Kapal perusak kawal rudal 105 meter rancangan PT. PAL. (Foto: @info-terkumpul)
26 November 2009, Jakarta -- Kemandirian industri pertahanan di Tanah Air diyakini masih mengalami kendala, mulai dari permodalan, terutama dari kalangan perbankan. Kendala juga muncul dari keberadaan industri hulu sebagai penjamin ketersediaan bahan baku dan dukungan teknologi yang memadai.
Hal itu terungkap dalam diskusi meja bundar (round-table discussion) pertahanan yang digelar Departemen Pertahanan di Jakarta, Selasa (24/11). Dalam diskusi, sejumlah perwakilan badan usaha milik negara industri strategis, seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT Dahana, dan PT Krakatau Steel, memaparkan berbagai pencapaian, rencana dan target, serta kendala yang dialami selama ini.
Hadir pula petinggi TNI dan Dephan, antara lain Sekretaris Jenderal Dephan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Staf Umum TNI Laksamana Madya TNI Didik Heru Purnomo, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Agus Suhartono, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Imam Sufaat.
”Muncul kekhawatiran dari semua pihak yang terlibat, mulai dari soal ketersediaan modal, jaminan keberlanjutan pesanan dari pengguna, sampai kepastian penyelesaian pesanan tepat waktu oleh produsen,” kata Sjafrie.
Menurut Sjafrie, Dephan berupaya menjadi jembatan antara produsen dan pengguna, termasuk perbankan terkait pembiayaan industri pertahanan. Dephan berupaya mencari solusi atas berbagai masalah yang muncul pula.
Sjafrie mencontohkan adanya kendala pendanaan, berupa pinjaman kredit dari perbankan. Dana selama ini dirasakan sulit oleh produsen lantaran terkait kepastian dan keberlanjutan pesanan produk senjata oleh pengguna akhir. Kebijakan perbankan tentang skema pembiayaan dinilai belum terlalu mendukung.
”Kita harus punya pemikiran dan perencanaan yang berkelanjutan. Misalnya, kalau cuma mau beli setahun dan tidak berlanjut, tentu produsen tak bisa untung. Kita harus bisa melindungi industri pertahanan dalam negeri kita,” ujar Sjafrie.
Salah satu caranya, pengguna menetapkan skema pengadaan dan kebutuhan persenjataan dalam jangka panjang. Dengan demikian, proses produksi dapat berkelanjutan dan produsen pun tak kesulitan mencari skema pembiayaan dan permodalan dari perbankan.
Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono memaparkan sejumlah kendala yang masih dihadapi. Fasilitas produksi pun berusia tua, antara lain buatan tahun 1980-an.
Selain itu, kendala lain terkait pengembangan produk yang masih harus dibiayai sendiri. Hal ini membuat PT Pindad harus selektif dan terbatas dalam menerima pesanan. Belum lagi keterbatasan bahan baku.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar