Senin, 11 Januari 2010

Penerbang TNI-AU Berlatih Penyelamatan Basah


10 Januari 2009, Tanjung Benoa -- Sebanyak 20 penerbang tempur di lingkungan Komando Operasi TNI-AU I dan II berlatih penyelamatan basah berupa pelepasan diri dari payung udara dan evakuasi diri di perairan laut di Tanjung Benoa, Bali, Sabtu.

Latihan itu dipimpin Komandan Wing 5 Pangkalan Udara Utama TNI-AU Hasanuddin, Makassar Kolonel Penerbang Arif Mustofa didampingi Komandan Pangkalan Udara TNI-AU Ngurah Rai Letnan Kolonel Penerbang Aldrin P Mongan.

Tujuan latihan untuk penguasaan prosedur penyelamatan diri di perairan.

Menurut Mongan, seorang pilot tempur TNI-AU harus mampu bertahan dalam keadaan terburuk jika terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan pada wahana tempurnya.

Pesawat tempur modern dilengkapi dengan kursi lontar yang berfungsi melontarkan pilotnya dari kokpit jika dinilai keadaan bisa membahayakan nyawa pilot itu.

Kursi lontar itu kini didorong satu roket kecil dan parasut yang menempel pada baju terbang pilot.

Mongan mengatakan teknologi pesawat tempur sudah sangat canggih. "Alat bertahan sudah lengkap dan ada 'survival kit', jadi dia bisa bertahan dalam keadaan buruk, termasuk makanan, obat-obatan, dan alat-alat lain," katanya.

Latihan bernama "Escape, Eject, and Survival Exercise 2010" itu bertujuan untuk melatih penguasaan terhadap mekanisme bertahan dan melepaskan diri dari kesulitan yang timbul jika pilot harus melontarkan diri dari pesawat tempurnya.

Pada praktiknya, pilot-pilot tempur dari Skuadron Udara 3, Skluadron Udara 11, Skuadron Udara 14, dan Skuadron Udara 15 dinaikkan ke udara memakai wahana "parasailing" yang dioperasikan oleh operator berpengalaman.

Sebelumnya, pilot-pilot itu memakai baju penerbang, jaket keselamatan, dan pelampung yang telah terkembang. "Harness" yang dipakai untuk mengaitkan diri dengan tali penarik parasut itu sendiri memakai tipe yang serupa dengan yang dikenakan pilot pada pesawat F-16 "Fighting Falcon".

Tugas utama pilot dalam latihan itu adalah mendarat di perairan laut secara aman setelah menarik tuas pengungkit yang menempelkan dirinya melalui "harness" dengan parasutnya.

"Pada praktik sebenarnya, kami tetap harus memakai helm tempur, pistol, dan perlengkapan standar penerbang lain dalam situasi darurat seperti itu. Diupayakan sebelum menyentuh air, parasut sudah terlepas pada ketinggian paling aman yang memungkinkan," kata Kapten Bambang Baskoro, penerbang di Skuadron Udara 3 yang dalam kesehariannya menerbangkan pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30 buatan Rusia.

Menurut dia, secara prinsip proses keluar dari pesawat tempur memakai kursi lontar relatif sama di seluruh pesawat tempur.

"Keberhasilan proses pelepasan diri dari parasut seperti yang dilatihkan pada saat ini adalah penentuan waktu dan ketenangan diri. Tetapi tidak mustahil parasut dan talinya malah membelit pilot di air," katanya.

ANTARA Bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar