Sekitar mulai tahun 1960-an, setiap upacara khitanan anak diadakan helaran dan menggunakan kesenian helaran yang disebut kuda renggong.
Sebelum ada kesenian helaran kuda renggong, anak khitan hanya digendong oleh kerabatnya dengan diiringi tetabungan dog-dog atau genjring, menuju makan leluhurnya untuk berjiarah. Kemudian acara helaran mengalami perubahan, anak sunat didudukan di atas punggung kuda yang dipandu oleh sipemilik kuda. Dengan diiringi oleh saudara dan kerabat. Alat musik pengiring masih berupa dog-dog, genjring dan kendang pencak.
Perkembangan selanjutnya para pemilik kuda terus mengadakan perubahan-perubahan yaitu dengan melatih kuda untuk dapat bergerak-gerak seperti sebuah tarian, seirama dengan bunyi musik pengiring, yaitu kendang pencak. Penataan atribut yang digunakan kuda, pakaian anak khitan, dan pakain pemain musik pengiring dan para penari, maka sejak itulah terkenal dengan nama Kuda Renggong.
Perlengkapan yang dipergunakan kuda diantaranya:
- Siger: terbuat dari kulit atau kertas tebal, dihiasi dengan payet atau kain warna kemilau mas, dipasang dikepala kuda dengan pengunakan tali.
- Bodong: terbuat dari kulit atau kertas tebal, dihiasi dengan payet atau kain warna mas, digunakan untuk menutupi kedua telinga kuda.
- Sela: alat yang dipakai pada punggung kuda dilengkapi dengan tempat pijakan kaki, berfungsi untuk tempat duduk anak khitan.
- Ebek: merupakan sayap yang dipasang dibagian kiri dan kanan kuda.
- Perlengkapan lainnya, payung besar, dan pakaian anak khitan.
Alat musik pengiring kuda renggong diantaranya: tilingtit, jengrong, udeng, ketuk, kecrek besi, kendang, goong, bonang, jidor, kendang, dll.
Kuda renggong berkembang di daerah sunda seperti di Sumedang tersebar dibeberapa kecamatan diantaranya di Conggeang, Buahdua, Situraja, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar