Senin, 19 Oktober 2009

Prajurit TNI di Pulau Terluar

(Foto: @info-terkumpul)

18 Oktober 2009, Kupang -- Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki sedikit-dikitnya empat pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste.

Pulau-pulau tersebut adalah Batek di wilayah Amfoang Timur, Kabupaten Kupang yang berbatasan langsung dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse, Pulau Salura dan Mangudu di bagian timur Pulau Sumba yang berbatasan langsung dengan Australia, serta Pulau Ndana Rote di wilayah Kabupaten Rote Ndao yang berbatasan langsung pula dengan negeri Kanguru itu.

Pulau Mangudu di wilayah Kabupaten Sumba Timur, misalnya, pernah dikelola oleh seorang pebisnis pariwisata dari Australia, karena eloknya pulau tersebut dan ciri gelombangnya sangat nyaman untuk selancar.

Demikian pun halnya dengan Pulau Ndana. Pulau kecil mungil yang elok ini sempat pula dijadikan sebagai lokasi wisata oleh seorang pengusaha dari Australia.

Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang (pada waktu itu), Kol Inf APJ Noch Bola langsung memerintahkan para prajurit TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) 743/Pradnya Samapta Yudha (PSY) untuk mengamankan pulau-pulau terluar di wilayah NTT itu.

Setiap pulau dijaga 12 prajurit TNI. Mereka ditugaskan secara reguler selama tiga bulan guna mencegah upaya pihak asing untuk mencaplok pulau terluar yang merupakan bagian tak terpisahkan dari NKRI itu.

Pulau Batek, misalnya, sempat diklaim oleh Timor Leste sebagai bagian dari teritorinya, karena letaknya tak jauh dari wilayah kantung Oecusse.

Masalah pulau terluar menjadi perguncingan nasional pada saat itu. Akibatnya, TNI-AL juga menerjunkan marinir untuk ikut mengamankan pulau-pulau terluar Indonesia yang dianggap rawan dan berpotensi konflik dengan negara tetangga.

Di Pulau Ndana Rote, seperti disaksikan saat mengikuti kunjungan kerja Komandan Pangkalan Utama TNI-AL (Lantamal) VII Kupang, Laksamana Pertama TNI Amri Husaini pada 15 Oktober , TNI-AL menempatkan 30 prajuritnya dari Korps Marinir untuk mengamankan pulau tersebut.

Sudah sekitar enam bulan, para prajurit TNI-AL dari Korps Marinir bertugas di pulau tak berpenghuni itu. Pulau kecil itu, kaya pula dengan binatang buruan, seperti rusa.

Namun, untuk mencari rusa di pulau itu, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Binatang buruan itu hanya bisa diburu jika sudah mendapat izin dari tuah adat setempat.

"Memang caranya tidak rasional, tetapi kenyataannya memang demikian," kata Pratu Paihaly, seorang prajurit TNI-AD dari Yonif 743/PSY yang sempat bertugas di pulau tersebut.

Pulau tersebut, akhirnya diambil alih pengamanannya oleh prajurit TNI dari Korps Marinir. Atas dasar itulah, Danlantamal Kupang memang penting untuk mengunjungi mereka di pulau-pulau terluar yang tak berpenghuni itu.

Para anggota satuan tugas dari Korps Marinir itu, terus melakukan pemantauan di wilayah perairan sekitarnya serta daratan untuk memantau pergerakan kapal asing yang melintas di wilayah perairan sekitarnya serta kemungkinan masuknya orang asing seperti pada masa sebelumnya.

"Itu sudah merupakan tugas rutin kami setiap hari di sini," kata Komandan Satgas Marinir VII di Pulau Ndana, Letda Syurolik ketika ditanya saat bersama Danlantamal Kupang berkunjung ke pulau tersebut.

Air bersih

Masalah utama dan mendasar yang dialami para prajurit yang bertugas di pulau-pulau terluar adalah persoalan kesulitan mendapatkan fasilitas air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Memang ada sumur di sini, tetapi airnya sangat asin sehingga tidak bisa dikonsumsi. Untuk mengkonsumsinya, kami harus menyaringnya beberapa kali untuk mengurangi kadar garam serta kapur," kata Syurolik.

"Tidak hanya masalah air yang kami hadapi di pulau terluar, tetapi juga nyamuk. Tempat tidur kami umumnya tidak menggunakan kelambu, sehingga kami menjadi target serangan nyamuk-nyamuk pembawa penyakit malaria itu," ujarnya.

Tidak hanya air pula yang menjadi kendala, tetapi juga makanan. "Untuk membeli bahan makanan dan air minum, kami harus menyeberang lagi ke Desa Oeseli di Pulau Rote dengan motor tempel," katanya menambahkan.

"Hidup di pulau terluar memang sangat menderita, tetapi itulah nasib kami sebagai prajurit yang harus siap siaga menjalankan tugas negara saat dibutuhkan," ujarnya.

Meskipun demikian, para prajurit di pulau itu merasa bahagia karena bisa melakukan kontak lewat telepon genggam untuk berkomunikasi dengan keluarga serta kenalan lainnya.

"Kami sangat bersyukur di pulau terluar ini masih mendapatkan sinyal Telkomsel yang terpancar dari Pulau Rote sehingga bisa komunikasi dengan keluarga di seberang lautan," tambahnya.

Guna menghilangkan kepenatan dan kesepian, maka mereka mencari kesibukan dengan menanam pohon dan sejumlah kegiatan lainnya."Ini menjadi tugas rutinlah," ujar Letda Syurolik.

"Jangan mengeluh dalam melaksanakan tugas, karena Anda telah dipercayakan oleh negara untuk menjaga keutuhan NKRI," kata Danlantamal Kupang, Laksamana Pertama TNI Amri Husaini.

Indonesia sudah pernah kehilangan dua pulau, yakni Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia.

"Masalah Sipadan dan Ligitan tidak boleh terjadi lagi di Indonesia, sehingga kita harus mampu pertahankan pulau terluar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI," tambahnya.

Dalam kunjungan ke pulau itu, Danlantamal VII Kupang juga memberikan bantuan logistik berupa kelambu, makanan siap saji dan lainnya bagi anggota Satgas pulau terluar tersebut.

Selain DanlantamalI, Bupati Rote Ndao Lens Haning juga memberikan sejumlah dana bagi para anggota Satgas Marinir sebagai bentuk terima kasih, karena mau menjaga pulau tersebut dari ancaman pihak asing.

"Bantuan yang diberikan ini sebagai bentuk terima kasih kami kepada para anggota Satgas Marinir yang bertugas di pulau terluar di wilayah terselatan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Australia," kata Bupati Haning.

ANTARA News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar