Senin, 04 Oktober 2010

Prabu Lembu Agung, Tahun 980-982 M

Prabu Lembu Agung dinobatkan menjadi Raja Sumedanglarang pada saat bulan gelap tahun Saka. Namun beliau tidak lama memangku tahta kaprabon, tahta kekuasaan diserahkan kepada adik kembarnya atau Prabu Gajah Agung, kemudian beliau menjadi Resi (ngaresi) yang mempunyai kewajiban menata agama.

Selama menata agama, telah baerhasil membangun sarana-sarana ibadah di kawasan Gunung Sanghiyang (Cibugel), pegunungan Penuh, Mandalasakti, Gunung Simpay. Kemudian mendirikan perkampungan di daerah Bagala Asih Panyipuhan dengan membuka hutan angker yang disebut Negara Keling (Negara Hitam) tempat bersemayamnya makhluk jin. Setelah menjadi pemukiman diganti namanya menjadi Karang Kawitan (Karang = tempat, Kawitan = yang pertama). Tempat tersebut dijadikan tempat pertemuan para resi dan keluarga raja atau petinggi kerajaan.

Selain itu beliau sebagai pengembang ilmu Kadarmarajaan, suatu ilmu yang memberi petunjuk terhadap kemulyaan hidup, melalui penjabaran yang nyata. Landasan panca kaki merupakan landasan untuk saling mengenal, saling memahami dan saling pengertian diantara sesame manusia.

Beliau mempersunting Putri Galuh, dari perkawinan tersebut melahirkan para pemuka agama di Bumi Sumedang. Diantaranya Prabu Adji Putih, apuputra Kyai Nanganan, apuputra Santoan Awiluar, apuputra Dalem Paniis, apuputra Santoan Cadasngampar, apuputra Dalem Santapura yang menurunkan para ulama dan para menak di kawasan Darmaraja. Dalem Santapura apuputra Dalem Jagatsatru yang pernah mengabdi kepada Pangeran Panembahan. Dalem Jagatsatru gugur dalam peristiwa Mesjid Tegalkalong akibat diserang oleh wadya balad Banten.

Makam Prabu Lembu Agung ditemukan di Gunung Sanghiyang, kemudian dipindahkan ke Astana Gede yang terletak di Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar