KRI Teluk Tomini bernomor lambung 508 bersandar di Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (20/5). (Foto: KOMPAS/Wisnu Widiantoro)
29 Mei 2010 -- Matahari menyengat di sudut barat Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis tengah hari awal Mei lalu, memancar lurus di atas kapal-kapal perang tua yang ditambatkan berderet di tepi dermaga Komando Lintas Laut Militer di tengah riuh bongkar muat pelabuhan. Nyaris terabaikan, itulah nasib kapal-kapal landing ship tank tua milik TNI AL yang pernah berjasa dalam Perang Dunia II saat pendaratan Sekutu di Normandia, Perancis, tahun 1944 hingga mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia akhir 1990-an.
Salah satu landing ship tank (LST) legendaris tersebut adalah KRI Teluk Tomini 508 yang dibuat di galangan kapal Charleston, Negara Bagian Karolina Selatan, Amerika Serikat, tahun 1942 dan diberi nama USS Bledsoe County. Dalam data yang diberikan Kepala Dinas Penerangan Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Letnan Kolonel Laut (Kh) Agus Cahyono disebutkan, KRI Teluk Tomini alias USS Bledsoe County pernah terlibat sejumlah operasi penting dalam Perang Dunia II.
Kiprahnya diawali dengan pelayaran dari galangan kapal Angkatan Laut AS pada 19 Maret 1943, USS Bledsoe County tiba di Dakar, Senegal, yang berada di bawah kekuasaan pemerintahan Perancis, General Charles de Gaulle yang pro-Sekutu. Dari sana, Bledsoe County bergerak ke kota-kota pelabuhan magribi (Maroko, Aljazair, dan Tunisia) sebelum terlibat dalam Operasi Husky, yakni invasi Sekutu ke Sisilia pada 10 Juli 1943. Sejumlah lokasi pendaratan antara lain Scoglitti, Gela, dan Palermo. Operasi berlanjut ke daratan Italia dengan pendaratan di Salerno.
Selepas invasi ke Sisilia, Bledsoe County diberangkatkan ke Inggris dalam persiapan Operasi Overlord, yakni operasi amfibi terbesar dalam sejarah umat manusia berupa serbuan ke pantai Normandia, Perancis barat laut.
”Kapal ini pernah terlibat dalam operasi pendaratan Sekutu di Normandia. Personel militer Amerika yang pernah berkunjung ke Kolinlamil mengagumi bahwa masih ada kapal-kapal LST eks Perang Dunia II yang dioperasikan TNI AL,” ujar Komandan KRI Teluk Tomini Mayor Laut (P) Syaekhul Anwar yang ditemui di Ruang Perwira (Officer Room) LST yang berusia 67 tahun itu.
USS Bledsoe County mendaratkan muatan di pantai Sword, bagian dari wilayah operasi pasukan Inggris. Secara keseluruhan, kapal itu melakukan 39 sortie dari Inggris ke Normandia selama rangkaian Operasi Overlord. Beberapa kali kapal itu menjadi bulan-bulanan serangan artileri pantai Jerman ataupun pesawat terbang musuh.
Legenda TNI AL
Selepas Perang Dunia II, USS Bledsoe County bersama ratusan kapal perang lainnya menjadi bagian dari armada kapur barus (mothball fleet) yang nonaktif. Ketika pemerintahan Presiden Soekarno berusaha merebut Irian Barat, Amerika Serikat pada masa pemerintahan Presiden John Fitzgerald Kennedy memberikan dukungan dengan menjual sejumlah peralatan militer, termasuk beberapa LST era Perang Dunia II yang menjadi bagian dari TNI AL, yakni KRI Teluk Langsa 501, KRI Teluk Kao 504, dan KRI Teluk Tomini 508.
Mayor Bambang, salah seorang perwira Kolinlamil yang ditemui di KRI Teluk Langsa, awal April 2010, menceritakan tentang orisinalitas kapa-kapal bersejarah itu. ”Ini corong komunikasi dari bridge (anjungan) ke kamar mesin masih menggunakan pipa dan bukan radio seperti kapal militer masa kini. Jam, lonceng, instrumen, bahkan lambang kapal asli dari AS masih ada di beberapa kapal-kapal LST eks Perang Dunia II ini,” ujarnya.
Selain mandala Eropa dan Afrika, sejumlah LST lain pernah terlibat dalam operasi militer di mandala Pasifik bagian dari manuver Jenderal Douglas MacArthur. Saat berada di bawah TNI AL, KRI Teluk Tomini menggoreskan sejarah dalam rangkaian operasi, seperti Operasi Mandala (perebutan Irian Barat), Operasi Seroja (Timor Timur) dekade akhir 1970-an, Operasi Andhini Sakti (mengangkut bibit sapi impor dari Australia untuk dikembangkan di dalam negeri), rangkaian bantuan angkutan ke pulau-pulau terpencil, hingga pemulangan pengungsi pascajajak pendapat Timor Timur tahun 1999.
”Wah, waktu pemulangan pengungsi pascajajak pendapat, LST-LST tua ini sangat berjasa. Seluruh kapal dipenuhi pengungsi hingga 2.000 orang lebih. Bahkan, di anjungan tempat kapten mengemudi juga dipenuhi pengungsi. Persis seperti di dalam bus kota yang penuh sesak,” ujar Bambang.
Meski menggoreskan sejarah panjang dan penuh jasa, belum terdengar ada upaya melestarikan LST-LST tua itu sebagai museum terapung. ”Sudah didaftarkan untuk dilepas atau mungkin dibesituakan sejak tahun lalu,” kata Letkol Agus Cahyono.
Kolonel (Purn) Jean Rocher, mantan Atase Pertahanan Perancis untuk RI, mengaku terkejut mendengar masih ada LST yang pernah digunakan dalam ”D-Day” Normandia berada di Jakarta. ”Itu sangat menarik dan berharga bagi bangsa Perancis, Amerika, dan tentu saja Indonesia,” kata Rocher yang sedang menulis sejarah perang Napoleon di Pulau Jawa tahun 1811.
KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar