Minggu, 05 September 2010

Rintihan Seorang Mayor TNI AL di Indonesia Timur

Bumi Papua dikeruk oleh Freeport guna menambang emas membentuk kawah yang sangat dalam. (Foto: matanews.com)

05 September 2010 -- Melihat hubungan Indonesia dengan Malaysia yang memanas tidak begitu membuatnya risau karena yakin akan bisa diselesaikan dengan bijaksana.

Kalaupun harus berperang maka TNI yakin menang dan sudah siap siaga karena dunia tahu kekuatan tentara Indonesia adalah terbaik ke-13 di dunia. Dan dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara cinta damai dan pemimpin ASEAN yang memayungi. Sehingga bisa dipastikan "tidak akan terjadi" perang.

Banyaknya aksi perampokan di darat serta berbagai isu terorisme tidak membuatnya sedih si Mayor TNI AL ini karena yakin hal-hal begitu bisa diselesaikan dengan baik dan tidak makan waktu lama.

Yang membuatnya sedih adalah kasus "perampokan" paling akbar oleh Amerika di bumi Papua Indonesia, pembalakan liar hutan hutan di Kalimantan dan Papua yang di-majikan-i orang Malaysia. Serta kasus penyelundupan besar-besaran dengan 'kongkalikong' antara pelaku dengan instansi yang berwenang. Serta perdagangan senjata di perbatasan Filipina, Malaysia dan Australia yang tentu saja ada "becking"nya orang besar di Indonesia.

Untuk keempat kasus tersebut si Mayor ini harus prihatin karena menahan gejolak idealisme sebagai TNI yang harus mengamankan NKRI, tapi di sisi lain "para pembesar" justru merusak negerinya sendiri. "Saya hanya seorang mayor bisa berbuat apa?" kata si Mayor kepada tribunnews.com, Sabtu (4/9/2010) malam.

Coba bayangkan kasus penambangan EMAS di PAPUA. Si Mayor pernah berhasil menyelinap masuk ke lokasi pertambangan itu dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Amerika mengeruk harta karun Indonesia secara besar-besaran dan "dilegalkan" oleh pemerintah dengan "kontrak" yang sangat merugikan rakyat Indonesia.

Dalam sehari saja, perusahaan Amerika itu bisa mengangkut sekitar 175.000 ton biji pasir emas dari bumi Papua melewati perairan Samudera Pasifik. Indonesia dapat apa?? tidak ada sama sekali uang masuk ke kas negara. Kalau 20 persen saja dari jumlah emas yang diangkut itu untuk kas negara maka sudah cukup untuk biaya pendidikan dan kesehatan GRATIS seluruh Indonesia selama-lamanya.

Penambangan emas di Timika, terbesar di dunia, memang sejak awal sangat merugikan rakyat Indonesia karena hanya 0% untuk kas negara.

Indonesia sewajarnya mendapat manfaat yang proposional dari tambang yang dimilki. Hal ini bisa dicapai jika kontrak kerja yang ditandatangani antara lain berisi ketentuan-ketentuan yang adil, transparan, dan memihak kepentingan negara dan rakyat. Ternyata pemerintah pada masa lalu, hingga kini tidak mampu mengambil manfaat optimal.

Hingga Tahun 1976 perusahaan itu gratis atau setor ke negara 0%, enak kan?
Tahun 1976-1983 pemerintah kenakan (PPh) sebesar 35% (bukan produk yang dikenai pajak tapi hanya penghasilan !)
Tahun 1984 pemerintah dapat royalti 1% atas penjualan emas dan perak.
Tahun 1994 pemerintah mengeluarkan PP No.20/1994 belum maksimal.

Seharusnya Presiden SBY bisa mengeluarkan PP untuk menghilangkan berbagai kerugian dengan menjadikan BUMN dan BUMD sebagai pemegang saham mayoritas di Freeport atau Timika

Perusahaan yang melakukan kontrak kerja dengan pemerintah untuk mengeruk emas terbesar di dunia itu, diduga ada penyelewengan, manipulasi, dugaan KKN, tekanan politik, dan jauh dari kaidah-kaidah bisnis dan negara yang terpuji dan beradab. Coba hitung lagi jika di bawah emas itu terdapat cadangan URANIUM terbesar di dunia. Berapa nilainya?? Harga URANIUN berapa kali lipat dari harga emas?? Indonesia itu SANGAT KAYA!

Selama 42 tahun periode tambang (1967-2009) bangsa Indonesia tidak mendapatkan hasil yang optimal dan sebanding dari potensi tambang Timika.

Dan jika Presiden tidak melakukan perubahan dengan PP maka harta karun di Papua itu akan terus dikeruk hingga tahun 2041. Menagislah rakyat Indonesia tanpa sadar kekayaannya diangkut ke Amerika.

Padahal kalau rakyat tahu, berbagai manipulasi data dilakukan oleh perusahaan tersebut untuk mengelabuhi pajak kepada pemerintah. Katakanlah ada 100 kapal yang mengangkut emas dari Papua ke Amerika maka yang dilaporkan hanya 10 kapal saja agar pajak royalti 1% itu bisa diperkecil lagi nominalnya.

Tribun News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar