TOKYO, 17/3. LEMHANNAS JEPANG - Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin (kanan) berbincang dengan President National Institute for Defence Studies (NIDS), Masatoshi Shimbo saat berkunjung ke lembaga setingkat Lemhannas itu di Tokyo, Selasa (17/3). Sjafrie di Jepang mengikuti pertemuan para pejabat senior Departemen Pertahanan dari ASEAN dan Jepang yang berlangsung 17-18 Maret 2009 (Foto: ANTARA/Benny S Butarbutar)
18 Maret 2009, Tokyo -- Pemerintah Indonesia bersama negara-negara ASEAN dan Jepang sepakat meningkatkan kerjasama multi lateral untuk menghadapi ancaman keamanan nontradisional.
Parliementary Secretary for Defence, Ryota Takeda ,mengatakan peningkatan ancaman keamanan nontradisional di Asia-Pasifik mengharuskan negara-negara ini perlu meningkatkan kerja sama multilateral dengan negara-negara yang menjadi pemain utama di kawasan tersebut.
Termasuk di antaranya perlu melibatkan kehadiran Amerika Serikat. ”Negara-negara ASEAN kini sudah semakin menunjukkan peningkatan kapasitas kerja samanya dalam menghadapi tantangan keamanan di area yang semakin luas.
Jepang ingin ikut membantu meningkatkan kerja samanya baik secara bilateral maupun multilateral,” kata Takeda dalam sambutan yang disampaikan pada acara pembukaan ASEAN-Japan Security Talks (AJST) yang berlangsung di Keio Plaza Hotel, Tokyo, kemarin.
Takeda menambahkan, kawasan Asia-Pasifik kini tidak saja menghadapi tantangan keamanan dalam bentuk yang tradisional seperti isu Korea Utara, keamanan di Selat Malaka, tetapi juga nontradisional yaitu terorisme, pembajakan, juga bencana alam. Dia mengungkapkan keinginan Jepang untuk membangun kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara pemain kunci di kawasan Asia-Pasifik, termasuk dengan AS.
”Tujuan utama pertemuan ini adalah untuk mendorong peningkatan hubungan personal di antara pejabat tinggi setingkat menteri pertahanan melalui pembicaraan yang terbuka, ”kata Takeda Sekjen Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, tantangan keamanan kawasan Asia-Pasifik tidak bisa lagi diselesaikan secara sendiri-sendiri.
Karena itu, perlu sinergi dan saling ketergantungan yang saling menguntungkan guna membangun stabilitas kawasan. ”Ini sangat penting karena sangat bermanfaat untuk berbagi informasi dan pengalaman serta bertukar pandangan antara Jepang dan ASEAN dalam mengatasi ancaman di masa-masa mendatang yang tentunya semakin kompleks, ”tandas Sjafrie.
Sejumlah tantangan keamanan bersama di Asia-Pasifik dari perspektif Indonesia yang dapat mengganggu stabilitas kawasan adalah terorisme, keamanan maritim, operasi perdamaian, senjata pemusnah massal, bencana alam, serta penyelundupan narkoba dan manusia. Penanganan terorisme dalam perspektif saat ini, tambah dia, tidak bisa diselesaikan secara domestik, tetapi harus melalui komunitas internasional.
Penanganan terorisme perlu juga mencari akar masalahnya yang memicu merebaknya terorisme seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan kesalahan interpretasi mengenai konsep agama. Mengenai keamanan maritim yang berfokus pada Selat Malaka, Indonesia berpendapat diperlukan bantuan dan kerja sama dengan Jepang dan kalangan internasional lain.
Hal itu juga perlu terus dilanjutkan meski secara fisik merupakan kewenangan negara yang memiliki garis pantai atas Selat Malaka (litoral state). Menyinggung soal senjata pemusnah massal, Sjafrie mengatakan, dideklarasikannya kawasan bebas senjata nuklir di ASEAN perlu lebih dioptimalkan, termasuk melibatkan Jepang untuk menandatangani deklarasi tersebut. (Sindo)
Parliementary Secretary for Defence, Ryota Takeda ,mengatakan peningkatan ancaman keamanan nontradisional di Asia-Pasifik mengharuskan negara-negara ini perlu meningkatkan kerja sama multilateral dengan negara-negara yang menjadi pemain utama di kawasan tersebut.
Termasuk di antaranya perlu melibatkan kehadiran Amerika Serikat. ”Negara-negara ASEAN kini sudah semakin menunjukkan peningkatan kapasitas kerja samanya dalam menghadapi tantangan keamanan di area yang semakin luas.
Jepang ingin ikut membantu meningkatkan kerja samanya baik secara bilateral maupun multilateral,” kata Takeda dalam sambutan yang disampaikan pada acara pembukaan ASEAN-Japan Security Talks (AJST) yang berlangsung di Keio Plaza Hotel, Tokyo, kemarin.
Takeda menambahkan, kawasan Asia-Pasifik kini tidak saja menghadapi tantangan keamanan dalam bentuk yang tradisional seperti isu Korea Utara, keamanan di Selat Malaka, tetapi juga nontradisional yaitu terorisme, pembajakan, juga bencana alam. Dia mengungkapkan keinginan Jepang untuk membangun kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara pemain kunci di kawasan Asia-Pasifik, termasuk dengan AS.
”Tujuan utama pertemuan ini adalah untuk mendorong peningkatan hubungan personal di antara pejabat tinggi setingkat menteri pertahanan melalui pembicaraan yang terbuka, ”kata Takeda Sekjen Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, tantangan keamanan kawasan Asia-Pasifik tidak bisa lagi diselesaikan secara sendiri-sendiri.
Karena itu, perlu sinergi dan saling ketergantungan yang saling menguntungkan guna membangun stabilitas kawasan. ”Ini sangat penting karena sangat bermanfaat untuk berbagi informasi dan pengalaman serta bertukar pandangan antara Jepang dan ASEAN dalam mengatasi ancaman di masa-masa mendatang yang tentunya semakin kompleks, ”tandas Sjafrie.
Sejumlah tantangan keamanan bersama di Asia-Pasifik dari perspektif Indonesia yang dapat mengganggu stabilitas kawasan adalah terorisme, keamanan maritim, operasi perdamaian, senjata pemusnah massal, bencana alam, serta penyelundupan narkoba dan manusia. Penanganan terorisme dalam perspektif saat ini, tambah dia, tidak bisa diselesaikan secara domestik, tetapi harus melalui komunitas internasional.
Penanganan terorisme perlu juga mencari akar masalahnya yang memicu merebaknya terorisme seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan kesalahan interpretasi mengenai konsep agama. Mengenai keamanan maritim yang berfokus pada Selat Malaka, Indonesia berpendapat diperlukan bantuan dan kerja sama dengan Jepang dan kalangan internasional lain.
Hal itu juga perlu terus dilanjutkan meski secara fisik merupakan kewenangan negara yang memiliki garis pantai atas Selat Malaka (litoral state). Menyinggung soal senjata pemusnah massal, Sjafrie mengatakan, dideklarasikannya kawasan bebas senjata nuklir di ASEAN perlu lebih dioptimalkan, termasuk melibatkan Jepang untuk menandatangani deklarasi tersebut. (Sindo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar