Selasa, 20 Oktober 2009

Perahu Nelayan Indonesia Ditabrak "Speed Boat" Australia

Kapal patroli AL Australia dari kelas Armidale. (Foto: Australian DoD)

20 Oktober 2009, Kupang -- Dua perahu nelayan Indonesia yang tengah mencari ikan di wilayah perairan Laut Timor dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, ditabrak sebuah "speed boat" milik patroli Angkatan Laut (AL) Australia pada Sabtu (17/10).

"Sekitar delapan orang patroli AL Australia berada dalam `speed boat` tersebut. Mereka menghampiri kami untuk mengecek kelengkapan kapal, namun, `speed boat` yang digunakan justru menabrak perahu kami sampai bagian lambung depan kapal bocor," kata Amiruddin (39), seorang nelayan asal Oesapa Kupang di Kupang, Selasa.

Amiruddin bersama 10 orang rekannya baru tiba di Kupang, Senin (19/10) malam dengan dua buah perahu motor yang ditabrak itu.

"Kerusakan berada di bagian lambung kanan dekat mesin kapal sehingga terhindar dari ancaman gelombang. Kami bersyukur, tidak ada ancaman gelombang sehingga tiba di Kupang dengan selamat," katanya menambahkan.

Perahu Motor "Bintang 2000" dan "Putra Tunggal" dengan tonase sekitar 3 GT itu tengah dilabuhkan di Pantai Oesapa Kupang dan mendapat perbaikan.

Amiruddin mengatakan, setelah `speed boat` yang digunakan AL Australia menabrak dua perahu motor tersebut, seorang petugas patroli langsung menyodorkan dua pak cokelat dan tali nilon kepada para nelayan tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut.

"Ini gaya diplomasi Australia untuk melunakkan hati kami. Ketika itu, beberapa nelayan sudah mengangkat parang mengancam mereka. Kami merasa berada dalam posisi benar, karena masih berada di ZEE Indonesia," ujarnya.

Gab Oma (33), seorang nelayan lainnya mengatakan, patroli AL Australia biasanya menghadang perahu-perahu nelayan Indonesia di wilayah ZEE Indonesia pada titik kordinat 11-30 LS dan 24-30 BT.

"Australia tidak punya hak melarang kita menangkap atau mencari ikan dalam wilayah perairan kita, tetapi fakta yang kami alami memang demikian. Seharusnya wilayah itu dijaga oleh patroli TNI-AL untuk melindungi para nelayannya," kata Oma menambahkan.

H Mustafa (34), seorang nelayan lainnya yang juga Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor (Antralamor) mengatakan, ZEE Indonesia merupakan laut dangkal yang kaya dengan terumbu karang sehingga menjadi basis kehidupan ikan kakap merah.

"Wilayah laut dangkal itu menjadi gudangnya kakap merah sehingga menjadi incaran nelayan tradisional Indonesia dan juga nelayan Australia," katanya.

Namun, kakap merah tersebut sudah semakin sulit didapatkan setelah meledaknya ladang gas Montara pada 21 Agustus lalu yang mengakibatkan wilayah perairan Laut Timor tercemar minyak mentah (crude oil).

"Hanya ada dua kemungkinan, berkurangnya populasi kakap merah tersebut karena sebagian besarnya telah mati terkena tumpahan minyak mentah, atau mencari habitat baru di Lautan Hindia dan Arafura. Hanya itu saja kemungkinannya," kata Mustafa.

Amiruddin menambahkan, dalam tempo 4-5 lima hari, mereka biasanya mendapatkan ratusan ekor kakap merah dari ZEE Indonesia, namun belum lama ini mereka hanya mendapatkan 20 ekor.

Mustafa mengungkapkan, sebelum wilayah perairan Laut Timor tercemar minyak mentah dari ladang gas Montara, penghasilan yang mereka peroleh dari menjual kakap merah dengan harga Rp20.000/kg, bisa mencapai belasan juta rupiah.

"Sekarang, untuk mendapatkan Rp4 juta dari hasil penjualan tersebut sudah sangat sulit. Rata-rata hanya berkisar antara Rp2 juta sampai Rp3 juta," kata Mustafa melukiskan kondisi yang dihadapi nelayan Kupang saat ini setelah wilayah perairan Laut Timor tercemar minyak mentah.

ANTARA News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar