Senjata produk PT. PINDAD. (Foto: Antara)
25 November 2009, Jakarta -- Departemen Pertahanan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas TNI mengakui pasif dalam menangani kesenjangan antara produsen dan pengguna atas produk alutsista dalam negeri. Hal itu disampaikan oleh Sekjen Dephan Letjen Sjafrie Sjamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/11).
"Kelemahannya Dephan tidak proaktif. Dengan ini (lokakarya) menjadi terbuka, sehingga bisa dilakukan dalam diskusi ini nanti pada ujungnya bikin komitmen," kata Sjafrie.
Ia menyatakan bahwa ada kebutuhan alutsista yang sebenarnya sudah bisa dipasok oleh BUMN Industri Pertahanan, namun tidak ditopang oleh regulasi yang tepat. Maka itu, ia berharap ke depan pada perencanaan anggaran 2010-2014, Bappenas bisa mengalokasikan anggarannya, Dephan menyiapkan proses, pengguna yaitu TNI menentukan spesifikasi yang mengarah pada pengadaan dalam negeri.
"Pemerintah memperbaiki Keppres 80 sehingga aturan itu ada koridor dalam pengadaan militer yang bisa memberikan peran di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan alutsista TNI dari industri dalam negeri. Ada semacam proteksi," terangnya.
Dalam kesimpulan sementara dari lokakarya tahap dua, ia melihat ada tiga hal yang diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara produsen dan pengguna. Yakni, produsen perlu kebutuhan spesifik pengguna, ada legalitas jaminan pembiayaan, dan menghilangkan kekhawatiran pengguna atas produk yang dihasilkan oleh produsen.
"Oleh karena itu, ini tugas Dephan untuk menjembatani dan menerobos bagaimana industri pertahanan ini. Produsen juga harus konsekuen jangan bilang siap, tapi setelah kontrak terjadi ngaret," sahutnya.
MEDIA INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar