Kamis, 07 Oktober 2010
Pejabat AS Hindari soal Pembelian Senjata
08 Oktober 2010, Jakarta -- Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Ekonomi, Energi, dan Bisnis Jose W Fernandez enggan mengomentari keganjilan harga dalam pembelian senjata ke AS.
Ditemui seusai diskusi ”Antikorupsi dan Transparansi” di Unika Atma Jaya, Jakarta, Kamis (7/10), Fernandez mengatakan, perbedaan harga jual yang mencolok antarnegara dalam pembelian senjata ke AS merupakan hal biasa.
”Kalau membeli barang ada perbedaan harga yang diberikan kepada satu pembeli dengan pembeli lain, itu adalah hal biasa,” kata Fernandez seusai tanya jawab dengan mahasiswa.
Ketika ditanya lebih lanjut soal adanya perbedaan harga mencolok dalam pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari AS yang dibeli oleh sesama negara ASEAN dengan kualitas dan kuantitas yang sama, Fernandez enggan menerangkan lebih lanjut.
Sejumlah pengamat militer mengatakan, negara ASEAN seperti Indonesia dan Thailand kerap membeli persenjataan dengan harga lebih mahal dari AS dan sekutunya untuk jenis yang sama jika dibandingkan dengan Singapura.
Dalam pelbagai publikasi militer internasional, seperti penerbitan kelompok Jane Defense, kerap didapati perbedaan harga beli senjata dari negara berkembang, semisal sesama negara ASEAN, yang membeli alutsista dari AS dan negara blok Barat.
Saat ditanya tentang sanksi hukum terhadap Lockheed Industry yang diduga memberikan suap kepada almarhum Pangeran Bernard, suami Ratu Juliana, dari Belanda pada medio 1970-an, Fernandez tidak memberikan jawaban tegas. Kasus itu menjadi skandal besar di dunia dan nyaris membuat Lockheed Industry bangkrut.
”Semua perusahaan terkait militer di Amerika Serikat harus mengikuti undang-undang yang melarang pemberian suap,” kata Fernandez singkat.
Sebelumnya Fernandez mengatakan, AS sudah memiliki undang-undang yang melarang perusahaan swasta memberikan suap dalam bentuk apa pun kepada pejabat negara asing yang dibuat pada era Presiden Richard M Nixon tahun 1970.
Dia mengakui, AS pun tidak kebal dari praktik korupsi. ”Kami berada di peringkat ke-21 dunia dalam transparansi dan korupsi,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Fernandez mengatakan, transparansi dan pemberantasan korupsi akan membangkitkan minat asing untuk berinvestasi di Indonesia.
KOMPAS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar