat apriori, lama-lama mereka positif ke kita,” kata Komandan KRI Diponegoro 365 Letkol Laut (P) Arsyad Abdullah. Kesan awal memang negara-negara yang tergabung dalam misi ini merasa khawatir dengan delegasi Indonesia, di antaranya karena hal-hal teknis seperti format komunikasi di mana negara-negara NATO ini memiliki jaringan internal komunikasi sendiri. Selain itu, Satgas Konga XXVIII-A/UNIFIL ini juga belum akrab dengan prosedur misi.
Namun, lama-kelamaan keyakinan itu timbul. KRI Diponegoro sempat dipercaya menjadi komandan taktis selama operasi, seperti Anti Air Warfare Commander dan Electronic Warfare Commander. ”Kita sering melakukan kunjungan dan mereka juga ke sini untuk saling kenal,” kata Kepala Departemen Operasi Kapten (P) Aminuddin Albek.
KRI Diponegoro bertugas sesuai jadwal NATO di laut zona I di depan Lebanon seluas 110 x 48 mil. Bergantian dengan Perancis, Italia, Jerman, Turki, Belgia, dan Yunani, mereka tugas jaga selama 7-10 hari. KRI Diponegoro berada dalam kelompok kapal utama, yang terdiri dari jenis frigates dan corvettes.
Piranti elektronik KRI Diponegoro. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)
Misi perdamaian itu di antaranya untuk mencegah agar tidak ada senjata yang masuk dan keluar Lebanon. Sederhananya, empat kapal misi UNIFIL sedang berpatroli memantau kapal dan pesawat yang masuk ke zona I. Kapal-kapal itu dipanggil dan dicocokkan identitasnya dengan daftar yang ada. KRI Diponegoro bisa dibilang mumpuni dengan sistem radar MW08 yang bisa menghadirkan citra tiga dimensi. Kalaupun terlalu jauh, masih ada helikopter BO 105 yang sempat lima kali memanggil kapal yang datang. ”Kalau biasanya radar kita cuma bisa mendeteksi jarak dan arahnya, sekarang kita bisa tahu ketinggiannya,” kata petugas humas KRI Diponegoro, Mayor (KH) Wayan.
Kapal dengan panjang 90,71 meter yang dibangun di Schelde, Belanda, tahun 2005 dan mulai bertugas tahun 2007 ini memiliki sistem perang kapal yang terintegrasi.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar