Rabu, 06 Oktober 2010

Presiden Minta Sinergi TNI-Polri Ditingkatkan

Sejumlah personel Brimob melakukan penyisiran pencarian kawanan perampok bersenjata yang dikabarkan bersembunyi di kawasan perkebunan sawit, di Desa Bantan, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut, Selasa (5/10). Dari 14 orang kawanan perampok bersenjata, sembilan orang berhasil ditangkap pihak kepolisian dan enam orang diantaranya tewas tertembak saat dilakukan penyergapan. (Foto: ANTARA/Irsan Mulyadi/ss/ama/10)

06 Oktober 2010, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI pada masa mendatang semakin meningkatkan sinergi dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme di Tanah Air. Tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang bagi tentara nasional harus bisa dilakukan dengan cepat dan tepat.

”Saya instruksikan kepada segenap aparatur pemerintahan di daerah, termasuk para tokoh masyarakat, bersama Polri dan Komando Teritorial TNI, untuk berperan aktif menjaga kondisi keamanan di daerah. Kesiagaan dan tindakan cepat jajaran Polri dan TNI di seluruh penjuru Tanah Air juga sangat diperlukan,” ujar Presiden Yudhoyono pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-65 TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (5/10).

Acara itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono beserta tiga kepala staf TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, serta tamu undangan lainnya.

”Akhir-akhir ini kita kembali menghadapi sejumlah gangguan keamanan, yaitu aksi-aksi kelompok teroris dan benturan fisik antarmasyarakat di berbagai daerah. Benturan fisik antarkomponen masyarakat sesungguhnya dapat dicegah. Perselisihan antarkelompok masyarakat mestilah dicarikan solusinya secara damai,” ujar Presiden.

Oleh karena itu, lanjut Presiden, pihaknya meminta jajaran pemerintah daerah, bersama Polri, untuk bersikap dan bertindak proaktif, menggunakan pendekatan dan cara yang efektif mencegah dan mengatasi gangguan- gangguan sosial dan keamanan.

”Kita harus memastikan hukum di negeri ini tetap berdiri tegak untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Tidak boleh ada sekelompok orang atau sekelompok massa yang dengan mudahnya membuat kerusuhan, keonaran, dan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan kepada pihak lain, bahkan menyerang aparat negara,” ujar Presiden.

Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri Agum Gumelar menekankan pentingnya intelijen dalam penanggulangan teror. ”Intelijen harus kuat untuk penanggulangan teror karena mereka di tempat gelap, kita di tempat terang,” katanya.

Menurut dia, saat ini yang diperlukan dalam bidang intelijen adalah koordinasi antara Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, dan intelijen yang dimiliki Polri.

Sementara itu, mantan Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, dalam sistem demokrasi ini pengelolaan keamanan ada di tangan polisi. Dalam sistem demokrasi juga, intelijen militer tidak boleh memata-matai publik. Masalahnya, pengaturan itu melalui Undang-Undang Intelijen belum selesai.

Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di Jakarta, Selasa, mengatakan akan diadakan rapat gabungan antara Komisi I, Komisi III, Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk membahas pemberantasan terorisme secara terpadu.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar