Kamis, 14 Januari 2010

Pengembangan Teknologi Low Cost Cruise Missile (LCCM)

CR-10 adalah pengembangan dari SS-5 UAS yang pernah dikembangkan oleh Uavindo dengan Departemen Pertahanan. CR-10 mampu membawa sebuah sistem stabilisasi kamera lengkap, dengan berat total hingga 40kg dan bentang sayap 3.2m, menjadikan UAS ini memiliki rentang misi cukup luas. CR-10 telah terbukti handal dan memiliki jam terbang yang lebih dari cukup. (Foto: UAVindo)

14 Januari 2009, Jakarta -- Indonesia sebagai negara kepulauan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata dan berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Papua Nuginea, Timor Leste dan Malaysia memerlukan pengamatan wilayah secara terus menerus khususnya pada daerah-daerah rawan seperti Selat Malaka, Kalimantan, Irian dan NTT.

Mengingat luasnya daerah yang dipantau dan diamati dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang ada, maka hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Pengawasan udara merupakan solusi yang efektif untuk mejaga terjadinya tindakan pencurian sumber daya alam nasional dan pembajakan.

Satelit dan pesawat terbang berawak merupakan peralatan pengawasan yang efektif namun sering mengalami kendala operasional terutama kekurangan infrastruktur pendukung. Unmanned Aerial Vehicle (UAV) memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi yang sama dengan satelit dan pesawat terbang berawak dengan tingkat kendala operasional yang lebih kecil.

Perhatian pemerintah dalam mengembangkan UAV telah dimulai dari tahun 1994 dalam bentuk anggaran penelitian untuk pengembangan SS-20 di Jurusan Teknik Penerbangan ITB. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2003 dan 2006. Namun alokasi anggaran yang dimulai dari tahun 1994 sampai tahun 2006 ini belum menghasilkan UAV yang dapat digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akhirnya muncul pertanyaan bagaimana pola pengembangan UAV yang sesuai dengan lingkungan Indonesia.


Oleh karena itu, Kementerian Riset dan Teknologi mengkoordinasikan diskusi tentang pengembangan LCCM pada Rabu, 13 Januari 2010 di ruang Rapat Lt. 6 Gd. II BPPT, Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat yang dibuka oleh Asisten Deputi Urusan Program Unggulan dan Strategis KRT, Hari Purwanto. Hadir dalam acara tersebut Deputi Bidang Program Riptek KRT, Teguh Rahardjo, Kapustek Litbang Dephan, Eddy Siradj, Seketaris Balitbang Dephan, Marsma TNI Eddy Priyono, Dittekind Dephan, Kol. Laut Edy Sulistyadi dan Tim Pustewagan LAPAN serta undangan lainnya dengan narasumber dari PT. UAVINDO Nusantara, Djoko Sardjadi.

Hasil dari diskusi ini diharapkan kedepan, pengembangan ide LCCM sudah mendapatkan kepastian mengenai arah kebijakan dalam penguasaan teknologinya. Lembaga/instansi yang akan dilibatkan dalam konsorsium adalah Kementerian Riset dan Teknologi, Balitbang Dephan, LAPAN, Uavindo, BPPT, IAe, ITB, Aviator dan Telenetina.

Humasristek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar