Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (tengah) berbincang dengan Kasad Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo (kiri) dan Danjen Kopassus, Mayjen TNI P. Edhie Wibowo seusai menerima penganugerahan Brevet Komando Kehormatan di Markas Satuan-81 Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (20/8). Penganugerahan Brevet Komando Kehormatan kepada Presiden RI berdasarkan pertimbangan pimpinan TNI AD, di mana Presiden selaku Panglima Tertinggi, yang memiliki kewenangan penuh terhadap pengendalian operasional seluruh jajaran TNI, termasuk pengerahan Pasukan Khusus dalam situasi kritis sesuai konstitusi. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/mes/09)
21 Agustus 2009, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta jajaran TNI tidak menyelewengkan penambahan anggaran TNI yang kini dibahas pemerintah dan DPR. Pesan itu disampaikan kepala negara saat memberikan pengarahan kepada prajurit Kopassus di Markas Satuan-81 Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (20/8).
"Ketika saya sudah mengambil keputusan untuk menambah jumlah anggaran yang begitu besar, saya minta jajaran jajaran TNI dapat digunakan dengan tepat dan benar. Dan jangan sampai ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran itu," kata presiden.
Presiden mengatakan pemerintah terus meningkatkan sumber daya, termasuk anggaran pertahanan agar kekuatan, postur dan kemampuan TNI terus meningkat. Saat ini pemerintah dan DPR tengah membahas penambahan anggaran pertahanan sebanyak Rp7 triliun sehingga pada 2010 anggaran pertahanan menjadi Rp40 triliun.
Dengan kebijakan itu, presiden berharap penambahan anggaran dapat digunakan secara tepat untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), perlengkapan, dan peralatan serta peningkatan kemampuan operasional dan pemeliharaan alutsista. "Saya ingin digunakan dengan tepat. Karena setiap rupiah yang kita gunakan adalah uang rakyat, uang negara," kata presiden.
Perang Jalan Terakhir
Pelatikan anggota baru Kopassus. (Foto: kopassus.mil.id)
Pada kesempatan tersebut, kepala negara menegaskan Indonesia berprinsip bahwa perang adalah jalan terakhir manakala tidak tersedia cara lain untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara.
Ketika ada ancaman baik dari dalam maupun luar negeri, maka pertama pemerintah akan menempuh solusi nonmiliter. Bila ancaman melibatkan negara lain maka Indonesia akan memilih terlebih dahulu jalan diplomasi, solusi politik dan soft power.
"Mana kala semua upaya damai, solusi politik, dan diplomasi gagal dan keutuhan dan kedaulatan negara kita sungguh terancam maka kita harus melakukan peperangan guna mempertahankan tiap jengkal Tanah Air kita. Begitu cara berpikir kita di era modern dan demokrasi ini untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara kita," katanya.
Menurutnya, langkah ini pula yang diambil pemerintah Indonesia menghadapi Malaysia dalam sengketa Perairan Ambalat. Pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan perundingan diplomatik dan dengan penegasan bahwa setiap jengkal wilayah Indonesia tidak boleh disentuh negara lain.
Meski kebijakan diplomasi terus berlangsung, presiden tetap menginstruksikan pimpinan TNI, termasuk kepala staf Angkatan Udara agar tidak membiarkan kapal asing memasuki perairan Indonesia. "Tidak boleh ada kapal asing yang memasuki perairan Indonesia. Kalau ada, segera dihalau dan diusir keluar dari wilayah kita," katanya.
Pada kesempatan itu kepala negara meminta seluruh jajaran TNI menjaga keamanan dalam negeri, antara lain dengan menghentikan gerakan separatisme, pemberontakan bersenjata dan terorisme. Karena bila kondisi dalam negeri bebas dari gangguan keamanan maka perekonomian bisa dibangun dan kesejahteraan rakyat ditingkatkan.
JURNAL NASIONAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar