Minggu, 09 Mei 2010

Pemerintah Fokuskan Dalam Negeri

Divisi Munisi PT Pindad yang terletak di Turen, Malang, Jawa Timur setiap tahunnya memproduksi 100 juta butir peluru dan bom berbagai ukuran dan kaliber. Selain untuk kebutuhan TNI/Polri, peluru-peluru ini juga di ekspor ke negara-negara tetangga. (Foto: detikFoto/Ramadhian Fadillah)

10 Mei 2010, Malang -- Kenaikan alokasi anggaran belanja pertahanan diproyeksikan menjadi 1,2 persen-1,5 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia dalam kurun 2010-2014 diyakini juga meningkatkan kemampuan alokasi anggaran pengadaan, pemeliharaan, dan perawatan senjata.

Besaran kenaikan itu, ungkap Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, bisa mencapai 50 persen dari yang biasa dianggarkan dan diterima selama ini. Kondisi seperti itu bisa memberikan keleluasaan bagi pemerintah, khususnya Kementerian Pertahanan, untuk makin memfokuskan pengadaan dari produsen dalam negeri.

Apalagi, selain mampu menghasilkan produk persenjataan yang berkualitas dengan harga kompetitif, sejumlah industri pertahanan dalam negeri, semacam PT Pindad, mempunyai kemampuan menerima pesanan dan memasok sesuai kebutuhan TNI. Hal itu dikatakan Sjafrie, Sabtu (8/5), seusai berkunjung ke pabrik munisi PT Pindad di Turen, Malang, Jawa Timur.

”Selama ini produk munisi kaliber kecil (MKK) untuk TNI sudah mengambil dari PT Pindad. Sekarang tinggal kami jajaki apakah mereka mampu memenuhi produk jenis munisi kaliber besar (MKB) yang masih diimpor. Memang kebutuhannya tak banyak. Namun, ada banyak keuntungan jika industri pertahanan dalam negeri kita bisa memenuhinya juga,” ungkap Sjafrie.

Jika dibandingkan dengan produsen luar negeri, industri pertahanan dalam negeri diketahui punya kemampuan teknologi pula. ”Kalau bisa pesan dari industri strategis dalam negeri, jauh lebih murah dan juga menguntungkan untuk perekonomian kita. Kebutuhan rutin kan ada, anggaran sudah dinaikkan. Lebih baik jika uang berputar dalam negeri saja. Itu bagus buat perekonomian kita,” ujarnya.

Apalagi yang disesalkan, menurut Sjafrie, dalam kondisi tertentu, PT Pindad menganggur (idle capacity) lantaran tak ada pemesanan. Padahal, secara teknologi dan infrastruktur, mereka mempunyai kemampuan membuat senjata tertentu. Kapasitas menganggur itu termasuk kemampuannya memproduksi MKB.

”Kami sekarang mau melihat seperti apa idle capacity-nya itu. Kalau pengadaan (MKB) tahun 2010 belum dipesan dari luar, tentu akan kami arahkan ke PT Pindad saja. Kalau untuk pengadaan tahun 2011 ke atas sudah pasti pesan ke sini (PT Pindad) saja,” ujar Sjafrie.

Seusai kunjungan, Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono membenarkan, PT Pindad memang memiliki kemampuan memproduksi MKB. Sayang belum berproduksi karena TNI tidak memesannya. Fasilitas untuk memproduksi MKB sudah didirikan sejak 1992.

”Kami sudah meng-invest mesin yang harganya tinggi sebagai bentuk komitmen atas kualitas produk. Sampai ada alat yang kami beli dari Swedia tahun 1997 untuk memproduksi MKB, tetapi belum terpakai sampai sekarang karena order tidak pernah turun. Kalau ada pesanan peluru mortir, jumlahnya kecil, hanya 6.000 butir per tahun,” ujar Adik.

Ia mengakui, kebijakan pemerintah menggenjot anggaran belanja pertahanan hingga 2014 adalah peluang bagi PT Pindad. Apalagi Pindad bisa memproduksi MKB.

KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar