Selasa, 12 Januari 2010

Pemerintah Diminta Perhatikan Daerah Perbatasan

Salah satu pos penjagaan di daerah perbatasan dibangun dari kayu dan seng.

13 Januari 2010, Jakarta -- Pemerintah harus memberi perhatian khusus bagi kawasan perbatasan, termasuk kepada prajurit TNI dan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di kawasan perbatasan dengan negara tetangga.

"Kehidupan prajurit TNI dan PNS yang bertugas di kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar sangat jauh dari sejahtera. Bahkan bisa dikatakan memprihatinkan," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Selasa (12/1).

Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari, kata Enggar, prajurit TNI terpaksa harus melakukan penghematan yang sangat ketat. Ini dilakukan karena minimnya uang makan dan minum yang dianggarkan negara kepada mereka.

"Sebagai contoh, dengan uang saku hanya sebesar Rp38 ribu untuk prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan. Itu sangat minim," katanya.

Padahal, kata Enggar, kebutuhan air minum maupun air bersih di kawasan perbatasan sangat sulit ditemukan. Biasanya kawasan perbatasan dikelilingi laut dan sangat jauh dari perkotaan. "Secara wajar mereka akan membatasi untuk membeli air minum. Akibatnya mereka harus menerima penyakit ginjal," katanya.

Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, Enggar menuturkan, prajurit TNI maupun masyarakat setempat terpaksa membeli melalui negara tetangga, Malaysia.

Di sisi lain, dia juga menyoroti buruknya standar pos pengamanan di kawasan perbatasan. "Pemerintah perlu mengkaji dan mmbuat standar pembangunan pos penjagaan di perbatasan, yang saat ini jauh dari kelayakan.

Bahkan, buruknya pos penjagaan di wilayah perbatasan tidak hanya di perbatasan daratan melainkan juga pulau terluar," katanya.

Menurut dia, pembenahan standarisasi penjagaan kawasan perbatasan mulai dari kesejahteraan prajurit yang bertugas, sarana pos keamanan dan penjagaan, alat utama sistem senjata (alutsista) dan logistik.

Berdasarkan kunjungan kerja Komisi I di perbatasan Indonesia dan Timor Leste di Atambua, kata Enggar, standar pos pejagaan dan kebutuhan logistik sudah tidak layak. Bahan bangunan yang dipergunakan hanya seng dan triplek.

"Bagaimana bertugas, kalau kebutuhan air yang sulit didapati, hanya mengandalkan tadah hujan, sarana pos tidak layak dan kesra bisa bertugas dengan baik," kata dia.

Meski begitu, kata Enggar, rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI dan PNS di kawasan perbatasan bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah maupun Mabes TNI. "Ini kesalahan kolektif. DPR juga harus bertanggung jawab, karena persetujuan anggaran TNI juga harus melalui DPR," katanya.

MEDIA INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar