Rabu, 06 Oktober 2010

Keberadaan Kodam XII/Tanjungpura di Kalimantan Sangat Strategis

(Foto: TNI AD)

6 Oktober 2010, Jakarta -- Kembalinya Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura ke Kalimantan Barat punya arti penting dan strategis untuk pertahanan negara dan keamanan serta ekonomi, maupun sosial budaya. Pasalnya, keberadaan Kodam Tanjungpura otomatis akan meningkatkan sistem pertahanan, yang berimplikasi terhadap stabilitas keamanan, ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

Mayjen TNI Moeldoko, merupakan jenderal bintang dua yang pertama menjabat sebagai Pangdam XII/Tanjungpura. Ia resmi memulai tugas-tugasnya yang baru sebagai Pangdam XII/Tanjungpura sejak 2 Juli 2010.

"Keberadaan Kodam di Kalbar merupakan kebijakan yang sangat tepat dan strategis dari berbagai segi, terutama dari segi pertahanan dan keamanan," ujar Moeldoko di Kalimantan, baru-baru ini.

Ia optimis Kodam XII Tanjungpura mampu memerankan keberadaan kodam sehingga memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi masyarakat.

Konsekuensi logis berdirinya Kodam di Kalbar sebagai pengamanan dan pertahanan perbatasan yang sudah terbagun, sehingga kedepan, pengamanan perbatasan kalbar dengan Sarawak, Malaysia sepanjang lebih dari 900 kilometer ini akan jauh lebih baik, efisien dan efektif jika dibandingkan sebelumnya.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI George Toisutta menjelaskan, pembentukan Kodam XII/Tanjungpura melalui proses perencanaan matang, sebelum 2010. "Tapi, pemekarannya baru terjadi pada 2010," ujarnya.

Pembentukan Kodam XII/Tanjungpura juga bukan atas kemauan TNI sepihak, pemekaran komando TNI di Kalimantan atas persetujuan pemerintah dan Dewn Perwakilan Rakyat (DPR) RI. "Pemerintah ikut menyetujui pembentukan Kodam membawahi kawasan Kalimantan Tengah dan Barat.

Selain itu, Markas Besar TNI AD juga membantah bahwa pembentukan Kodam XII/Tanjungpura di Kalbar sebagai upaya menandingi kekuatan negara tetangga seperti Malaysia di kawasan perbatasan.

"Mungkin pemikiran lama seperti itu. Karena kalau kita berhadap-hadapan maka akan ada perlombaan persenjataan," kata George. Saat ini, pemerintah Indonesia mempunyai kebijakan, yaitu semua anggaran difokuskan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kalaupun dibentuknya Kodam XII/Tanjungpura di Kalbar, merupakan suatu kebutuhan, mengingat luasnya wilayah dan pertumbuhan penduduk.

Pembentukan Kodam Tanjungpura menggunakan anggaran seminimal mungkin dari pemerintah. Sementara ini, personelnya hanya menggeser jajaran TNI yang sudah bertugas di Kodam Tanjungpura.

Kodam Tanjungpura berpusat di Pontianak yang membawahi Kalimantan Tengah dan Barat. Sebanyak 3.000 personilnya merupakan pindahan dari Kodam VI/Tanjungpura, sebelumnya adanya pemekaran Kodam V/Mulawarman dan Kodam XII/ Tanjungpura.

Personel TNI berpangkat perwira menengah hingga prajurit, berasal Kodam dan Mabes TNI. Secara bertahap, TNI akan melakukan penambahan kesatuan Korem, Kodim, Koramil dan batalyon.

Evaluasi

Di awal kepemimpinannya di Kodam XII/Tanjungpura, Moeldoko menyatakan segera melakukan evauasi pengamanan di kawasan perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan Barat.

Saya akan mengevaluasi pengamanan dan penjagaan kawasan perbatasan oleh TNI dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ujarnya.

Dalam melakukan evaluasi itu, Moeldoko terlebih dahulu melakukan pendekatan dan berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat Kalbar untuk tukar-menukar pendapat terkait pengamanan di sepanjang kawasan perbatasan. "Setelah selesai evaluasi, baru saya akan melaporkan yang sesungguhnya kepada pimpinan TNI," katanya.

Saat ini untuk perbatasan Indonesia - Malaysia Timur di wilayah Kalbar sepanjang 857 kilometer telah berdiri sekitar 31 pos pengamanan.

Pemberdayaan perbatasan

Selain pembentukan komando militer, pengamat pertahanan Yusron Ihza Mahendra menyarankan perlunya penyeimbangan pembangunan perbatasan. Masyarakat di wilayah perbatasan sudah saatnya diberdayakan dan disejahterakan dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI karena utuhnya wilayah NKRI.

"Ini sudah merupakan harga mati yang harus diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di wilayah perbatasan, seperti di kawasan Kalimantan," ujar dia.

Sebenarnya, ia mengatakan, masalah perbatasan sudah lama menjadi pembicaraan masyarakat, maupun pengamat dan politisi. Namun, hingga kini persoalannya belum tuntas juga, bahkan sebagian wilayah perbatasan sudah diambil negara tetangga, seperti kasus Pulau Sipadan dan Ligitan.

Persoalan perbatasan memang menyangkut masalah keutuhan NKRI dan masyarakat daerah perbatasan mempunyai hak yang sama atas pembangunan. Wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang wajah Indonesia dari luar sehingga harus di benahi, disolek, di-make up seindah dan sebaik mungkin agar orang melihat Indonesia dengan kesan yang positif dan maju.

Menurut Yusron, perbatasan harus menjadi etalase atau jendela terhadap dunia luar dan bukan sebagai halaman belakang yang kumuh. Saat ini persoalan pelik terkait perbatasan Indonesia adalah bergesernya patok perbatasan.

"Ada indikasi bahwa pemindahan patok perbatasan bukan hanya dilakukan oleh warga negara tetangga, melainkan oleh warga Indonesia sendiri," ujar Yusron.

Alasannya, tindakan itu karena masyarakat yakin akan hidup lebih layak jika wilayahnya menjadi bagian wilayah negara tetangga, seperti yang terjadi di Kalimantan Utara.

Yusron Ihza Mahendra juga mengusulkan cara mengatasi masalah-masalah perbatasan ini. Untuk perbatasan laut, peningkatan kinerja patroli perbatasan mungkin cukup.

Namun, untuk wilayah perbatasan darat atau pulau-pulau terdepan, perlakuannya tidak cukup hanya dengan patroli, tetapi harus melibatkan warga setempat. Sementara itu, untuk perbatasan darat, pemerintah perlu membangun jalan raya dan mengombinasikannya dengan pengembangan perkebunan dan lain-lain sehingga daerah perbatasan itu dapat berkembang dan masyarakat pun dapat hidup layak.

Adapun wilayah perbatasan laut dapat dikembangkan dengan cara mengembangkan sumber daya laut di sekitar pulau-pulau terdepan.

Suara Karya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar