Perbatasan Indonesia - Malaysia. (Foto: pillandia.blogspot.com)
14 Agustus 2009, Jakarta -- Panitia Khusus (Pansus) Ambalat dan Kawasan Perbatasan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pelaksanaan kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, terkait pengelolaan kawasan perbatasan.
Pemerintah juga didesak segera menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan yang seharusnya telah terbentuk enam bulan lalu setelah UU Nomor 43 tahun 2008 diundangkan. Kedua peraturan tersebut sangat mendesak keberadaannya untuk melakukan sinergitas pembangunan di wilayah perbatasan, yang selama ini dilakukan secara sektoral.
Seperti diketahui, perbatasan merupakan beranda terdepan bangsa Indonesia, namun selama ini keadaannya justru sangat memprihatinkan. Menurut Ketua Pansus Ambalat dan Kawasan Perbatasan DPD RI Adnan NS, dengan adanya suatu lembaga/badan yang kompeten dan akuntabel dalam mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan negara, diharapkan mampu mendorong tingkat kesejahteran bagi masyarakat yang tinggal di sana.
Namun demikian Pemerintah diminta untuk lebih meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah perbatasan negara, khususnya di Provinsi NAD, Sumut, Riau, Kepri, Kalbar dan Kaltim, agar terbukanya penyerapan tenaga kerja di negeri sendiri, dan menghentikan pengiriman TKI ke negara tetangga yang banyak mengalami kasus perlakuan yang merendahkan martabat bangsa.
“Masyarakat yang tinggal di perbatasan harus merasakan sejahtera juga,” terang Adnan di sidang paripurna DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). “Ini juga harus dibarengi pembangunan dan proyek-proyek infrastruktur di wilayah perbatasan agar diprioritaskan karena memiliki multiflier efek yang tinggi,” lanjutnya. Selain itu, pemerintah harus lebih proaktif lagi untuk menyelesaikan penetapan batas bersama, khususnya di Selat Malaka bagian Selatan, Selat Singapura, Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, dan di sekitar pulau Timor, dengan melanjutkan dan meningkatkan intensitas program Border Diplomacy.
Secara terpisah, anggota Pansus Ambalat, Nursyamsa Hadis mengatakan, pihaknya juga meminta pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pengawasan di wilayah perbatasan negara dengan memanfaatkan teknologi pemantauan secara spasial, dalam rangka menjaga keamanan dan pertahanan negara.
Kemudian, lanjut anggota DPD RI asal pemilihan Kaltim ini, pemerintah juga harus memberikan perhatian yang lebih khusus kepada masalah-masalah aktual yang terjadi di daerah perbatasan, antara lain soal adanya lebih dari 10.000 jiwa WNI eksodus ke Papua New Guinea dan berharap dapat segera kembali ke Indonesia.
“Rekruitmen dan pengangkatan TNI, Polri, dan PNS di perbatasan harus memprioritaskan penduduk asli setempat, serta memberikan tunjangan kesehatan dan tunjangan akibat mahalnya harga kebutuhan pokok di wilayah perbatasan. Lapangan kerja juga harus dibuka untuk menampung tenaga kerja non skill (TKI) seperti perkebunan dan pertambangan, dengan cara memanfaatkan kurang lebih 40 juta hektare lahan tidur di Kaltim yang telah dikonversi menjadi lahan perkebunan dan transmigrasi,” jelas Nursyamsa.
Ia menjelaskan, hasil laporan itu dibuat oleh pansus dari hasil kunjungan kerja mulai 5-9 Agustus 2009 ke empat provinsi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Masing-masing, Kalimantan Barat yang berbatasan batas darat dengan Negara Bagian Sarawak Malaysia, Sulawesi Utara yang berbatasan batas laut dengan Philipina, Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Vietnam, danPapua yang berbatasan batas darat dengan Papua New Guinea.
JPPN.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar