23 Maret 2009, Pontianak -- Pakar Hukum Laut Internasional, Prof Dr Hasjim Djalal mengatakan, Indonesia perlu memperluas kewenangan terhadap wilayah perairan hingga di luar batas 200 mil di Landas Kontinen karena fungsi yang amat strategis dalam jangka panjang. Menurut Hasjim Djalal di Pontianak, Senin, dasar laut dan tanahnya di luar batas Landas Kontinen terdapat Daerah Dasar Laut Internasional yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Otorita Dasar Laut Internasional (ISBA).
Sejumlah negara telah mengadakan kontrak dengan ISBA untuk melakukan usaha eksplorasi mineral di dasar laut dalam, khususnya di Samudera Pasifik dan Hindia. Ia mengatakan, ada empat negara di Asia yakni Jepang, China, Korea Selatan dan India telah mendapatkan kawasan tertentu di samudera tersebut. Status yang sama juga telah diperoleh Prancis, Rusia serta sebuah konsorsium negara-negara Eropa Timur di Samudera Pasifik.
"Kekayaan laut dalam, masih belum diketahui dengan pasti," kata dia. Namun Sri Lanka telah mengajukan kewenangan pengelolaan hingga 700 mil di sebelah selatan Kolombo, ibukota negara. Penambahan tersebut 25 kali luas Pulau Sri Lanka.
Teknologi tentang kelautan juga sudah menemukan berbagai sumber mineral baru di dasar laut dan tanah di bawahnya seperti nodules yang kaya dengan tembaga, nikel, kobalt, mangaan yang diperlukan untuk industri teknologi tinggi. Kemudian, metal sulphide yang banyak ditemukan di corong gunung berapi di dasar laut dan metal crust yang banyak mengandung emas.
Selain itu, untuk memperkuat pertahanan maka anggaran sistem keamanan laut perlu ditingkatkan. Ia mengingatkan insiden Sukhoi yang mengalami "missile lock" sewaktu terbang di atas perairan Sulawesi Selatan pada Februari 2009.
"Di udara mungkin tidak ada pesawat asing yang melakukan itu. Sementara di laut, juga dilaporkan tidak ada kapal asing di perairan itu," katanya.
Namun, lanjut dia, hasil pemantauan TNI AL hanya sampai pada kedalaman 800 meter di Selat Makassar. Padahal Selat Makassar mempunyai kedalaman dua ribu hingga lima ribu meter. "Ada atau tidak TNI AL alat yang bisa memantau sejauh itu?" katanya setengah bertanya. (Republika)
Sejumlah negara telah mengadakan kontrak dengan ISBA untuk melakukan usaha eksplorasi mineral di dasar laut dalam, khususnya di Samudera Pasifik dan Hindia. Ia mengatakan, ada empat negara di Asia yakni Jepang, China, Korea Selatan dan India telah mendapatkan kawasan tertentu di samudera tersebut. Status yang sama juga telah diperoleh Prancis, Rusia serta sebuah konsorsium negara-negara Eropa Timur di Samudera Pasifik.
"Kekayaan laut dalam, masih belum diketahui dengan pasti," kata dia. Namun Sri Lanka telah mengajukan kewenangan pengelolaan hingga 700 mil di sebelah selatan Kolombo, ibukota negara. Penambahan tersebut 25 kali luas Pulau Sri Lanka.
Teknologi tentang kelautan juga sudah menemukan berbagai sumber mineral baru di dasar laut dan tanah di bawahnya seperti nodules yang kaya dengan tembaga, nikel, kobalt, mangaan yang diperlukan untuk industri teknologi tinggi. Kemudian, metal sulphide yang banyak ditemukan di corong gunung berapi di dasar laut dan metal crust yang banyak mengandung emas.
Selain itu, untuk memperkuat pertahanan maka anggaran sistem keamanan laut perlu ditingkatkan. Ia mengingatkan insiden Sukhoi yang mengalami "missile lock" sewaktu terbang di atas perairan Sulawesi Selatan pada Februari 2009.
"Di udara mungkin tidak ada pesawat asing yang melakukan itu. Sementara di laut, juga dilaporkan tidak ada kapal asing di perairan itu," katanya.
Namun, lanjut dia, hasil pemantauan TNI AL hanya sampai pada kedalaman 800 meter di Selat Makassar. Padahal Selat Makassar mempunyai kedalaman dua ribu hingga lima ribu meter. "Ada atau tidak TNI AL alat yang bisa memantau sejauh itu?" katanya setengah bertanya. (Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar