Jumat, 15 Januari 2010

Kepemilikan RI Atas 92 Pulau Terluar Belum Aman

Awak KM Meliku Nusa mengibarkanbendera Merah Putih saat memasuki Pulau Miangas di KabupatenKepulauanTalaud, SulawesiUtara, Senin (3/8). Pulau Miangas adalahpulau paling utara dari Republik Indonesia yang luasnya 3,15kilometer persegi. (Foto: KOMPAS/Agus Susanto)

16 Januari 2010, Jakarta -- Pakar politik internasional dan staf dosen hubungan internasional Universitas Parahiyangan, Dr Andreas H Pareira, menyatakan, kepemilikan RI atas 92 pulau terluar belum sepenuhnya aman.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Sabtu, sehubungan dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyatakan, 92 pulau terluar dalam posisi aman dari klaim pihak asing, karena kepemilikan RI dijamin hukum internasional.

"Pernyataan Kemlu aman dari klaim pihak asing berdasarkan hukum internasional tersebut baru merupakan jaminan tahap pertama, dan belum sepenuhnya aman," tegas mantan Anggota Komisi I DPR RI ini.

Karena, menurutnya, berdasarkan pengalaman selama ini, bisa terjadi perbedaan tafsir terhadap hukum internasional oleh negara lain di kemudian hari.

"Hal inilah yang kemudian bisa tetap berakibat adanya klaim tumpang tindih. Makanya, kita jangan terlena hanya dengan mendasarkan adanya jaminan dari hukum internasional, tetapi para diplomat dan ahli hukum internasional kita harus agresif memperjuangkannya," tandasnya lagi.

Pengamanan Permanen

Untuk kepentingan keutuhan wilayah kedaulatan RI ke depan, Andreas Pareira lalu mengemukakan suatu konsep pengamanan permanen.

"Pertama, Pemerintah RI perlu melakukan perjanjian atau penyelesaian perjanjian dengan semua negara yang berbatasan dengan kita," ujarnya.

Kedua, menurutnya, membuat perundangan terhadap batas wilayah negara tersebut, termasuk pulau-pulau terdepan (bukan terluar) tersebut.

Lalu ketiga, lanjutnya, apabila negara-negara yang berbatasan dengan kita menunda-nunda (pelaksanaan perjanjian perbatasan), Pemerintah Indonesia perlu melakukan klaim sepihak.

"Itu yang saya katakan tadi melalui pengundangan, sambil melakukan pembahasan dengan negara tetangga dimaksud," tegasnya.

Kemudian yang keempat, demikian Andreas Pareira, pengundangan itu penting untuk dokumentasi melalui lembaran negara, sehingga ke depan bila terjadi klaim pihak lain, Indonesia mempunyai bukti untuk mengawal wilayah tersebut.

ANTARA News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar