Minggu, 17 Januari 2010

Pemerintah Diminta Tingkatkan Teknologi Militer di Perbatasan

Sebuah Kapal Perang TNI AL dari Koarmabar sedang berpatroli di perairan Pulau Nipah, Batam, Kepri , Sabtu (16/1). Pulau Nipah merupakan pulau terluar dari negara Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Singapura. (Foto: ANTARA/Feri/pd/10)

17 Januari 2009, Jakarta -- Pemerintah harus mengubah paradigma dalam menjaga kedaulatan NKRI di perbatasan. Persoalan perbatasan tidak melulu dilihat jangka pendek atau tidak menguntungkan secara ekonomi. Tapi juga harus dilihat jangka panjang dan nilai investasi ke depannya.

"Menjaga kedaulatan merupakan investasi jangka panjang, yang kalau dihitung sungguh sangat menguntungkan secara ekonomi," kata anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar DPR, Fayakhun Andriadi, yang dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (16/01/2009) malam.

Menurut Fayakhun, setidaknya ada dua keuntungan yang didapat dalam menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya di perbatasan. Pertama, memberikan perlindungan kepada warga negara. Kedua, melindungi kekayaan alam Indonesia sepanjang zaman.

"Ingat kekayaan alam kita dari laut yang dicuri itu sekitar Rp 40 triliun pertahun. Padahal, kalau betul kita punya anggaran Rp 40 triliun, dialokasikam untuk membangun dan melengkapi perbatasan dengan memadai, satu tahun saja sudah BEP (break event point). Karena melindungi perbatasan itu tidak sampai Rp 40 triliun," jelasnya.

Oleh karena itu, Fayakhun meminta, agar pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan menjaga kedaulatan NKRI. Selain digunakan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista), juga harus ada anggaran yang dialokasikan untuk belanja teknologi.

"Setuju pasukan harus ada, tapi early warning system-nya mana? Hari gini, teknologi kita tidak punya. Saya kira, Departemen Pertahanan perlu mengalokasikan anggarannya untuk belanja teknologi," ujarnya.

Dia mengatakan, salah satu early warning system yang dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan perbatasan adalah radar untuk mengawasi udara dan sensor untuk pengawasan di darat dan laut. Di era modern sekarang ini sudah bukan zamannya lagi kehilangan sejengkal perbatasan, karena semuanya sudah bisa dikontrol dengan teknologi.

Untuk daerah perbatasan yang rawan dan telah memiliki titik ordinat, selain dipasang sensor atau radar, perlu juga dipasang kamera. Dalam prakteknya, sensor akan mengirimkan sinyal berdasarkan waktu yang ditentukan, misalnya setiap 5 menit sekali. Sinyal itu semua dipantau oleh sistem perbatasan.

"Batas wilayah yang titik ordinatnya sudah ditetapkan, itu dipasangi sensor. Kalau di laut, bisa sensor apung atau diletakkan di suar milik kita yang sudah ada. Kalau di darat dibuatkan tugu biar aman dari pencurian," pungkasnya.

Seperti diketahui, pada tanggal 3 Januari 2010 lalu, TNI telah mengirikan sekitar 130 personelnya ke wilayah perbatasan di Ambalat, Kalimantan Timur. Sementara saat ini diketahui ada 12 titik di perbatasan yang dianggap rawan terjadinya konflik.

detikNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar