Peta pulau Kalimantan. (Peta: cockatoo.com)
7 November 2009, Samarinda -- Indonesia meminta Malaysia menyelesaikan sengketa di 10 lokasi perbatasan darat di Kalimantan. Penyelesaian, yang direncanakan berlangsung pada Desember 2009, amat diperlukan. Sekitar 4.800 hektar lahan di batas-batas kedua negara diklaim secara sepihak oleh Malaysia sebagai wilayahnya.
Ini adalah juga isu yang pernah dilontarkan beberapa waktu lalu di DPR RI karena diduga kuat telah terjadi penggeseran tapal batas oleh Malaysia.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan Mayor Jenderal Syafruddin Tipe mengemukakan itu saat acara ”Sosialisasi Perbatasan Indonesia-Malaysia dan Sistem Informasi Pertahanan Negara” di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Samarinda, Jumat (6/11).
Syafruddin menyatakan, 10 lokasi batas negara bermasalah itu ada lima di Kalimantan Barat dan lima di Kalimantan Timur. Sengketa lokasi perbatasan di Kalbar menyangkut Tanjung Datu, D400, Gunung Raya, Sungai Buah, dan Batu Aum. Lima lainnya di Kaltim adalah C500-C600, B2700-B3100, Sungai Simantipal, Sungai Sinapad, dan Pulau Sebatik.
Direktur Wilayah Pertahanan Laksamana Pertama TH Soesetyo memberi salah satu masalah yang muncul. Misalnya, Malaysia meminta Sungai Sinapad (Kaltim) sebagai wilayahnya. Sesuai perjanjian pada tahun 1915 dan pengukuran bersama, Sinapad berada di selatan batas air, yang masuk wilayah Indonesia.
”Kalau permintaan Malaysia diloloskan, Indonesia kehilangan 4.800 hektar lahan,” kata Soesetyo.
Contoh lain adalah Pulau Sebatik (Kaltim). Indonesia dirugikan karena garis batas negara bergeser ke selatan. Apabila garis itu disepakati, Indonesia kehilangan 103 hektar lahan.
Perbatasan sulit dipantau
Masalah lainnya, lanjut Syafruddin, adalah sulitnya memantau keberadaan 19.328 tugu perbatasan di sepanjang 2.004 kilometer garis perbatasan. Keberadaan 56 pos penjagaan dan minimnya personel TNI belum memadai untuk menjaga kedaulatan negara.
Syafruddin mengatakan, persoalan kedaulatan negara di perbatasan menjadi salah satu prioritas program 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ”Kami berharap 10 masalah perbatasan di Kalimantan bisa selesai dalam perundingan,” katanya.
Perbatasan sepatutnya menjadi isu penting, lanjut Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, sebab hal itu menyangkut kedaulatan negara dan nasib warga. Perbatasan masih identik dengan daerah tertinggal, masyarakat miskin, dan bergantung secara ekonomi pada Malaysia.
Awang mencontohkan, warga di Krayan (Kabupaten Nunukan) dan Apokayan (Kabupaten Malinau) harus membayar bahan bakar minyak (BBM) Rp 25.000 per liter karena terpencil dan transportasi sulit. Program penyaluran BBM subsidi untuk menurunkan harga tidak banyak membantu warga di sana.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar